Produsen 23 Merek Obat ”Abal-abal” Dibekuk Aparat di Yogyakarta
Polisi membekuk komplotan pembuat sekaligus penjual obat-obatan palsu yang beroperasi di Yogyakarta. Para pelaku menjual 23 merek obat-obatan buatan sendiri itu melalui sejumlah lokapasar ternama.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Kota Yogyakarta membekuk komplotan pembuat sekaligus penjual obat-obatan palsu yang beroperasi di Yogyakarta. Para pelaku menjual 23 merek obat-obatan buatan sendiri itu melalui sejumlah lokapasarternama. Namun, semua obat tersebut dibuat hanya dari serbuk daun jati cina.
Hal itu diungkapkan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Yogyakarta Ajun Komisaris MP Probo Satrio dalam jumpa pers di kantor Polresta Yogyakarta, Rabu (8/11/2023). ”Tiga pelaku dijadikan tersangka dalam kasus ini,” ujarnya.
Ketiga tersangka itu, yakni MRA (27), selaku pembuat obat sekaligus penjual, BAD (26) yang menjual obat, dan LC (43) yang juga menjual obat. Ketiganya dibekuk pada Selasa (7/11/2023) setelah polisi menelusuri laporan dari masyarakat.
Saat ditangkap, ketiganya tengah berada di sebuah rumah kontrakan di daerah Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY. Rumah itu dipakai sebagai pusat pemasaran obat-obatan tersebut. Adapun pusat produksi dilakukan di sebuah gudang di Berbah, Kabupaten Sleman, DIY.
Probo menyatakan, 23 merek obat itu adalah buatan para pelaku sendiri. Para pelaku juga memalsukan 13 merek obat legal yang dijual di pasaran.
Dia menjelaskan, masing-masing obat buatan sendiri itu diklaim memiliki khasiat untuk penyakit tertentu, seperti jantung, wasir, diabetes, hingga pelangsing. ”Namun, semua obat berbentuk kapsul itu hanya diisi serbuk daun jati cina,” katanya.
Polisi menyita sejumlah barang dari para pelaku, di antaranya laptop, ponsel, alat dan perlengkapan produksi obat, kapsul kosong, botol kemasan, dan dus kemasan. Disita pula 2.969 kotak kemasan obat yang total berisi 89.070 butir kapsul, dua jeriken madu, dua karung serbuk daun jati cina, dan satu plastik besar pengawet makanan.
Probo menjelaskan, modus operandi para pelaku dalam pemasaran adalah membuat sejumlah akun penjualan. Mereka juga membuat order fiktif yang disertai ulasan atau komentar soal khasiat obat itu agar calon pembeli teryakinkan.
Dari para pelaku, polisi menyita 451 paket obat siap kirim ke pembeli dan 50 paket order palsu. ”Dalam sehari, para pelaku bisa mendapat omzet Rp 2 juta-Rp 3 juta,” ucap Probo.
Dia pun mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat berbelanja obat di toko daring. Pihak kepolisian akan melakukan pengecekan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kandungan obat-obatan ini.
Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 435 juncto Pasal 138 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal itu melarang produksi atau pengedaran sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar serta persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Selain itu, pelaku juga dijerat pasal lain, yakni Pasal 62 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. ”Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara,” ujar Probo.
Dihubungi secara terpisah, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Marianti A Manggau mengimbau agar masyarakat membeli obat hanya di sarana resmi pelayanan kefarmasian, seperti apotek atau toko obat berizin. ”Jangan membeli obat secara online, kecuali di Penyedia Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) terdaftar,” ujarnya.
Menurut Marianti, ciri-ciri obat palsu bisa dikenali dari kualitas kemasan yang biasanya kurang baik. Konsumen dapat membandingkan dengan kemasan obat sebelumnya, khususnya untuk obat yang sering dikonsumsi.
Ciri lain, tampilan kemasan berbeda, cetakan nomor atau informasi pada kemasan tidak jelas, nama produsen berbeda atau tidak dikenal, pada kemasan tidak terdapat nomor izin edar, dan efek yang dirasakan berbeda dari yang seharusnya atau bahkan tidak memberikan efek sama sekali.