Pemprov Sulawesi Utara diberi waktu kurang dari 2 bulan untuk membuktikan dua KEK di Bitung dan Likupang dapat beroperasi maksimal. Fokus terbesar mencari investor utama untuk mengembangkan KEK itu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara diberi waktu kurang dari dua bulan untuk membuktikan dua kawasan ekonomi khusus (KEK) di wilayahnya dapat beroperasi maksimal. Pemerintah siap mendukung dengan infrastruktur dan regulasi, tetapi tidak akan ada gunanya jika roda ekonomi di kawasan itu tak berputar.
Dalam dialog yang digelar Komite II Dewan Perwakilan Daerah di Manado, Senin (6/11/2023), Kepala Bagian Program dan Tata Kelola Dewan Nasional (Denas) KEK, Fitriani, menyebut Bitung dan Likupang termasuk dalam lima KEK yang tak berjalan. Tiga lainnya adalah KEK Palu (Sulawesi Tengah), Morotai (Maluku Utara), dan Sorong (Papua Barat).
”Pada 6 April 2023, Sekretaris Denas KEK sudah melayangkan surat kepada Gubernur Sulut agar mengambil langkah-langkah untuk perbaikan manajemen BUPP (Badan Usaha Pembangun dan Pengelola) sehingga realisasi investasinya berlangsung. Diberi waktu sampai Desember 2023,” katanya.
KEK Bitung yang dikhususkan untuk industri pengolahan kelapa, perikanan, serta logistik dan infrastruktur kini dikelola BUPP berstatus badan usaha milik daerah, PT Membangun Sulut Hebat (MSH). Adapun KEK Likupang didesain sebagai pusat ekowisata dikelola perusahaan swasta, PT Minahasa Permai Resort Development (MPRD).
Akhir 2023, Denas KEK akan mengevaluasi kinerja 20 KEK, terutama lima yang stagnan, bersama beberapa menteri terkait. ”Akan diputuskan selanjutnya, KEK tersebut akan tetap berjalan atau bagaimana. Sebelumnya, sudah ada satu yang dicabut (statusnya),” kata Fitriani.
Tugas krusial yang harus segera dituntaskan di Bitung dan Likupang adalah mencari investor utama (anchor investor) untuk mengembangkan kawasan. Sejak 2019, KEK Bitung baru mendatangkan investasi Rp 1,51 triliun serta mempekerjakan 559 orang. Angka itu masih jauh dari target 2030, yaitu investasi Rp 32,89 triliun demi menyerap 34.710 pekerja.
Pemerintah daerah juga baru menguasai 92,79 hektar dari luasan 534 hektar yang ditetapkan, atau sekitar 17,37 persen. Proporsi itu di bawah ketetapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yakni 50 persen.
”Dari beberapa masalah yang kami catat, yang paling urgent adalah penguasaan lahan,” kata Fitriani.
Kepala Administrator KEK Bitung Pingkan Sondakh menyebut, sedikitnya 110 investor telah berkunjung dan 47 di antaranya menandatangani surat minat investasi (LOI). Namun, hingga kini baru sembilan perusahaan yang jadi berinvestasi. Yang paling besar adalah PT Futai Sulawesi Utara, pengolah kertas dan plastik asal China. ”Ketika Futai berproduksi mulai tahun depan, sekitar 500-600 orang akan diterima sebagai tenaga kerja,” katanya.
Sebelum KEK Bitung ditetapkan pada 2014, lanjut Pingkan, sebenarnya sudah ada 18 perusahaan yang mendirikan pabriknya di wilayah KEK Bitung kini. Namun, belum semuanya mau bergabung ke KEK.
Karena itu, lahan 92,79 hektar yang telah dikuasai pemerintah masih tak diminati investor. Menurut Pingkan, itu dikarenakan kontur yang masih berbukit-bukit sehingga dibutuhkan pematangan lahan.
”Tahun depan akan dianggarkan (melalui APBN) untuk pematangan lahan sehingga ini akan menjadi daya tarik bagi investor. Kemudian, belum ada infrastruktur dasar, seperti jalan, jaringan air bersih, dan IPAL (instalasi pengolahan air limbah). Semoga saat pematangan, akan diikuti juga oleh infrastruktur,” kata Pingkan.
Sama-sama lambat
Sementara itu, lahan KEK Likupang sudah tuntas, tetapi aliran investasinya juga lambat. Mengutip data Denas KEK, Fitriani menyebut baru Rp 488 miliar yang terealisasi sejak 2019 dengan serapan tenaga kerja 564 orang. Padahal hingga 2040, besaran suntikan modal yang dibidik adalah Rp 5 triliun demi membuka lapangan kerja bagi 33.262 orang.
Kepala Administrator KEK Likupang Richard Dondokambey menyebut target investasi hingga akhir 2023 sekitar Rp 32 miliar dengan serapan tenaga kerja 293 orang. Realisasi itu ia akui cukup sulit karena belum ada dana dari investor, tetapi PT MPRD selaku BUPP terus berupaya.
”KEK Likupang sampai saat ini masih sedang dan terus berproses untuk dapat running seperti yang diharapkannya. Dalam kenyataannya, ada beberapa kendala di lapangan, tetapi sampai saat ini masih kondusif dan terkendali,” kata Richard.
Ia berharap pemerintah pusat juga turut serta membantu melalui realisasi anggaran kementerian dan lembaga. Bagian KEK Likupang yang paling penting saat ini, menurut dia, adalah dermaga marina.
Hal ini dibenarkan pemilik sekaligus Direktur Investasi dan Pengembangan Pariwisata PT MPRD Leo Rustandi. Menurut dia, pemilik yacht dan kapal-kapal pesiar asing sangat tertarik berinvestasi dalam pariwisata Indonesia.
Kendati demikian, hingga kini PT MPRD belum mengurus perizinan terminal khusus. Kajian kebutuhan terminal khusus serta izin lingkungan untuk terminal khusus tersebut juga belum ada.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah III, Pranoto, menyatakan, Kementerian PUPR menyediakan anggaran Rp 30 triliun selama 2023 untuk pengembangan infrastruktur di Sulawesi, Maluku, dan Papua. KEK Bitung dan Likupang pun mendapat perhatian.
Ia pun menyatakan siap membantu kebutuhan seperti pematangan lahan di KEK Bitung. ”Tetapi, infrastruktur saja rasanya tidak cukup. Penting kolaborasi antara infrastruktur dan aktivitas ekonomi di dalamnya sehingga memicu pertumbuhan kawasan,” katanya.
Pranoto mencontohkan, lalu lintas Jalan Tol Manado-Bitung hingga kini masih sepi karena KEK Bitung yang ditopangnya belum operasional. Ia pun meminta aktivitas dipacu, begitu pula di KEK Likupang yang kini membutuhkan embung untuk sumber air bersih.
”Jadi di Bitung ataupun Likupang, rasanya kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha penting. Harus ada sinergi, bukan infrastrukturnya saja yang di-push, melainkan aktivitasnya kurang,” ujar Pranoto.