Permohonan praperadilan 30 demonstran Rempang ditolak hakim. Papan bunga warga yang berisi harapan keadilan hilang dicuri di depan pengadilan dan berganti papan ucapan berisi ancaman penjara.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
Nia (49) berlari keluar ruangan seusai hakim di Pengadilan Negeri Batam menolak gugatan permohonan praperadilan 30 demonstran Rempang yang ditahan polisi. Bibir perempuan itu bergetar dan air matanya meleleh.
”Keadilan tidak ada untuk rakyat kecil. (Hukum) yang ada hanya untuk orang-orang besar,” kata Nia, warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (6/11/2023).
Sebelum sidang pembacaan putusan, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang mengirim tujuh papan bunga ke PN Batam pada Minggu malam. Di papan bunga itu, warga menuliskan harapan mereka untuk mendapat keadilan di PN Batam.
Perajin yang memasang papan ucapan itu, Arina (38), mengatakan, ia dan dua rekannya selesai memasang papan bunga itu pada Minggu pukul 22.00. Tujuh papan ucapan itu masing-masing terdiri dari dua bagian.
Namun, hanya beberapa jam setelah dipasang, tujuh papan ucapan hilang dan hanya menyisakan tiangnya. ”Senin sekitar pukul 01.00, saya terbangun karena teman yang bilang papan bunga yang saya sewakan itu diambil orang,” ujar Arina.
Di grup Whatsapp perajin bunga Batam, seorang kenalan Arina melihat sebuah pikap membawa 14 potong papan bunga. Orang itu kemudian mengejar pikap warna putih itu dan hendak mengingatkan bahwa papan bunga yang diangkut rawan jatuh karena tidak diikat.
”Tapi kata kawan saya mobil pikap itu malah tancap gas sampai tiga papan bunga yang mereka angkut itu jatuh di jalan,” kata Arina.
Karena merasa ada yang tidak beres, kawan Arina itu terus mengejar pikap putih itu. Namun, di sebuah tikungan, mobil kawan Arina dipepet sebuah SUV merah.
”Kata teman saya, mobil merah itu isinya tiga orang berbadan tegap. Teman saya jadi takut dan enggak ngejar pikap itu lagi,” ucapnya.
Tiga papan bunga yang tercecer di jalan itu dipasang lagi oleh Arina di depan PN Batam pada Senin siang. Ia mengaku rugi Rp 22 juta akibat 11 papan yang lain hilang.
”Baru kali ini di Batam papan bunga dicuri. Ini di depan pengadilan, lho, kok bisa hilang itu yang betul-betul kecewa,” katanya.
Setelah papan bunga yang dipasang warga Rempang dicuri, pada Senin pagi ada sekelompok orang yang memasang papan bunga lain. Di salah satu papan bunga baru itu tertulis ”Ingat Jangan Anarkis Kalau Tidak Ingin Masuk Penjara”.
Kepala Kepolisian Resor Kota Batam Rempang Galang (Barelang) Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto menyatakan, pihaknya belum mengetahui soal hilangnya papan ucapan warga. Polisi belum menerima laporan kehilangan dari warga ataupun pemilik papan bunga.
”Mungkin diambil yang buat papan bunga atau ditiup angin. Saya baru dengar informasi ini dari wartawan,” kata Nugroho di halaman PN Batam sebelum agenda pembacaan putusan.
Puluhan warga memadati PN Batam untuk memantau pembacaan putusan gugatan permohonan praperadilan 30 demonstran Rempang. Saat menunggu sidang, warga yang sebagian besar adalah perempuan melantunkan selawat dan menyanyikan Indonesia Raya.
Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang yang mendampingi warga terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Batam, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, dan Pusat Bantuan Hukum (PBH) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Batam.
Hanya beberapa jam setelah dipasang, tujuh papan ucapan hilang dan hanya menyisakan tiangnya.
Direktur LBH Mawar Saron Batam Mangara Sijabat menyatakan, pihaknya memohon praperadilan untuk menguji penetapan 30 warga menjadi tersangka dalam kericuhan 11 September. Pihak termohon adalah Polresta Barelang dan Polda Kepri.
”Yang kami dalilkan adalah penetapan 30 warga sebagai tersangka belum memenuhi bukti permulaan yang cukup,” ujar Mangara.
Pembacaan putusan dilakukan di tiga ruang sidang oleh tiga hakim tunggal. Para hakim yang memimpin sidang adalah Sapri Tarigan, Yudith Wirawan, dan Eddy Sameaputty.
”Menolak eksepsi para pemohon. Dalam pokok perkara, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya, membebankan biaya perkara kepada pemohon,” kata Yudith Irawan.
Menanggapi putusan tersebut, Mangara mengatakan, pihaknya menghormati putusan hakim. Ke depan, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang akan tetap mendampingi warga untuk menghadapi proses hukum selanjutnya.
”Kami menilai lonceng keadilan di PN Batam telah mati. Biarlah masyarakat ikut menilai apakah putusan hakim telah memenuhi rasa keadilan dan sesuai dengan teori hukum,” ucap Mangara.
Ratap kecewa puluhan anggota keluarga para demonstran pecah seusai hakim membacakan putusan. Para ibu mencoba menenangkan anak mereka yang menangis dan kebingungan.
Di luar gerbang pengadilan, Arina si perajin bunga masih duduk di trotoar menjaga tiga papan bunga yang tersisa. Ia khawatir papan ucapan warga kembali dicuri sebelum sidang pembacaan putusan selesai.
”(Papan) ini isinya cuma tulisan, lho, kenapa bisa hilang? Ini bikin saya takut karena kejadiannya di depan pengadilan. Mungkin sekarang kebebasan masyarakat untuk berekspresi tidak ada lagi,” ucapnya.