Karhutla di Palangkaraya Belum Usai, Udara Kembali Tidak Sehat
Tiga hari sudah Kota Palangkaraya kembali diselimuti jerubu akibat kebakaran hutan dan lahan. Padahal, sejumlah wilayah di Kalteng, termasuk Palangkaraya, sudah memasuki musim hujan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Selama tiga hari, Kota Palangkaraya diselimuti jerubu kebakaran hutan dan lahan. Kualitas udara pun bertahan di kategori tidak sehat. Muncul titik-titik api baru di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah, terutama di sekitar Kota Palangkaraya.
Kamis (2/11/2023) pagi, indeks standar pencemaran udara di Kota Palangkaraya kembali menunjukkan kualitas udara tidak sehat. PM 2.5 berada di angka 138. PM 2.5 di atas 100 artinya udara sudah tidak sehat dan berbahaya untuk dihirup manusia, bahkan hewan dan tumbuhan.
Siti Musdalifah (24), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, mengaku sudah mulai merasakan sesak saat bernapas. Selama tiga hari belakangan, ia juga terus menggunakan masker selama beraktivitas di luar rumah.
”Padahal sudah sempat hujan, begitu hujan pergi, asapnya datang lagi,” kata Siti.
Kebakaran di Kota Palangkaraya hanya terpantau di dua titik. Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Berlianto menjelaskan, dua titik api yang terpantau merupakan titik api lama yang kembali membara. Artinya, meski sudah dipadamkan dan diguyur hujan, dua titik yang berada di Kameloh Baru dan Sabaru itu masih menyimpan bara api.
”Namanya juga gambut, kalau tidak disiram terus pasti bisa kembali menyala. Paling tidak kembali berasap,” kata Berlianto.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng, dalam 24 jam terakhir tercatat setidaknya 360 titik panas yang tersebar di 14 kabupaten dan kota di Kalteng. Kejadian kebakaran yang terpantau petugas hanya 10 lokasi, sedangkan luas terbakar dalam 24 jam mencapai 32,271 hektar.
Selama 2023, dari sumber data yang sama, menunjukkan sudah terjadi 4.154 kebakaran dengan luas area yang terbakar mencapai 11.543 hektar. Berdasarkan citra satelit, BPBPK mencatat setidaknya 18.058 hektar terbakar dengan total 64.069 titik api yang terpantau.
Titik api baru
Kepala Pelaksana BPBPK Kalteng Ahmad Toyib menjelaskan, kabut asap bisa kembali menyelimuti Kota Palangkaraya lantaran masih terdapat titik api di dalam area Palangkaraya dan di sekelilingnya. Bahkan, di beberapa wilayah terdapat titik api baru yang sampai saat ini masih ditangani petugas untuk dipadamkan.
Pada Kamis sore, lanjut Toyib, terdapat tiga titik api baru di Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. Jarak dari Desa Pilang ke Palangkaraya hanya 48 kilometer atau sekitar 45 menit dari ibu kota Kalimantan Tengah tersebut.
”Ini titik api baru, bukan rambatan dari titik api yang lama. Jadi, lokasi baru, titik yang baru. Tiga titik ini baru muncul tiga hari yang lalu. Sampai saat ini masih bisa ditangani,” kata Toyib.
Toyib menambahkan, tiga titik tersebut dinilai sebagai penyumbang kabut asap di Kota Palangkaraya. Jika dilihat dari citra satelit, luas kebakaran di tiga titik tersebut mencapai kurang lebih 20 hektar atau 28 kali ukuran lapangan sepak bola internasional.
Sebelumnya, prakirawan cuaca dari Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Muhamad Ihsan Sidiq, menjelaskan, beberapa wilayah di Kalimantan Tengah sudah memasuki musim hujan, seperti di wilayah Kabupaten Katingan, wilayah Kotawaringin Timur bagian utara, Lamandau, Seruyan, dan Kabupaten Kotawaringin Barat bagian utara. Wilayah-wilayah tersebut sudah memasuki musim hujan sejak dasarian II Oktober.
Walakin, fenomena alam El Nino masih berada di tingkat moderat. Tingkatan ini bahkan jauh lebih tinggi dibanding 2019, di mana saat itu kebakaran hebat juga terjadi di seluruh wilayah Kalteng. ”Indeks anomali permukaan laut pada periode II Oktober 2023 sebesar +1,71 atau El Nino moderat,” kata Ihsan.