Dampak perubahan iklim telah memengaruhi sektor pertanian memerlukan upaya antisipasi. Peningkatan standardisasi pertanian padi dan produksi beras perlu didorong untuk tingkatkan kualitas dan produktivitas padi.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Lembaga penelitian dan pengembangan dari 17 negara penghasil padi bersama anggota International Rice Research Institute membahas peluang, tantangan, dan solusi dalam pengelolaan sistem pangan pertanian. Peningkatan standar pertanian padi dan produksi beras dinilai mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas serta dapat menjaga keberlangsungan produksi padi di tengah tantangan dampak perubahan iklim.
Para pihak yang bergabung dalam Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA), berkumpul di Kuta, Badung, Bali, Rabu (1/11/2023). Pertemuan tahunan ke-27 itu dilangsungkan hibrida dan diikuti lebih dari 30 partisipan, termasuk dari Indonesia.
Sekretaris Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Haris Syahbuddin mengatakan, negara-negara penghasil padi berupaya meningkatkan produksi berasnya masing-masing sebagai upaya memastikan ketahanan produksi pangan. ”Sejumlah tantangan tengah dihadapi, termasuk gangguan terhadap produksi padi akibat dampak perubahan iklim dan fenomena El Nino,” katanya dalam pembukaan 27th CORRA.
Pertemuan ke-27 CORRA mengagendakan pembahasan di antaranya penyuntingan genom (gene editing), diversifikasi produk beras, pertanian dengan input rendah (low input agriculture), dan pertanian sirkular serta nilai tambah beras.
Melalui kerja sama BSIP dengan IRRI, lebih dari 6.000 aksesi galur padi sudah dikelola sebagai upaya memperkuat penyediaan dan pengelolaan plasma nuftah untuk penyediaan sumber varietas padi baru. Dalam pertemuan juga didiskusikan dan disepakati upaya promosi dan adopsi praktik standar di bidang padi dan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas beras.
Dalam wawancara seusai acara pembukaan, Sekretaris BSIP Haris Syahbuddin mengatakan, beras menjadi komoditas strategis di dunia karena konsumsi beras yang tinggi, terutama di kawasan Asia. Haris menambahkan, pemanfaatan teknologi dan inovasi teknologi menjadi hal penting dalam upaya meningkatkan produksi padi, selain standardisasi mulai dari pengelolaan budi daya padi, penggunaan pupuk dan pestisida, dan pengelolaan pascapanen.
Standardisasi dalam pertanian padi menjadi penting serangkaian perhatian global mengenai dampak perubahan iklim. Selain itu, penerapan standar dalam pertanian padi juga berkaitan dengan upaya pengurangan emisi karbon atau dekarbonisasi, yang juga menjadi perhatian dunia.
”Dengan luas lahan sawah yang sangat besar, di Indonesia hampir 14 juta hektar yang dikelola setiap tahun, tentu penggunaan pupuk dan pestisida dalam budi daya padi akan berpengaruh juga terhadap emisi gas rumah kaca,” kata Haris.
Dari siaran pers BSIP disebutkan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyiapkan benih siap tanam bagi petani untuk mendukung pencapaian target produksi beras 3,5 juta ton hingga akhir 2023. Benih bersertifikat dan memenuhi standar berkontribusi dalam menjamin kelangsungan produksi padi dan juga untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas.
Dengan target peningkatan 3,5 juta ton itu, menurut Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Tanaman Pangan Priatna Sasmita, yang menjadi Ketua Pertemuan CORRA, menyebut produksi beras Indonesia mencapai 35 juta ton itu akan mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional. ”Kementerian Pertanian bersama IRRI terus menggali potensi produksi beras,” katanya.
Direktur Jenderal IRRI Ajay Kohli mengatakan, pihaknya berusaha memastikan produksi beras di negara-negara penghasil padi dapat dipertahankan dan ditingkatkan sesuai kondisi negara masing-masing. Penelitian dan pengembangan beras varietas baru yang lebih adaptif terhadap dampak perubahan iklim, juga dipercepat.
Ajay menambahkan, IRRI juga mengupayakan negara-negara penghasil padi dengan karakteristik pertanian skala kecil. Indonesia, misalnya, mendapatkan cara tepat dan sesuai dengan kondisi pertaniannya sehingga dapat mencapai peningkatan produksi beras. Penggunaan teknologi dan inovasi teknologi, termasuk pengembangan sistem kecerdasan buatan dalam budi daya pertanian memberikan optimisme dan sekaligus juga tantangan baru.
”Kami bekerja sama dalam IRRI melalui CORRA dan juga bersama para mitra,” katanya. Menurut Ajay, kerja sama dan kemitraan, yang kolaboratif, menjadi kebutuhan bagi setiap negara, terlebih dalam menghadapi dampak perubahan iklim, yang terjadi global. ”Karena tidak ada satu negara pun, yang dapat mengatasinya sendiri,” ujar Ajay.