Diduga Korban Kekerasan Seksual, Kematian Pelajar SD di Semarang Diselidiki
Kasus kematian anak dengan luka-luka pada kemaluan kembali terjadi di Kota Semarang, Jateng. Sebelumnya, dua pekan lalu kasus serupa juga terjadi. Polisi masih mendalami kasus yang diduga kekerasan seksual tersebut.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — DKW (11), pelajar sebuah sekolah dasar di Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah, meninggal dengan luka-luka di kemaluan dan anusnya, Rabu (1/11/2023). Polisi masih mendalami kasus tersebut untuk mengungkap dugaan kekerasan seksual yang menimpa bocah tersebut.
Pada Rabu, sekitar pukul 02.30 WIB, DKW yang sedang demam dibawa keluarganya untuk berobat di salah satu puskesmas di Semarang Timur. Setengah jam kemudian, kondisi DKW memburuk. Pelajar kelas VI itu lemas dan tak sadarkan diri.
Petugas puskesmas lantas merujuk DKW ke Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Sayangnya, saat tiba di RS Panti Wilasa Citarum, bocah itu sudah tak bernyawa.
”Berdasarkan pemeriksaan awal, pihak rumah sakit menemukan adanya kejanggalan, yakni luka serta perubahan bentuk pada anus dan robeknya selaput vagina korban. Selanjutnya, pihak rumah sakit menghubungi kepolisian,” kata Kepala Kepolisian Sektor Semarang Timur Inspektur Satu Iwan Kurniawan, Rabu.
Menurut Iwan, DKW sudah demam sejak Jumat (27/10/2023). Kendati demikian, ia baru dibawa berobat pada Rabu dini hari karena kondisinya terus menurun. Iwan belum mendapatkan informasi terkait penyebab DKW demam.
Hingga Rabu siang, polisi telah memeriksa sebanyak tiga orang sebagai saksi. Tiga orang itu adalah orang-orang yang sehari-hari tinggal bersama DKW, yakni ibu, ayah, dan kakak laki-lakinya.
Pada Rabu pagi, polisi melakukan olah tempat kejadian perkara di rumah DKW. Garis polisi juga dipasang di depan sebuah kamar di rumah tersebut.
”Di rumah korban ada dua kamar tidur. Jadi, sehari-hari, korban ini tidurnya kalau tidak sama ibunya, sama kakaknya atau sama bapaknya,” imbuh Iwan.
Kasus tersebut pun dilimpahkan ke Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. Pendalaman akan terus dilakukan untuk mengungkap fakta terkait kematian tersebut, termasuk dugaan kekerasan seksual terhadap DKW.
Setelah dari RS Panti Wilasa Citarum, jenazah DKW dibawa ke RS Dr Kariadi Semarang untuk diotopsi. Menurut Aditya Kandu, staf bagian Hubungan Masyarakat RS Dr Kariadi, otopsi dilakukan pada Rabu pukul 13.09 WIB. Hal itu karena pihak rumah sakit dan kepolisian menunggu persetujuan dari keluarga korban terlebih dahulu.
Sementara itu, Agus Dwi Cahyono, salah satu ketua rukun warga di Kecamatan Semarang Timur, mengaku sudah mendengar kabar kematian warganya tersebut. Hingga Rabu petang, warga masih menunggu kedatangan jenazah DKW yang sedang diotopsi di RS Dr Kariadi.
”Dimakamkan di mana dan kapan, kami belum tahu. Ini masih menunggu kepulangan jenazah dari RS Dr Kariadi. Berdasarkan informasi dari pihak keluarga, jenazah belum bisa dibawa pulang karena masih ada pemeriksaan. Sepertinya (ada hal yang) mengarah ke ranah hukum,” ucap Agus.
Menurut Agus, DKW adalah sosok yang biasa saja di lingkungannya. Ia kerap bermain dengan anak-anak seusianya di lingkungannya. Sebelum sakit beberapa hari lalu, Agus sempat melihat DKW bermain sepeda listrik bersama dua teman seusianya.
Bukan pertama
Kasus bocah meninggal dengan adanya luka pada kemaluannya pada Rabu bukanlah kasus yang pertama. Dua pekan lalu, kejadian serupa terjadi di Kecamatan Gayamsari. K (7), yang sedang menjalani perawatan akibat tuberkulosis, diperkosa oleh pamannya berulang-ulang.
Sepanjang Agustus hingga Oktober 2023, Ari Yulianto (22) mengaku telah memperkosa K sebanyak tujuh kali. Perbuatan itu dilakukan Ari di kamar yang sering dipakai K untuk tidur siang. K yang sedang terbaring lemah akibat penyakitnya tidak bisa melawan setiap kali Ari melakukan aksi bejatnya.
Berdasarkan pemeriksaan kepada sejumlah saksi, polisi mencurigai Ari. Kendati demikian, Ari menghindari undangan pemeriksaan dengan alasan sibuk mempersiapkan pemakaman K. Ari lantas ditangkap polisi di sela-sela pemakaman.
”Pelaku dijerat Pasal 76 E juncto Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman untuk pelaku paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun penjara,” kata Kepala Satreskrim Polrestabes Semarang Ajun Komisaris Besar Donny Sardo Lumbantoruan dalam keterangannya.