Adik Bunuh Kakak, Potret Beban Hidup Berat di Indramayu
Kakak yang tewas dibacok adiknya menambah deretan kasus pembunuhan yang korban dan pelakunya masih sekeluarga. Tragedi ini juga mengungkap beratnya beban hidup warga di Indramayu, lumbung pangan nasional.
Hidup Nurlaela berakhir di ujung golok adik kandungnya berinisial S. Tragedi ini tidak hanya menambah panjang deretan kasus pembunuhan yang korban dan pelakunya masih sekeluarga, tetapi juga mengungkap beratnya beban hidup warga di Indramayu, lumbung pangan nasional.
Garis polisi masih mengelilingi sudut jalan Gang Ujang di Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (24/10/2023) siang. Kembang dan daun pandan bertaburan di area itu, melapisi bekas bercak darah. Di sana, Nurlaela (44) tewas mengenaskan.
Ibu satu anak itu mengembuskan napas terakhir saat matahari mulai tenggelam, Senin (23/10/2023). Saat itu, Nurlaela Binta Carga cekcok dengan S (43), adiknya. Kedua saudara yang masih bertetangga ini adu mulut di depan rumah. Warga yang berdiam di rumah tidak tahu masalahnya.
Baca juga: Adik Bacok Kakak hingga Tewas di Indramayu, Motifnya Diduga Sakit Hati
Suara tinggi keduanya lalu lenyap. Ternyata, itu hanya sementara. S kembali ke kediamannya hanya untuk mengambil golok. Mengetahui itu, Nurlaela berlari keluar gang sekitar 30 meter. Namun, ia terjatuh dalam posisi menelungkup. S pun membacok tanpa ampun.
Mendengar teriakan Nurlaela, dua warga mencoba melerai. Bahkan, seorang ibu yang melihat peristiwa itu langsung pingsan. Akan tetapi, S gelap mata. Ia menjelma algojo bagi kakak kandungnya. Korban meninggal dengan luka tusukan di tangan, punggung, dan dadanya.
Sebelum dievakuasi ke rumah sakit, jenazah Nurlaela terbujur kaku di depan gang dengan berselimut sarung batik. Adapun S digelandang polisi ke Markas Kepolisian Sektor Tukdana. Peristiwa tragis ini menggemparkan warga setempat, tidak terkecuali pihak keluarga.
Untung Selamat (35), adik korban dan tersangka, mengakui, sempat menerima telepon warga soal pertengkaran kedua kakaknya tersebut. ”Saya sudah biasa dengar cekcok mulut itu. Jadi, biarin aja. Tapi, saya enggak kepikiran kejadian kemarin sampai sefatal ini,” ungkapnya.
Sayangnya, Untung yang tinggal di desa lainnya tidak sempat menyelamatkan kakaknya. Ia tidak tahu mengapa S tega membunuh Nurlaela. ”Kebanyakan (mereka cekcok) karena masalah keluarga. Bukan sama pelaku saja, korban juga bertengkar sama adiknya yang lain,” ujarnya.
Anak keempat dari lima bersaudara ini tidak merinci problem keluarga yang ia maksud. Namun, katanya, korban dan tersangka punya beban hidup yang tak ringan. ”Pelaku itu masih berobat jalan karena (gangguan) saraf. Saya yang temanin,” ucapnya sambil menunjukkan foto resep.
Di salinan resep itu tertera nama S dan tanggal pengambilan obat pada 23 Mei 2023 di sebuah apotek di Kota Cirebon. Harga obatnya mencapai Rp 900.000. Pengobatan itu, kata Untung, tidak rutin, tergantung ada tidaknya uang anak S. Maklum, bapak tiga anak itu kerja serabutan.
Kadang, S menggarap sawah orang dengan upah sekitar Rp 100.000 per hari. Namun, saat ini banyak sawah dibiarkan menganggur karena kekeringan. Desanya berjarak sekitar 17 kilometer dari Bendung Rentang. S juga kadang memancing ikan meski hasilnya tak menentu.
Beban perempuan
Beban berat juga dirasakan korban. Sekitar 13 tahun terakhir, korban yang menjadi ibu rumah tangga ini harus membesarkan anaknya seorang diri. Ia sudah bercerai dengan suaminya, orang Sudan. Nurlaela berjumpa kekasihnya itu saat merantau ke Arab Saudi awal 2000 silam.
Sekitar 10 tahun di Timur Tengah, Nurlaela bisa membangun rumah berkeramik dan membeli tanah orangtuanya untuk membiayai kuliah Untung. Namun, sulitnya lapangan pekerjaan membuat perempuan yang tidak lulus sekolah dasar ini sukar menata hidup di kampungnya.
Padahal, ia punya keterampilan berbahasa Inggris dan Arab. Jika menelepon mantan suaminya, Nurlaela memakai bahasa asing. Tapi, kata Untung, kakaknya hanya bisa bercakap (speaking), tetapi tidak mampu menuliskannya.
”Setelah bercerai, almarhumah masih ditransfer (uang) untuk anaknya. Pertama, waktu anaknya umur 6 bulan, dikirimi Rp 30 juta. Sekali kirim, enggak tentu. Bisa sebulan atau lebih. Terus, berkurang Rp 20 juta sekali ngirim. Turun lagi, Rp 10 juta. Terakhir, Rp 4 juta,” ungkapnya.
Untung tidak bisa banyak membantu kakaknya. Meski hanya dia yang sarjana di keluarganya, bapak satu anak ini juga punya tanggungan. Apalagi, ia mengaku sudah 15 tahun menjadi guru honorer dengan gaji Rp 500.000 per bulan. Itu pun kadang cair sekaligus dalam enam bulan.
Kedua saudara perempuannya yang sempat menjadi pekerja migran Indonesia juga masih berjuang menghidupi keluarganya masing-masing. Kini, Untung harus memikirkan nasib anak korban yang masih SMP dan tiga anak pelaku. ”Hubungan keluarga masih bagus,” ucapnya.
Kepala Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar mengatakan, tersangka membunuh korban karena sakit hati. ”Menurut keterangannya, cekcok disebabkan korban sering menjelek-jelekkan istrinya. Ini belum kesimpulan, kami akan menggali motifnya,” ucapnya.
Fahri juga akan berkoordinasi dengan penyidik terkait pemeriksaan kejiwaan tersangka yang tega membunuh kakaknya. ”Dari hasil pemeriksaan tersangka oleh penyidik, kami lihat sebenarnya (S) masih cukup jelas memberikan keterangan,” ungkapnya.
Tewasnya Nurlaela setelah dibacok adiknya menambah panjang kasus pembunuhan yang korban dan pelakunya masih keluarga. Sebelumnya, Polres Indramayu juga meringkus N (43) yang diduga kuat menjadi otak pembunuhan anak kandungnya, MR (13), awal Oktober lalu.
Kakek dan paman korban, yang berinisial W (70) dan S (24), bahkan ikut terlibat. Keduanya melukai korban, sedangkan N membuang MR ke saluran irigasi di Kecamatan Anjatan dalam kondisi tangan terikat serta luka di sejumlah bagian tubuh. Korban pun tewas.
Menurut polisi, motif pembunuhan itu diduga karena tersangka, yang sudah bercerai dengan ayah korban, mengklaim bahwa MR kerap membuat masalah. Adapun MR yang sudah putus sekolah kerap hidup menggelandang.
Tewasnya Nurlaela setelah dibacok adiknya menambah panjang kasus pembunuhan yang korban dan pelakunya masih keluarga.
Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Profesor Nandang Sambas, menilai, secara yuridis, kasus pembunuhan yang korban dan pelakunya masih satu keluarga itu termasuk pelanggaran hukum. Namun, di sisi lainnya, perilaku itu merupakan penyimpangan sosial yang irasional.
Sebab, seseorang seharusnya melindungi keluarganya, bukan malah menyakitinya. ”Penyebab (kasus pembunuhan itu) bisa karena beban berat dalam pribadi seseorang dan lingkungannya. Seperti, masalah ekonomi, psikologis, dan lainnya. Tapi, ekonomi paling dominan,” ujarnya.
Nandang pun menilai, penegakan hukum tidak cukup mencegah kasus serupa. ”Perlu sinergitas dari berbagai pihak agar menyehatkan kondisi sosial ini. Menyehatkan artinya menyejahterakan secara ekonomi, hingga membuat lingkungan dan informasi yang baik,” ujarnya.
Beban para pelaku dalam kasus ini juga mengungkap ironi Indramayu sebagai lumbung pangan. Dengan produksi padi 1,4 juta ton dari luas tanam 245.222 hektar tahun lalu, daerah berpenduduk 1,8 juta jiwa ini seharusnya tak sulit sejahtera. Namun, faktanya tak demikian.
Indramayu menjadi daerah termiskin di antara 27 kabupaten/kota di Jabar tahun lalu. Persentase penduduk miskin di daerah itu mencapai 12,77 persen, di atas rata-rata angka kemiskinan di Jabar, 8,06 persen. Lumbung pangan belum mampu menyelamatkan warga seperti Nurlaela.
Begitu pun dengan spanduk politisi yang ingin maju dalam Pemilihan Umum 2024. Hanya ada senyum dalam gambar yang tidak jauh dari rumah duka itu. ”Jangan-jangan, perilaku politisi ternyata menunjukkan (hal) kurang baik juga menambah pusing seseorang,” ucap Nandang.