Jadikan Pengungkapan Kasus Momentum Perbaikan KONI Sumsel
Dua dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Sumsel ke KONI Sumsel tak lama lagi menjalani persidangan. Pengungkapan kasus itu diharapkan memberi efek jera dan jadi momentum perbaikan KONI Sumsel.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS – Dua dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI Sumsel tak lama lagi akan menjalani tahap persidangan. Segenap insan olahraga Sumsel berharap pengungkapan kasus yang menelan kerugian negara Rp 5,2 miliar itu bisa memberikan efek jera dan menjadi momentum perbaikan di tubuh KONI Sumsel.
Kepala Kejati Sumsel Sarjono Turin, dalam konferensi pers di Palembang, Senin (30/10/2023), mengatakan, hasil penyidikan kepada dua dari tiga tersangka kasus itu sudah lengkap atau P21. Artinya, berkas perkara dua tersangka yang diketahui Kompas dengan identitas Suparman Roman (Sekretaris Umum KONI Sumsel yang saat perkara terjadi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan Ahmad Tahir (Ketua Harian KONI Sumsel 2020-2022) akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang.
Keduanya ditetapkan tersangka sejak 24 Agustus 2023 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Pakjo Palembang. Untuk satu tersangka lainnya, yang diketahui dengan identitas Hendri Zainuddin (Ketua KONI Sumsel 2020-2024) belum ada proses lanjutan. Bahkan, Hendri tidak ditahan meskipun sudah ditetapkan tersangka pada 4 September 2023. Adapun modus ketiga tersangka itu, yakni melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, khususnya tentang pencairan deposito dan uang atau dana hibah dari Pemprov Sumsel sekaligus pengadaan barang yang bersumber dari APBD 2021.
”Untuk perkara KONI Sumsel, sudah ditetapkan tiga tersangka, dua tersangka sudah P21. Dua tersangka itu sudah ditahan. Satu tersangka lagi belum (ditahan). Itu karena satu tersangka itu mendaftar sebagai caleg (calon anggota legislatif). Sesuai edaran Kejaksaan Agung, seseorang yang sudah dinyatakan sebagai caleg, proses hukumnya ditunda untuk sementara waktu sampai dengan pengumumannya. Tetapi, tersangkanya tetap tiga orang dan bisa berpotensi dikembangkan. Yang jelas, kasus ini tidak akan mundur,” ujar Sarjono.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari menuturkan, hasil penyidikan kepada dua tersangka itu sudah P21 di tingkat jaksa penuntut umum tetapi belum diformalkan. Dalam beberapa hari ke depan, berkas P21 itu akan disahkan sebelum masuk tahap selanjutnya, yakni persidangan.
Perbaikan tata kelola
Wakil Ketua III KONI Pusat yang ditunjukkan sebagai Pelaksana Tugas Ketua KONI Sumsel Andrie TU Soetarno menyampaikan, kasus itu menjadi momentum untuk perbaikan tata kelola di tubuh KONI Sumsel. Untuk itu, sejak ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua KONI Sumsel pada awal September lalu, dirinya berusaha mempercepat penyelenggaraan Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa dalam rangkan pemilihan Ketua KONI Sumsel yang baru pada akhir November.
Selain itu, Andrie merekomendasi pembenahan di sejumlah sektor, terutama keuangan dan pembinaan prestasi. Selama ini, titik permasalahan KONI Sumsel adalah sturuktur organisasi yang terlalu gemuk. Pada 2020, jumlah pengurusnya sempat mencapai 200an orang sebelum berkurang menjadi 150an orang.
Jumlah itu dinilai terlalu bengkak kalau dibandingkan pengurus KONI Pusat yang berjumlah 80an orang. ”Jumlah pengurus yang terlalu banyak akan menimbulkan banyak konflik kepentingan. Akibatnya, kinerja KONI Sumsel tidak maksimal. Idealnya, jumlah pengurus KONI provinsi itu hanya 75 orang, kalau mau lebih banyak disamakan saja dengan KONI Pusat yang 80an orang,” katanya.
Berikutnya, menurut Andrie, semua insan olahraga Sumsel harus kompak untuk memilih pengurus secara selektif agar didapat yang betul-betul punya dedikasi untuk memajukan olahraga Sumsel. Sejauh ini, belum ada nama yang mencalonkan diri sebagai Ketua KONI Sumsel. ”Yang jelas, dalam musyawarah nanti, kami akan pastikan pemilihan berlangsung sesuai AD/ART,” ujarnya.
Lama menderita
Sekretaris Umum Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Sumsel Zulfaini M Ropi mengatakan, selama ini, pengurus KONI Sumsel diisi oleh mantan politisi dan mantan pejabat yang bukan dari kalangan olahraga. KONI Sumsel tak lebih sebagai tempat mengisi masa tua atau kekosongan kegiatan orang-orang tersebut. Akibatnya, mereka tidak memiliki komitmen penuh untuk KONI Sumsel ataupun olahraga Sumsel.
Hal itu yang membuat prestasi olahraga Sumsel jalan di tempat walaupun memiliki fasilitas olahraga kelas internasional bekas Asian Games Jakarta-Palembang 2018 di Jakabaring, Palembang. Sumsel menempati urutan ke-21 dengan 6 emas, 11 perak, dan 14 perunggu pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat 2016 dan berada di peringkat ke-17 dengan 8 emas, 4 perak, dan 17 perunggu pada PON Papua 2021.
Betapa tidak, khususnya dalam empat tahun terakhir, KONI Sumsel tidak mendukung kegiatan inti untuk pemusatan latihan daerah, kejuaraan nasional, dan pelatihan pelatih. ”Empat tahun terakhir, kami dibuat tidak berdaya. Contohnya kami di atletik, karena anggaran sewa lapangan di Jakabaring tidak diberikan oleh KONI Sumsel, kami sempat dapat tagihan dari pengurus Jakabaring sebesar Rp 10 miliar sebelum 2021. Siapa yang mau bayar? Pelatih kami saja tidak ada gajinya,” ujar Zulfaini.
Atlet lari gawang 110 meter putra Sumsel Rio Maholtra menuturkan, menjelang PON Papua 2021, sejumlah rekan atlet di Palembang sempat turun ke jalan minta sumbangan ke masyarakat karena bonus prestasi Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) sebesar Rp 30 juta per atlet tidak dibayar, honor ditunggak sekitar enam bulan, dan peralatan pertandingan tak kunjung diberikan. Hingga kini, masalah klasik itu masih terjadi.
”Sehabis demo tahun 2021 itu, bonus Porwil baru dibayar setahun kemudian dan honor akhirnya dibayarkan tak lama dari demo. Tapi, sekarang, situasinya kembali berulang. Sudah 10 bulan ini, honor kami belum dibayar-bayar. Padahal, dari honor itulah, kami membeli peralatan latihan, seperti sepatu, kaos, dan suplemen. Beruntung kalau ada atlet yang punya pekerjaan lain, mereka masih bisa memenuhi kebutuhan dari gaji. Tapi, kalau cuma bergantung sebagai atlet, selesai sudah nasib mereka,” tutur Rio yang juga anggota Pasukan Pengaman Presiden tersebut.
Maka itu, Rio berharap, pengungkapan kasus korupsi di tubuh KONI Sumsel itu bisa memberikan efek jera. Para atlet ingin itu menjadi titik balik agar KONI Sumsel bisa betul-betul mendukung perkembangan prestasi olahraga Sumsel.
”Mudah-mudahan ke depan, yang menjadi pengurus KONI Sumsel adalah orang-orang yang tidak mencari keuntungan pribadi. Mudah-mudahan yang terpilih adalah orang-orang yang komitmen untuk mendukung kepentingan atlet, pelatih, dan kepelatihan. Jangan berharap prestasi kalau tidak pernah ada perhatian kepada pembinaan atlet,” katanya.