Cegah Hoaks, Bank Indonesia Intensifkan Komunikasi Publik
Informasi bohong dinilai masih marak beredar dan dipercaya sebagian masyarakat, termasuk hoaks terkait isu moneter. Bank Indonesia optimalkan komunikasi publik.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Bank Indonesia berupaya mengintensifkan penyampaian informasi terkait kebijakan moneter kepada publik. Selain untuk memberi pemahaman ke masyarakat, langkah ini dilakukan untuk menepis maraknya informasi bohong atau hoaks terkait isu moneter yang kini bermunculan.
”Demi memastikan masyarakat paham akan informasi moneter secara benar, maka dalam satu minggu, kami memilih hari-hari tertentu untuk terus menyampaikan informasi terkait hal yang sama secara berulang,” ujar Kepala Divisi Relasi Media Massa dan Opinion Maker Departemen Komunikasi Bank Indonesia Syachman Perdymer dalam paparannya di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (28/10/2023) malam.
Informasi yang dianggap penting dan harus disampaikan secara berulang tersebut, misalnya kebijakan terbaru dari Bank Indonesia dan nilai tukar rupiah. Upaya komunikasi publik itu dinilai penting karena saat ini beredar hoaks terkait moneter.
Sejumlah berita bohong yang beredar sebenarnya sangat aneh dan tidak logis, misalnya soal praktik penggandaan uang.
Menurut Syachman, sejumlah berita bohong yang beredar sebenarnya sangat aneh dan tidak logis, misalnya soal praktik penggandaan uang. Dia menyayangkan informasi itu dipercaya begitu saja oleh sebagian masyarakat.
”Isu tentang praktik penggandaan uang masih saja ada, diklaim oleh sejumlah pelaku di berbagai tempat. Sekalipun sebenarnya menjadi modus penipuan, penggandaan uang ini tetap saja masih menimbulkan korban dan merugikan banyak orang,” ujarnya dalam kegiatan capacity building wartawan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta di sebuah hotel di Kuta, Bali.
Terkait dengan isu penggandaan uang ini, kata Syachman, pihaknya berupaya memberikan pencerahan, sosialisasi tentang proses pencetakan rupiah, kebijakan BI terkait peredaran uang, dan bagaimana cara mengenali uang palsu.
Komunikasi atau penyampaian informasi kepada publik, menurut dia, menjadi hal yang wajib untuk dilakukan secara intens. Sebab, di era digital seperti sekarang, banyak isu dan berita yang berlimpah dan bermunculan dari mana saja sehingga masyarakat semakin sulit untuk membedakan mana yang benar dan yang salah.
Kesalahpahaman terkait isu moneter tersebut seringkali terjadi karena adanya gap literasi.
Kepala Tim Implementasi Kebijakan Ekonomi Keuangan Daerah BI DIY Rifat Pasha mengatakan, kesalahpahaman terkait isu moneter tersebut seringkali terjadi karena adanya gap literasi. Adapun gap literasi yang dimaksudkan adalah perbedaan pemahaman dari sebagian kalangan terhadap isu.
Sebagai contoh, sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa kenaikan harga dari bahan pokok tertentu bisa langsung memicu inflasi. Padahal, kondisi tersebut tidak bisa serta merta terjadi karena dalam penghitungan inflasi ada banyak hal dan banyak komoditas lain yang harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu, terkait upaya penyampaian informasi yang benar tersebut, kata Rifat, BI juga menggelar pendidikan dan pelatihan terkait aspek-aspek teknis dalam penyusunan kebijakan BI bagi para jurnalis.
”Dengan memberikan pemahaman terkait aspek-aspek teknis tersebut, kami berharap kalangan media pun bisa menyampaikan informasi tentang kebijakan BI yang bisa dengan mudah dipahami, ditangkap oleh masyarakat,” ujarnya.
Selain memberikan pelatihan dan konferensi pers kepada wartawan, BI juga terus intens menggelar sosialisasi, penyampaian informasi melalui rilis, dan infografis di media sosial. Dalam hal ini, sasaran penting dalam penyampaian informasi di jagad maya ini adalah kalangan generasi Z.
Corporate Creative Director Katadata, Lambok E Hutabarat mengatakan, penyampaian informasi melalui data visual menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh setiap lembaga, instansi, bahkan media. Sebab, sejumlah penelitian membuktikan bahwa manusia bisa menyerap informasi 60.000 kali lebih cepat data yang disampaikan secara visual dibandingkan dengan yang disampaikan sekadar dalam teks.
Namun, agar setiap informasi yang kompleks tersebut bisa benar-benar dipahami dengan cepat dan mudah, visualisasi data tersebut juga harus dilakukan dengan cermat dan memakai kaidah-kaidah tertentu. Dalam hal ini, kaidah yang harus diperhatikan adalah memakai bahasa, cara bertutur sederhana, logis, ada hierarki informasi, dan pemakaian foto serta ilustrasi tepat guna.