Palembang Kembali Diselimuti Kabut Asap dari Kebakaran Lahan
Akibat kabut asap, Palembang nyaris memutih dengan jarak pandang sangat terbatas dan tercium aroma sangit pekat.
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang kembali menyelimuti Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (28/10/2023).
PALEMBANG, KOMPAS — Setelah langit membiru dan udara lebih segar karena hujan deras beberapa kali di wilayah Palembang dan sekitarnya, kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan kembali muncul serta menyelimuti Palembang, Sumatera Selatan, dua hari terakhir. Bahkan, jarak pandang sekitar 20 meter dan tercium aroma sangit yang menyesakkan dada.
Efek kebakaran lahan kembali terasa di Palembang sejak Jumat (27/10/2023) pagi. Aroma sangit sudah begitu terasa menyesakkan dada walaupun berada dalam rumah dengan semua pintu tertutup. Di luar rumah, langit dan jalanan dipenuhi kabut asap putih tipis. Jarak pandang tak lebih dari 50 meter.
Memasuki Sabtu (28/10/2023), ternyata situasinya semakin parah. Aroma sangit jauh lebih pekat dan jarak pandang di luar rumah hanya 20-30 meter.
Baca juga: Pertaruhan Nyawa demi Memadamkan Lahan Gambut Sumatera Selatan
Menurut laman Ispu.menlhk.go.id, Sabtu pukul 16.25, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Palembang menembus angka 318 yang artinya berbahaya. ISPU di Palembang menjadi yang terburuk kedua di Indonesia. Sebaliknya, Kabupaten Ogan Ilir yang berada sekitar 60 kilometer ke arah selatan barat daya dari Palembang menjadi daerah dengan ISPU terburuk di Indonesia, yakni mencapai angka 325.
Hal itu sangat bertolak belakang dengan kondisi beberapa hari sebelumnya. Setidaknya, dari Senin (23/10/2023) hingga Rabu (25/10/2023), langit Palembang sudah lebih cerah dan udara jauh lebih segar. Bahkan, berdasarkan Ispu.menlhk.go.id, Selasa (24/10/2023) pukul 15.00, ISPU Palembang berada di angka 98 atau berkualitas sedang.
Kebakaran gambut
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan M Iqbal Alisyahbana mengatakan, kabut asap yang kembali menyelimuti Palembang tak lepas dari dampak kebakaran lahan yang belum jua bisa dipadamkan. Hal itu diperkuat data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan Sumatera Selatan masih menjadi salah satu provinsi dengan sebaran titik panas (hotspot) terbanyak di Indonesia.
Dari data, titik panas dengan kepercayaan rendah berjumlah 29, kepercayaan sedang 718, dan kepercayaan tinggi 10. Sebagian besar titik panas itu berada di lahan gambut wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir. Kebakaran terparah terjadi di lahan gambut kawasan Jungkal, Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain gambut yang dalam, akses lokasi yang sulit, pasokan air terbatas, dan angin kencang. Walau bagian permukaannya sudah basah, bagian dalam gambut itu tetap terbakar. Lama-lama, api dari bawah itu naik lagi ke atas. (M Iqbal Alisyahbana)
Citra satelit dari laman Sipongi.menlhk.go.id per pukul 17.00 memperlihatkan, gambut di kawasan itu menghitam dan memunculkan asap. Kebakaran itu sulit dipadamkan karena gambutnya cukup dalam dengan variasi dari 4 meter hingga 12 meter. Adapun tim pemadam gabungan BPBD, Manggala Agni, dan TNI/Polri telah berusaha memadamkan dari darat dan udara dalam dua bulan terakhir.
”Karena banyak faktor, kebakaran itu tetap sulit dipadamkan. Faktor-faktor penyebabnya antara lain gambut yang dalam, akses lokasi yang sulit, pasokan air terbatas, dan angin kencang. Walau bagian permukaannya sudah basah, bagian dalam gambut itu tetap terbakar. Lama-lama, api dari bawah itu naik lagi ke atas,” ujar Iqbal.
Baca juga: Horornya ”Silent Hill” Ada di Sumatera Selatan
Iqbal menuturkan, gambut itu bisa betul-betul padam kalau terendam air yang artinya butuh hujan deras yang merata di sana. Maka dari itu, selain proses pemadaman langsung, BPBD Sumatera Selatan berharap efek dari pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dari bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). TMC mulai digunakan di Sumatera Selatan sejak 9 Juni 2023 dan terus diperpanjang hingga sekarang.
”Alhamdulillah, kita masih dibantu TMC yang kemarin penggunaannya kembali diperpanjang dari 28 Oktober hingga 4 November. Mudah-mudahan, sebagaimana prediksi BMKG, pertumbuhan awan hujan lebih dari 70 persen sepanjang 31 Oktober hingga 4 November. Semoga, itu bisa membantu TMC untuk meningkatkan intensitas hujan di Sumatera Selatan guna menangani kebakaran di lahan-lahan gambut,” katanya.
Kepala Manggala Agni Daops Sumatera 14 Banyuasin Mauludin mengatakan, kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan dalam satu hari. Butuh waktu berhari-hari untuk memadamkannya hingga tuntas, dengan syarat lahan gambut itu tidak terlalu dalam dan tersedia sumber air yang cukup untuk menyiramnya.
”Masalahnya, sekarang, hujan belum turun merata di sini. Itu membuat pemadaman menjadi lebih sulit karena sumber air semakin berkurang,” tuturnya di tengah tugas memadamkan lahan gambut di kawasan Palem Raya, Indralaya Utara, Ogan Ilir.
Curah hujan menurun
Koordinator BMKG Sumatera Selatan Wandayantolis menyampaikan, curah hujan menurun terutama di wilayah timur Sumatera Selatan, sementara peningkatan titik panas dipicu kebakaran hutan dan lahan di Ogan Komering Ilir. Meluasnya titik panas memicu peningkatan asap yang terbawa ke Palembang dan sekitarnya.
Pantauan Kompas dua hari terakhir, kabut asap mulai muncul di Palembang pada malam hari dan semakin parah menjelang pagi hingga pukul 09.00. Menjelang siang hingga sore hari, kabut itu agak berkurang sedikit, tetapi jarak pandang terbatas.
Hal itu diperkuat data BMKG mengenai Konsentrasi Partikulat PM 2,5 di Palembang per pukul 17.30. Partikulat padat atau cari yang merupakan indikasi adanya asap di Palembang menembus angkat lebih dari 240 mikrogram/m3 atau berbahaya mulai pukul 00.00. Angka itu turun ke 225,60 mikrogram/m3 dan 210,20 mikrogram/m3 antara pukul 03.00 dan pukul 04.00.
Kendati demikian, angka itu meningkat kembali melebihi 240 mikrogram/m3 pada pukul 05.00. Lalu, angkanya terus beranjak melebihi 400 mikrogram/m3 antara pukul 06.00 dan pukul 08.00 sebelum berangsur turun ke 379,70 mikrogram/m3 pada pukul 09.00, serta jatuh ke 83,80 mikrogram/m3 mulai pukul 10.00.
Merujuk laman Ispu.menlhk.go.id per pukul 17.20, arah angin bergerak dari arah tenggara menuju utara barat laut. Hal itu membuat asap dari sebagian besar titik panas yang berada di tenggara Palembang dan Ogan Ilir berembus ke dua wilayah tersebut.
Baca juga: Kebakaran Lahan Memperburuk Kualitas Udara di Palembang
Menurut Wandayantolis, asap lebih pekat saat malam dan pagi hari karena tidak ada penyiraman air dari udara (water bombing) pada malam hari. Selain itu, kemampuan pemadaman darat pada malam hari tidak secepat pada siang hari. Itu menyebabkan laju penjalaran api menjadi lebih cepat di malam hari.
Di sisi lain, pada malam hari, kecepatan angin jauh lebih rendah. Untuk itu, asap yang terbawa dari lokasi sumber kebakaran tidak mudah pergi dari wilayah yang terdampak. ”Pada siang hari, ketika angin mulai lebih kencang, asap tersebut lebih mudah terbawa ke tempat yang lebih jauh,” katanya.