Pertaruhan Nyawa demi Memadamkan Lahan Gambut Sumatera Selatan
Jangan anggap remeh pemadaman lahan gambut sekalipun wilayah yang terbakar kecil. Gambut yang sulit dipadamkan dan labil bisa mengancam nyawa petugas. Mereka bisa terperosok ke dalam tanah hingga tertimpa pohon rapuh.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Jangan pernah anggap remeh pemadaman lahan gambut sekalipun wilayah yang terbakar kecil. Rongga di bawah permukaan gambut membuat api sulit dipadamkan, mustahil bisa padam dalam sehari. Selain itu, lahan gambut yang tidak stabil bisa mengancam nyawa petugas pemadam karena terperosok ke dalam tanah yang membara hingga tertimpa pepohonan yang rapuh.
”Awas-awas, cepat ke sini,” ujar Masri, Kepala Regu 1 Manggala Agni Daops Sumatera 14 Banyuasin, dengan terburu-buru kepada Kompas yang sedang mewawancarainya di lokasi kebakaran lahan gambut di wilayah Desa Palem Raya, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (25/10/2023).
Seketika, Kompas langsung bergerak ke arah Masri yang berada persis di depan. Hanya dalam hitungan detik, pohon dengan enam cabang yang masing-masing berdiameter sekitar 15 sentimeter dan tinggi lebih kurang 5 meter tumbang di tempat Kompas berdiri sebelumnya. Andai terlambat, tertimpa pohon yang cukup berat itu pasti akan berakibat fatal.
”Beginilah tantangan setiap pemadaman di lapangan. Utamanya di lahan gambut, kita harus lebih berhati-hati. Selain bisa terperosok ke dalam tanah yang masih terbakar, kita bisa tertimpa pohon yang bisa ambruk sewaktu-waktu. Itu karena akar pohon sudah terbakar sehingga tidak kuat lagi menopang. Makanya, kita harus sering melihat ke atas, melihat pohon yang mulai miring. Sudah ada pengalaman seperti di Jambi (23 Agustus 2019), ada petugas pemadam meninggal karena tertimpa pohon (di Tahura Senami, Kabupaten Batanghari),” kata Masri.
Lokasi kebakaran lahan gambut itu berada di antara kebun sawit yang berjarak sekitar 2 kilometer dari jalan nasional yang menghubungkan Palembang-Indralaya. Kebakaran itu pertama kali terpantau oleh patroli udara 5-7 hari lalu. Kebakaran diduga akibat ulah manusia.
”Luas wilayah yang terbakar terus membesar dari awalnya 2 hektar menjadi lebih kurang 3,2 hektar saat ini,” ucap Kepala Manggala Agni Daops Sumatera 14 Banyuasin Mauludin.
Tingkat kesulitan
Petugas pemadam yang hari itu berjumlah 15 orang sudah berjibaku sejak pukul 09.00 WIB. Mereka sejatinya sudah berkali-kali menyiram lokasi kebakaran itu hingga membuat tanah permukaan gembur bak bubur. Asap yang membuat perih mata dan menyesakkan dada itu hilang usai disiram.
Setelah berpindah untuk menyiram lokasi lain, tak seberapa lama, lokasi sebelumnya yang baru saja disiram sudah kembali mengeluarkan asap. Selain itu, tanah yang sudah sangat basah tetap mengeluarkan hawa panas. Harus ekstra hati-hati untuk berjalan di atas lahan tersebut. Gambut yang tidak stabil menjadi lebih labil usai terbakar dan disiram air.
Saat terperosok dan tidak menggunakan sepatu bot yang tahan panas, kaki langsung terasa terbakar karena air yang baru saja membasahi tanah permukaan sudah mendidih dan tanah di dalamnya masih menyimpan bara api.
Bagian permukaannya sudah disiram sampai menjadi bubur tetapi asap tetap muncul lagi. Itu karena air di permukaan tidak menyerap hingga ke bagian bawahnya. Api di bagian bawah terus menyala memakan bahan yang belum terbakar.
Selain harus waspada agar tidak terperosok, orang-orang yang berada di sekitar lokasi itu mesti waspada dengan potensi pohon tumbang. Bahkan, semua petugas terus mengingatkan agar berhati-hati dengan pohon yang mulai miring. Hari itu, lebih dari lima pohon yang sudah berjatuhan karena akarnya telah hangus menjadi arang.
”Sebenarnya, lahan gambut ini tidak terlalu dalam, sekitar 1,5 meter. Namun, tetap tidak mudah untuk memadamkannya. Lihatlah sekarang, bagian permukaannya sudah disiram sampai menjadi bubur tetapi asap tetap muncul lagi. Itu karena air di permukaan tidak menyerap hingga ke bagian bawahnya. Api di bagian bawah terus menyala memakan bahan yang belum terbakar,” tutur Masri.
Di sisi lain, arah angin juga harus jeli untuk diamati. Pemadaman mesti dilakukan dari arah ekor api agar tidak terjebak oleh embusan asap dan potensi api membesar karena ditiup angin kencang yang bisa datang tiba-tiba. ”Tahun 2016 di kawasan Riau, ada anggota TNI yang meninggal karena terkepung asap dan api yang membesar,” ujar Masri.
Strategi khusus
Karena tingkat kesulitan yang tinggi, menurut Masri, pemadaman lahan gambut harus dilakukan dengan strategi khusus. Para petugas harus lebih sabar karena pemadaman tidak mungkin selesai dalam sehari. Agar wilayah kebakaran tidak semakin meluas, petugas mesti fokus untuk menyekat lokasi terbakar di setiap sesi pemadaman yang dilakukan pukul 09.00-18.00 per hari.
”Cara itu terus diulang untuk membatasi pergerakan api dan benar-benar membasahi semua lahan yang terbakar,” kata Masri.
Namun, strategi itu tidak bisa sepenuhnya berjalan mulus. Sumber air terdekat sangat terbatas karena hujan belum turun merata dengan waktu yang lama di lokasi kebakaran tersebut. Air dari parit atau kanal yang berada di dekat lokasi itu pun habis usai disedot terus-menerus. Petugas hanya berharap air parit itu bisa terisi kembali untuk pemadaman hari berikutnya. Kalau tidak, mereka harus mencari sumber air yang lain.
Untuk itu, proses pemadaman berlangsung cukup lama sejak 5-7 hari yang lalu. Demi menuntaskannya, para petugas dari Manggala Agni yang berjumlah 30 orang tidak pulang ke rumah. Kini, mereka pulang ke posko terdekat untuk memudahkan mobilisasi kembali ke lokasi kebakaran.
”Karena yang terbakar lahan gambut, pemadaman tidak bisa melalui udara menggunakan helikopter yang sifatnya hanya membasahi bagian permukaan,” kata Mauludin.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Selatan M Iqbal Alisyahbana mengatakan, lahan gambut menjadi lokasi kebakaran yang paling sulit dijinakkan. Selain di Ogan Ilir, kebakaran gambut di daerah Jungkal, Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir, belum juga padam dalam dua bulan terakhir. Itu karena kedalaman gambutnya mencapai 4-12 meter.
”Saat ini, teman-teman di lapangan berupaya untuk meminimalisasi dampak risiko dari kebakaran. Kalau untuk padam sepenuhnya, kita berharap segera turun hujan yang merata,” ujar Iqbal.
Meski bertugas dengan mempertaruhkan nyawa, para petugas lapangan tetap berkomitmen pantang pulang sebelum kebakaran padam. Bagi mereka, ada kepuasan tersendiri ketika berhasil mengakhiri sekecil apa pun kebakaran tersebut.