Kesadaran Pengaduan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Jabar Melonjak
Tingkat kesadaran warga di Jawa Barat untuk melaporkan kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin tinggi pada tahun 2023.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pengaduan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Jawa Barat mencapai ribuan kasus pada tahun ini. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang menjadi korban untuk melaporkan kasus tersebut semakin tinggi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat Siska Gerfianti di Bandung, Jumat (27/10/2023), memaparkan, data kasus kekerasan berdasarkan pengaduan dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak di Jawa Barat mencapai 1.932 laporan. Data ini hingga bulan September 2023.
Sementara untuk pengaduan ke DP3AKB Jawa Barat, lanjut Siska, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak telah mencapai 579 kasus hingga tahun ini. Sebanyak 288 dari 579 kasus ini merupakan kasus kekerasan terhadap perempuan.
”Sebanyak 49,7 persen kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke DP3AKB Jawa Barat. Hal ini menunjukkan kasus kekerasan masih tinggi hingga kini,” kata Siska.
Ia menuturkan, masyarakat di Jabar yang keluarganya menjadi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin berani melaporkan kepada pihak yang berwenang. Mereka tak lagi menganggap masalah ini sebagai aib yang harus ditutupi.
”Tingginya angka pengaduan merupakan hasil kerja keras kami bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan berbagai elemen masyarakat. Kami tidak pernah berhenti untuk menyosialisasikan pentingnya melapor apabila menjadi korban kekerasan,” ungkap Siska.
Ia menambahkan, Pemprov Jawa Barat telah memiliki regulasi daerah untuk melindungi perempuan dan anak. Salah satunya adalah Perda Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan.
UPTD PPA Jawa Barat telah menyiapkan rumah aman bagi korban yang mengalami kekerasan.
”Sejumlah program perlindungan perempuan dan anak yang telah berjalan di Jabar antara lain Jabar Cekas (Cegah Kekerasan), Pusat Pembelajaran Keluarga, dan Stop Pernikahan Anak. Kami juga rutin mengedukasi masyarakat melalui media sosial,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat Anjar Yusdinar memaparkan, mayoritas korban mengalami bentuk kekerasan psikis dan fisik. Bahkan, ada korban yang mengalami beberapa bentuk kekerasan secara bersamaan.
”UPTD PPA Jawa Barat telah menyiapkan rumah aman bagi korban yang mengalami kekerasan. Di tempat itu, kami akan selalu mendampingi korban dan memberikan layanan dokter serta psikolog tanpa dipungut biaya,” ucap Anjar.
Ketua II Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Nenny Kencanawati mengatakan, tren pelaporan kasus yang meningkat dapat mengungkap masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak yang selama ini masih disembunyikan. Adapun Puspaga menjadi salah satu mitra Pemprov Jawa Barat untuk pendampingan yang menjadi korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak.
Nenny menyatakan pihaknya turut mendorong korban agar berani melaporkan masalah kekerasan yang dialaminya. Adapun Puspaga telah tersebar di 18 kabupaten dan 9 kota.
”Puspaga telah bersinergi dengan pemerintah daerah dan pihak kepolisian. Kami akan memberikan informasi kepada pihak berwajib ketika korban mengalami tindakan kekerasan yang melanggar hukum,” ujar Nenny.