Jabar Cekas, Kolaborasi Cegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan kampanye Berani Cegah Tindakan Kekerasan atau Jabar Cekas di Kota Depok, Jumat (8/4/2022). Gerakan ini diharapkan menurunkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan kampanye Berani Cegah Tindakan Kekerasan atau Jabar Cekas di SMA Negeri 4 Kota Depok, Jumat (8/4/2022). Gerakan kolaborasi sejumlah pihak itu berupaya mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
”Kita akui, di lingkungan terdekat kita, di provinsi kita, kekerasan (terhadap) perempuan dan anak itu ternyata masih banyak,” ucap Gubernur Jabar Ridwan Kamil setelah meluncurkan Jabar Cekas yang disiarkan via daring. Cekas berasal dari bahasa Sunda yang berarti tegas atau jelas.
Berdasarkan data Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Jabar, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi itu pada 2021 mencapai 505 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni 389 kasus, termasuk kekerasan seksual.
Salah satu kasus terbaru yang menyita perhatian publik adalah Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa belasan santriwati di Kota Bandung. Berdasarkan putusan banding di Pengadilan Tinggi Bandung, pelaku yang menghamili beberapa santrinya ini dijatuhi hukuman mati.
Menurut Emil, sapaan Ridwan Kamil, kasus kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk institusi pendidikan. Oleh karena itu, pihaknya mengumpulkan semua pemangku kebijakan untuk berkomitmen mencegah kekerasan berulang di provinsi berpenduduk hampir 50 juta jiwa itu.
Gerakan itu, antara lain, mengampanyekan pentingnya semua pihak berani bicara, melaporkan, menolak, dan melawan kasus kekerasan. Publik juga didorong melindungi dan berpihak kepada korban. Gerakan ini direncanakan melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, pebisnis, dan media.
”Program ini sebenarnya sudah ada. Hanya gaungnya, kolaborasinya, dan mayoritas masih berada di peran negara. Sekarang, harus dibalik. Sebab, membangun peradaban ini bukan peran pemerintah saja,” ucap Emil. Ia menambahkan, sebelumnya, pencegahan kasus belum dilakukan lintas sektor.
Dokumen ini turunannya ada anggaran, dibikin tim oleh wali kota dan bupatinya, serta membuat gerakan-gerakan yang terstruktur. Sosialisasinya nanti masif hingga RT.
Emil memaparkan, gubernur bertanggung jawab atas berlangsungnya Jabar Cekas di tingkat provinsi. Adapun kampanye di tingkat kabupaten/kota harus atas perhatian wali kota ataupun bupati. Penanganan kasus kekerasan dilakukan oleh unit perlindungan perempuan dan anak.
Menurut dia, kepala daerah di Jabar ikut berkomitmen menandatangani pencegahan kekerasan. ”Dokumen ini turunannya ada anggaran, dibikin tim oleh wali kota dan bupatinya, serta membuat gerakan-gerakan yang terstruktur. Sosialisasinya nanti masif hingga RT,” ujarnya.
Emil menambahkan, dinas pendidikan provinsi bertanggung jawab mengawasi pencegahan kasus kekerasan di sekolah menengah atas. Disdik kabupaten/kota harus mengawasi SMP dan SD. Adapun madrasah dan pesantren menjadi tanggung jawab kantor kementerian agama di wilayah itu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jabar I Gusti Agung Kim Fajar memastikan, Jabar Cekas berisi kegiatan bimbingan teknis hingga sosialisasi pencegahan kekerasan. ”Gerakan ini tidak berhenti di sini, tetapi berlanjut,” katanya.
I Gusti Agung memaparkan, target gerakan itu, antara lain, terbentuknya satu madrasah dan pondok pesantren percontohan yang ramah anak di setiap kabupaten/kota. Pihaknya juga bakal memperkuat jejaring dengan organisasi pemerhati perempuan dan anak, hingga tokoh agama.
Secara terpisah, Sa’adah, Manajer Program Women Crisis Center Mawar Balqis (organisasi yang fokus pendampingan perempuan dan anak), sepakat, penanganan kasus kekerasan membutuhkan peran banyak pihak. Pemda, lanjutnya, perlu mendekatkan akses layanan kepada korban.
Pemerintah juga harus menyiapkan sumber daya manusia berperspektif keadilan jender dan berpihak kepada korban. Adapun masyarakat diharapkan tidak memberikan stigma negatif kepada korban dan keluarganya. ”Menyalahkan korban akan memperburuk keadaan,” ucapnya.