Setelah Kartu Kuning UNESCO, Perbaikan Menyeluruh Geopark Kaldera Toba Mendesak Dilakukan
Pegiat Danau Toba meminta dilakukan tindakan cepat untuk memperbaiki Geopark Kaldera Toba yang mendapat kartu kuning dari UNESCO. Perlu dilakukan reorganisasi badan pengelola dan membangun ekonomi masyarakat lokal.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pegiat Danau Toba meminta agar dilakukan tindakan cepat untuk memperbaiki Geopark Kaldera Toba yang mendapat kartu kuning dari UNESCO. Pemerintah Provinsi Sumut harus melakukan reorganisasi badan pengelola, meningkatkan anggaran, membangun ekonomi berbasis masyarakat lokal, serta melakukan konservasi dan edukasi di kawasan.
Para pegiat Geopark Kaldera Toba menyampaikan hal tersebut saat beraudiensi dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Baskami Ginting, di Medan, Rabu (25/10/2023). Hadir pegiat lingkungan hidup Wilmar E Simandjorang, ahli perencanaan Budi Sinulingga, pegiat pariwisata Ombang Siboro, ahli geologi Jonathan Tarigan, dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Sumut Zumri Sulthony.
”Pertemuan ini akan saya sampaikan kepada Penjabat Gubernur Sumut Hassanudin. Persoalan peringatan kartu kuning dari UNESCO harus ditindaklanjuti, khususnya reorganisasi dan pergantian pengurus,” kata Baskami.
Geopark Kaldera Toba diterima menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGGp) melalui Sidang Ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Perancis, 7 Juli 2020. Keanggotaan mendorong pembangunan berbasis tiga pilar, yakni pemberdayaan masyarakat lokal, edukasi, dan konservasi. UGGp terdiri atas tiga unsur, yakni geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Setelah tim asesor melakukan validasi ulang, UNESCO memberikan peringatan kartu kuning pada Geopark Kaldera Toba pada September 2023. Kartu kuning membatasi periode pembaruan dua tahun dari seharusnya empat tahun. Anggota UGGp yang mendapat kartu kuning juga harus melaksanakan rekomendasi Dewan Eksekutif UNESCO. Jika tidak, keanggotaannya terancam dicabut.
Wilmar mengatakan, pembangunan berbasis UNESCO Global Geopark dapat menjadikan Danau Toba sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia, khususnya di bidang geologi. Keajaibannya menjadi daya tarik sangat besar bagi ilmu pengetahuan. Kaldera Toba tercipta dari letusan supervulkanik Gunung Api Toba purba 74.000 tahun lalu. Letusan terdahsyat di bumi dalam 2,5 juta tahun terakhir itu mengubah kehidupan.
”Geopark Kaldera Toba dapat menjadikan Danau Toba sebagai pusat ilmu pengetahuan, penelitian, dan konservasi geologi. Ekonomi masyarakat lokal akan berkembang. Kemajuan pariwisata hanya bonus dalam pembangunan ini,” kata Wilmar yang juga Koordinator Bidang Edukasi, Penelitian, dan Pengembangan Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) ini.
Budi mengatakan, BP UGGp hampir tidak ada program sama sekali sejak 2020. Jumlah pengurus badan pengelola sangat gemuk mencapai 86 orang. Padahal, anggarannya sangat minim. ”Untuk 2024 bahkan tidak ada anggaran kegiatan sama sekali, hanya ada honor pengurus,” ujar Budi.
Peraturan Gubernur Sumut Nomor 48 Tahun 2020 Tentang BP TCUGGp perlu direvisi untuk membentuk organisasi yang lebih ramping dan kuat. Selama ini, ketua umum badan pengelola dijabat secara otomatis (ex officio) oleh Kepala Disbudpar Sumut. Budi mendorong agar ketua umum berasal dari kalangan profesional.
Badan pengelola yang saat ini berada di bawah Disbudpar Sumut juga diminta untuk dibuat independen atau langsung di bawah Gubernur. “Anggarannya juga sebaiknya dibuat dengan sistem hibah sehingga perencanaan lebih leluasa, tidak tersandera birokrasi,” kata Budi.
Ekonomi masyarakat lokal
Ombang Siboro, yang juga Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (Asppi) Kabupaten Samosir, mengatakan, prinsip pembangunan yang paling didorong UNESCO adalah peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Potensi pengembangannya sangat besar mengingat ada 16 geositedi Kaldera Toba yang semua berada di tengah masyarakat lokal.
Dengan memuliakan bumi, masyarakat lokal di sekitar Batu Hoda mendapat keuntungan ekonomi yang cukup besar.
Salah satu yang sudah berhasil mengembangkan ekonomi masyarakat lokal adalah Geosite Batu Hoda. Destinasi di ujung utara Pulau Samosir itu juga memanfaatkan kekayaan geologi Kaldera Toba. Hamparan bebatuan di sana adalah glamping stone, batuan vulkanis yang sebelumnya terendam 500 meter di kedalaman Danau Toba.
Batu dan pasir putih terangkat dari dasar danau bersama Pulau Samosir pada masa 40.000 sampai 37.000 lalu. Narasi keajaiban geologi itu menjadi daya tarik sangat besar di Pantai Batu Hoda. ”Dengan memuliakan bumi, masyarakat lokal di sekitar Batu Hoda mendapat keuntungan ekonomi yang cukup besar,” katanya.
Destinasi wisata itu, kata Ombang, sudah dikunjungi lebih dari 118.000 orang. Masyarakat lokal terlibat langsung dengan menjual makanan, menyewakan pelampung, kapal wisata, dan menjadi pekerja. Hampir 50 orang yang merasakan langsung keuntungan ekonomi dari Batu Hoda. Geosite lainnya juga punya potensi sangat besar untuk pengembangan masyarakat lokal.
Kepala Disbudpar Sumut dan Ketua Umum (ex officio) BP TCUGGp Zumri Sulthony mengatakan, pasca peringatan kartu kuning dari UNESCO, mereka melaksanakan rapat intensif untuk perbaikan Geopark Kaldera Toba secara menyeluruh. ”November ini kami targetkan reorganisasi akan selesai. Kami akan membuat organisasi yang lebih ramping, independen, dan diisi kalangan profesional,” katanya.
Zumri mengatakan, perbaikan tata kelola Geopark Kaldera Toba tidak hanya menjawab peringatan kartu kuning UNESCO, tetapi juga untuk perbaikan secara menyeluruh. Mereka juga akan memperkuat anggaran badan pengelola, tidak melekat lagi di Disbudpar Sumut. Ini juga membuat lembaga itu lebih leluasa menerima bantuan dana dari sumber lain seperti dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).