Harga Beras di Jateng Masih Tinggi, Gerakan Pangan Murah Bergulir
Harga beras masih tinggi ditekan lewat gerakan pangan murah. Dari program itu, warga bisa membeli beras lebih murah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Harga beras jenis medium dan premium di sejumlah wilayah di Jawa Tengah masih stabil tinggi hingga Rabu (25/10/2023). Pemerintah menggulirkan gerakan pangan murah di berbagai lokasi untuk menekan harga. Kendati demikian, upaya itu dinilai masih kurang optimal.
Berdasarkan Sistem Informasi Harga dan Produksi Jateng, pada Selasa (24/10/2023), harga beras medium di sejumlah daerah berada di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni 10.900 per kilogram. Harga beras medium tertinggi ada di Kota Tegal, Pemalang, Kendal, dan Wonogiri, yakni Rp 13.500 per kg.
Harga beras premium juga masih tinggi di sejumlah daerah. Harga beras tertinggi berada di Kota Tegal, Purworejo, dan Wonogiri, yakni Rp 15.000 per kg. Adapun HET beras premium sebesar Rp 12.900 per kg.
Tingginya harga beras di Jateng terjadi sejak akhir 2022. Namun, puncaknya terjadi pada Agustus 2023. Kala itu, kenaikan harga terjadi empat kali dalam waktu satu bulan. Kondisi itu disebabkan menipisnya suplai beras dari petani akibat banyaknya lahan pertanian yang puso karena kemarau.
Nur Anis (26), warga Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, mengaku kesusahan akibat harga beras yang tak kunjung turun. Pada September, ia mendapatkan informasi terkait adanya gerakan pangan murah. Dalam program itu, Anis bisa membeli beras dengan harga di bawah atau sesuai HET.
”Ada juga beras yang dijual paketan. Untuk satu paket dengan harga Rp 80.000, kami dapat 5 kg beras, 1 liter minyak goreng, dan 1 kg gula pasir,” kata Anis, Rabu.
Pemerintah Provinsi Jateng menggelar gerakan pangan murah di 35 kabupaten/kota di wilayahnya. Di Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, misalnya, program itu digelar hari Senin (23/10/2023). Sebelumnya, kegiatan serupa juga digelar pada 5 Oktober di Kecamatan Pekalongan Utara dan pada 13 Oktober di Kecamatan Pekalongan Selatan. Menurut rencana, gerakan pangan murah akan digelar delapan kali di Kota Pekalongan hingga Desember 2023.
”Kegiatan ini untuk menstabilkan pasokan dan harga pangan, khususnya beras, di Kota Pekalongan. Selain itu, kegiatan ini juga untuk mengendalikan inflasi daerah dan membantu meringankan beban masyarakat di tengah tingginya harga bahan pokok saat ini,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Pekalongan Muadi.
Bantuan masyarakat miskin
Selain gerakan pangan murah, Pemprov Jateng juga menggelontorkan bantuan beras cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD). Dalam program itu, masyarakat miskin mendapatkan bantuan beras masing-masing 10 kg untuk setiap keluarga.
”Cadangan beras pemerintah ini gratis. Diperuntukkan bagi warga yang membutuhkan khususnya masyarakat dalam kategori miskin. Semoga ini bermanfaat dan bisa menambah cadangan beras di rumah,” ujar Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana.
Dalam rapat pengendalian inflasi, Senin, di kantor Gubernur Jateng, Nana menginstruksikan tim pengendali inflasi daerah (TPID) untuk terus memantau dan melaporkan harga kebutuhan pokok, terutama yang menyumbang inflasi. Hal itu karena inflasi di enam kabupaten/kota di Jateng pada September 2023 tercatat lebih tinggi dari rata-rata nasional dan provinsi.
”Saya minta untuk laporan perkembangan di lapangan setiap hari. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 65 pemerintah daerah yang menjadi sorotan tentang kepatuhan menyampaikan laporan harian pekan ketiga Oktober 2023. Di antara ke-65 pemda tersebut, ada satu daerah di Jateng yang masuk daftar, yaitu Kabupaten Kendal. Laporan ini penting karena akan dijadikan panduan untuk mengambil langkah strategis dan pengambilan kebijakan,” tuturnya.
Nana juga meminta pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam upaya percepatan pengendalian harga beras Jateng, antara lain dengan memanfaatkan lahan kosong untuk menanam tanaman pangan. Selain itu, sinergi antara TPID dan instansi vertikal dan antardaerah juga disebut harus dikuatkan.
Operasi pasar yang dilakukan masih kurang optimal untuk mengendalikan inflasi karena upaya itu bersifat insidentil. (Rahmat Dwisaputra)
Selama dua tahun terakhir, kenaikan harga beras menjadi penyumbang inflasi di Jateng. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jateng Rahmat Dwisaputra mengatakan, operasi pasar yang dilakukan masih kurang optimal untuk mengendalikan inflasi karena upaya itu bersifat insidentil.
”Untuk itu, diperlukan penyediaan pasokan pangan dengan harga yang stabil dan bersifat kontinu. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah optimalisasi peran badan usaha milik petani (BUMP) melalui implementasi Kios Bersama TPID. Kios ini akan langsung memperoleh pasokan langsung dari BUMP sehingga dapat memotong rantai distribusi pangan,” kata Rahmat.