Air Sulit dan Listrik Pun Mati di Makassar
Kemarau panjang seolah menjadi derita beruntun warga Makassar. Tak hanya krisis air, kini warga juga mengalami krisis listrik.
Panas tommi, tidak jalan mi juga air, mati lampu mi, susah mi juga elpiji 3 kilo, sessa jaki (sudah panas, air tidak mengalir, lampu padam, elpiji 3 kilogram juga susah, siksa betul kita).
Keluhan dalam bahasa gaul ala warga Makassar dan Sulawesi Selatan ini belakangan makin sering terdengar. Bahkan, keluhan ini dibuat meme dan diunggah di berbagai platform media sosial.
”Sempurna sekali. Saat kepanasan, butuh kipas angin atau AC, listrik padam. Air bahkan sudah hampir sepekan sama sekali tidak mengalir. Padahal, sebelumnya diselang-seling dua hari. Entah sampai kapan seperti ini,” kata Anita Anggraeni (48), warga Tello, Kecamatan Pannakukang, Makassar, Senin (23/10/2023).
Baca juga: Sulsel, Lumbung Pangan yang Berjibaku Menjawab Tantangan
Lima hari terakhir, setiap pagi dan sore dia berkeliling mencari air. Kadang di SPBU, beberapa kali ke rumah kerabatnya. Setiap kali keluar, dia membawa tiga galon kosong di mobilnya. Hidup terpisah kota dengan suaminya membuat banyak hal harus dia kerjakan sendiri. Anak satu-satunya, bersekolah dari pagi hingga sore.
Hal yang sama jadi keluhan M Anwar (50), seorang aparatur sipil negara di Pemkot Makassar. Begadang menunggu air, bahkan berkeliling membawa jeriken, menjadi pekerjaan tambahan yang dia lalukan sebulan terakhir.
Sejak dua bulan ini, PDAM Makassar kian sulit menyuplai air bersih ke rumah-rumah warga. Keringnya sungai-sungai yang menjadi sumber air baku PDAM membuat sejumlah bendung bahkan sulit beroperasi. Makasar dilanda krisis air bersih.
Tak hanya air dari PDAM yang sulit, air tanah dari sumur-sumur warga juga mulai kering. Banyak yang bahkan sudah tidak mendapatkan air, bahkan menggunakan pompa dengan kapasitas besar. Warga Makassar disibukkan dengan pekerjaan tambahan, mencari air bersih.
”Mau bagaimana lagi. Susah kalau tidak ada air. Persoalannya pemadaman bergilir juga bikin tambah pusing. Setiap hari pemadaman kian sering dan makin lama,” katanya.
Sempurna sekali. Saat kepanasan, butuh kipas angin atau AC, listrik padam. Air bahkan sudah hampir sepekan sama sekali tidak mengalir.
Setelah krisis air bersih akibat suplai PDAM yang kian berkurang, kini warga juga dihadapkan pada persoalan pemadaman listrik. Ini seperti persoalan yang datang beruntun.
Pemadaman sebenarnya sudah dimulai sejak bulan lalu. Saat itu dalam pengumumannya, PLN menyebut ada pemeliharaan di sejumlah pembangkit dan transimsi. Saat itu pemadaman hanya 1 jam dan tak setiap hari. Beberapa waktu kemudian pemadaman menjadi 3 jam sekali padam. Sepekan terakhir, pemadaman terjadi setiap hari. Sejak Minggu (22/10/2023), waktu pemadaman sudah bertambah menajdi menjadi 4 jam.
”Yang jadi masalah, kadang area dan waktu pemadaman tidak sesuai seperti yang diumumkan. Misalnya di rumah saya, berdasarkan pengumpan baru akan padam pukul 10.00. Ternyata pukul 07.30 sudah padam. Ini bikin repot,” kata Syamsuddin (53), warga Jalan Pelita.
Defisit air di PLTA dan PLTMH
Dalam pengumuman di akun resmi PLN Sulselrabar di Instagram pada Minggu (22/10/2023), Ahmad Amirul Syarif, Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Sulselrabar, mengatakan, musim kering berkepanjangan menyebabkan berkurangnya debit air.
”Hal ini menyebabkan kemampuan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) turun sekitar 75 persen dari 850 megawatt (MW) menjadi 200 MW. Seperti diketahui, Sistem Kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan saat ini sangat bergantung pada debit air karena 33 persen pembangkitnya berasal dari PLTA,” katanya.
Ahmad mengatakan, di tengah dampak kemarau, PLN tetap berupaya menjaga pasokan listrik. Sejumlah cara dilakukan, di antaranya dengan melakukan teknologi modifikasi cuaca, khususnya di daerah aliran sungai yang menyuplai air untuk PLTA.
”Harapannya, debit air dapat bertambah dan suplai listrik bisa kembali normal. Selain itu, relokasi pembangkit dari beberapa wilayah tersebar di Indonesia juga terus dilakukan. Pembangkit tersebut akan memasok tambahan daya sebesar 85 megawatt (MW) dan diharapkan dapat segera membantu sistem kelistrikan di Sulbagsel. Tim ahli pembangkitan juga turut didatangkan ke Makassar untuk mengakselerasi penormalan pasokan listrik,” katanya.
Saat ini PLN Sulselbar mengoperasikan lima PLTA. Kelimanya adalah PLTA Poso di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas 515 WW. Lalu PLTA Bakaru di Kabupaten Pinrang, Sulsel, dengan kapasitas 126 MW, PLTA Malea di Tana Toraja, Sulsel (2 x 45 MW), PLTA Larona (165 MW), dan PLTA Balambano (110 MW), keduanya di Luwu Timur, Sulsel.
Baca juga: Petani yang Tak Putus Asa di Tengah Kemarau
Untuk PLTA Poso, sumber air berasal dari Sungai Poso. Adapun PLTA Bakaru menjadikan Sungai Mamasa dan Sungai Saddang sebagai sumber air. Sementara PLTA Larona dan Balambano memanfaatkan Sungai Larona dan Danau Matano, Towuti, dan Mahalona sebagai sumber air. Untuk PLTA Malea mengandalkan Sungai Saddang. Kondisi sungai-sungai ini saat ini debitnya berkurang dan membuat PLTA kesulitan memenuhi pasokan listrik. Saat ini PLN mengandalkan pasikan dari PLTB Sidrap dan Jeneponto serta beberapa PLTU dan PLTGU.
Dalam kondisi normal, total daya yang dihasilkan dari semua pembangkit untuk wilayah Sulawesi Bagian Selatan, yakni meliputi Sulsel, Sultra, dan Sulbar, hampir mencapai 2.000 MW. Dengan kebutuhan beban puncak hingga 1.500 MW, ada surplus hingga 500 MW.
Kemarau yang panjang memang menjadi persoalan saat ini. Tak hanya karena persediaan air yang minim, tetapi juga listrik yang padam. Warga pun hanya bisa berharap musim hujan segera datang.