Jadi Pilar Kekuatan Bangsa, Santri Harus Gigih Bekerja Keras dan Belajar
Santri merupakan pilar kekuatan dan fondasi kekokohan bangsa yang sudah terbukti kontribusinya sejak zaman perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
SURABAYA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berpesan agar semua santri gigih bekerja keras dan belajar untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Santri merupakan pilar kekuatan dan fondasi kekokohan bangsa yang sudah terbukti kontribusinya sejak zaman perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih dari 36.000 pondok pesantren. Lembaga pendidikan sekaligus dakwah keagamaan tersebut menjadi sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa. Pesantren juga jadi penentu lompatan kemajuan dan keberhasilan cita-cita bangsa.
”Santri adalah pilar kekuatan bangsa. Santri adalah fondasi kekokohan bangsa dan ini sudah terbukti sejak zaman perjuangan kemerdekaan,” ujar Presiden pada Apel Hari Santri 2023 di Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur, Minggu (22/10/2023).
Presiden Joko Widodo didapuk menjadi pembina pada Apel Hari Santri 2023. Acara yang diikuti ribuan santri dari daerah-daerah di Tanah Air tersebut juga dihadiri Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Ketua DPR Puan Maharani, serta sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu, seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Tohir, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas.
Baca juga : Merayakan Hari Santri Dengan Riang Gembira Di Surabaya
Selain itu, ada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, serta Ketua PBNU Yenny Wahid.
Joko Widodo mengenang terselenggaranya peringatan Hari Santri yang tak lepas dari peran para kiai dan santri di Jatim. Hal itu bermula saat dirinya berkunjung ke sebuah pesantren di Kabupaten Malang, pada 2015 silam, ada usulan dari kiai dan santri agar ada Hari Santri.
”Saat itu, saya belum jadi presiden. Setelah terpilih jadi presiden, permohonan yang saya ingat dari pesantren di Malang, kita kaji dan tindaklanjuti. Lalu kita putuskan adanya Hari Santri lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Sejak itu, kita punya Hari Santri,” ungkap Joko Widodo.
Presiden mengatakan, peringatan Hari Santri bertujuan menguatkan kembali semangat jihad yang digelorakan oleh KH Hasyim Asy’ari atau yang dikenal dengan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Salah satu pendiri organisasi Nahdlatul Ulama itu menyampaikan, jihad melawan penjajah hukumnya wajib bagi umat Islam dan meninggal saat berperang melawan musuh masuk dalam golongan mati syahid.
”Ini sebuah fatwa yang luar biasa sehingga kita semua saat itu, termasuk para santri, berjuang untuk kepentingan bangsa. Berjuang untuk kepentingan negara dan umat. Dan semangat Hari Santri harus kita pegang teguh sesuai dengan konteks saat ini,” kata Presiden.
Baca juga: Presiden Joko Widodo Hadiri Apel Hari Santri di Surabaya
Adapun konteks jihad yang relevan dengan situasi saat ini, antara lain, adalah perjuangan menghadapi krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis energi akibat perang atau memanasnya suhu geopolitik dunia. Bahkan situasi perang yang sebelumnya hanya terjadi antara Ukraina dan Rusia, saat ini juga terjadi antara Palestina dan Israel.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam momentum apel Hari Santri tersebut membacakan kembali resolusi jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945. Resolusi itu didorong oleh besarnya hasrat umat Islam dan para alim ulama untuk mempertahankan dan menegakkan agama dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari kesewenangan penjajah Belanda.
Adapun isi resolusi jihad adalah memutuskan, memohon dengan sangat kepada Pemerintah RI supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan, agama, dan negara Indonesia, terutama yang dilakukan oleh Belanda dan kaki tangannya.
Selain itu, memerintahkan melanjutkan perjuangan yang bersifat sabilillah untuk tegaknya negara Republik Indonesia yang merdeka dan agama Islam.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, perjuangan para santri merupakan sesuatu hal yang perlu diingat. Alasannya, perjuangan santri sangat penting bagi berdirinya bangsa Indonesia.
Berperan aktif
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang juga Ketua PBNU mendorong seluruh santri berperan aktif membangun suasana kondusif mencegah terjadinya perpecahan akibat suksesi 2024. Menurut dia, tensi politik di masyarakat berpotensi semakin tinggi sehingga berpeluang memicu konlfik dan polarisasi. Apalagi, pelaksanaan pemilihan presiden dan legislatif dilaksanakan secara serentak.
”Persatuan dan kesatuan bangsa di atas segalanya. Jangan sampai fanatisme terhadap sebuah pilihan membuat bangsa ini terpecah belah. Santri harus menjadi pionir perdamaian,” tegas Khofifah.
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini menambahkan, sejarah santri diukir dengan ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, sudah sepatutnya santri dapat terus berseiring dalam merefleksikan nilai-nilai perjuangan tersebut dalam konteks kekinian.
Dengan intelektualitas yang tinggi dan pemahaman serta wawasan keagaaman yang luas, Khofifah yakin seluruh santri mampu mencegah terjadinya perpecahan akibat Pemilu 2024 dan menjaga perdamaian demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
”Santri harus ambil bagian menjadikan seluruh tahapan pemilu berlangsung dengan jujur, adil, dan penuh dengan kedamaian,” ucapnya.
Khofifah mengungkapkan, peringatan Hari Santri bertujuan mengingatkan kembali resolusi jihad yang merupakan bentuk perlawanan bangsa Indonesia kepada para penjajah. Resolusi jihad membakar semangat berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
”Semangat ini harus terus dipelihara. Selama ini santri telah terbukti konsisten dalam menjaga perdamaian dan keseimbangan,” ujar Khofifah.
Dia mengingatkan para santri untuk peka terhadap perkembangan situasi zaman. Menurut dia, perang saat ini tidak lagi didefinisikan dalam bentuk pertempuran fisik, tetapi dalam arti modern yang mencakup ekonomi, teknologi, hingga budaya.
Oleh karena itu, lanjut Khofifah, santri juga harus mampu beradaptasi terhadap setiap perubahan agar mampu dan tidak kalah dalam berkompetisi di era globalisasi saat ini. Besarnya jumlah santri dan mayoritas berada dalam usia produktif merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat diperhitungkan dalam pembangunan bangsa.
”Banyak santri yang sudah membuktikan diri mereka mampu berkontribusi dan berhasil di berbagai bidang kehidupan, tidak hanya melulu soal religiositas. Anggapan santri itu tradisional dan ketinggalan zaman pun lambat laun mulai memudar,” tegasnya.
Yang tidak kalah penting, dia mengingatkan seluruh santri terus memegang teguh etika dan moralitas ketika terjun di tengah-tengah masyarakat. Sebab, menurut mantan Menteri Sosial tersebut, etika dan moralitas telah menjadi ciri khas yang tidak dimiliki individu lain yang bukan berasal dari kalangan santri.
Baca juga: Merayakan Hari Santri dengan Seni