Gebyar seni budaya mewarnai peringatan Hari Santri Nasional di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (14/10/2023). Kegiatan itu disebut sebagai salah satu tanda kebangkitan pesantren di bidang seni budaya.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Hari Santri Nasional diperingati dengan pertunjukan aneka seni budaya di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (14/10/2023). Kegiatan itu sebagai salah satu medium mendengarkan para santri melalui karya-karya seninya. Selain para santri, kegiatan itu juga melibatkan sejumlah seniman lintas latar belakang.
Abdullah Ibnu Thalhah, Koordinator Pelaksana Peringatan Hari Santri Nasional, mengatakan, peringatan Hari Santri Nasional dengan konsep gebyar seni budaya itu merupakan inisiatif dari ulama asal Rembang, KH Mustofa Bisri. Dalam kegiatan tersebut, dipergelarkan berbagai ekspresi seni budaya para santri, mulai dari seni rupa, tari, sastra, musik, hingga multimedia.
”Para pesertanya juga memiliki latar belakang budaya yang beragam, ada yang dari DI Yogyakarta, Bali, dan daerah-daerah lain. Hal ini tentu memperkaya visual dalam peringatan Hari Santri Nasional ini,” kata Thalhah seusai acara pada Sabtu malam.
Pada acara itu juga digelar kegiatan melukis bersama. Menurut Thalhah, melukis merupakan bagian dari memvisualkan khazanah, tradisi, dan pemikiran para santri. Selain melukis di atas kanvas, peserta yang terdiri dari santri, seniman, dan budayawan itu juga melukis di lampion. Lukisan di lampion itu telah dipamerkan di Taman Srigunting di kawasan Kota Lama, Semarang.
Suwarno Wisetrotomo yang menjadi kurator dalam acara tersebut menyebutkan, pameran lukisan akan digelar hingga sepekan mendatang. Pameran itu bertumpu pada respek atau penghormatan pada kreativitas dan keanekaragaman.
”Dalam peristiwa malam ini, kita bisa melihat dari dekat praktik seni yang dikerjakan para satri di pondok pesantren. Ini juga bagian dari cara kita mendengarkan mereka melalui karya seni yang mereka hasilkan,” ucapnya.
Hari Santri ini milik kita semua, milik rakyat Indonesia. Bukan hanya perkaranya orang Islam. Makanya tadi saya menyebut, saya Nahdlatul Ulama cabang Kristen.
Seniman Butet Kartaredjasa yang menjadi peserta dalam kegiatan itu menyebutkan, peringatan Hari Santri Nasional pada Sabtu malam membawa semangat keberagaman dan kemajemukan yang bisa direkatkan. Menurut dia, Hari Santri pada masa kini merupakan milik semua orang.
”Hari Santri ini milik kita semua, milik rakyat Indonesia. Bukan hanya perkaranya orang Islam. Makanya tadi saya menyebut saya Nahdlatul Ulama cabang Kristen,” tuturnya.
Butet berharap, dari kegiatan tersebut, masyarakat Indonesia bisa belajar menghormati keberagaman sebagai suatu kekuatan Indonesia. Kemajemukan yang ada di Indonesia selama ini telah direkatan oleh Pancasila, yang disebut Butet merupakan kemewahan yang tak dimiliki oleh negara lain.
Penyair asal Madura, D Zawawi Imron, mengatakan, pergelaran seni budaya dalam peringatan Hari Santri Nasional merupakan salah satu tanda kebangkitan pesantren. Zawawi berharap, gebyar seni budaya bisa terus diadakan pada peringatan Hari Santri Nasional di tahun-tahun mendatang.
”Kalau sebelum ini Hari Santri berisi ceramah-ceramah saja, tetapi sekarang Hari Santri sudah ada pembacaan puisi, monolog, pameran lukisan. Ini adalah tanda-tanda yang menandai zaman kebangkitan pesantren. Tidak hanya kebangkitan di bidang ibadah, tetapi juga di bidang kebudayaan dan kesenian,” tuturnya.