Indonesia dan Australia memiliki hubungan antarpersonal sejak lama dari pelaut Nusantara dan penduduk pribumi Australia.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Kedekatan hubungan antara Indonesia dan Australia sudah berlangsung lama. Hubungan antara Indonesia dan Australia terjalin dari interaksi antarindividu, yang kemudian berkembang menjadi hubungan bilateral antarnegara, yang bertetangga.
Perihal kedekatan hubungan antara Indonesia dan Australia dibahas dalam diskusi panel bertajuk ”Hubungan yang Langgeng: Merayakan Persahabatan Australia dan Indonesia” yang dilangsungkan serangkaian festival sastra Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) ke-20 di Ubud, Gianyar, Sabtu (21/10/2023). Diskusi, yang dipandu konsultan pendidikan dan peneliti Kirrilee Hughes, menghadirkan pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe; sineas Riri Riza; seniman Abdi Karya; dan anggota Dewan Australia Indonesia Institute, Elena Williams, sebagai pembicara.
Seniman multitalenta asal Makassar, Sulawesi Selatan, Abdi Karya, mengungkapkan, hubungan antara Indonesia, khususnya pelaut asal Bugis, Bajau, dan sekitar semenanjung Indonesia, dan penduduk asli Australia di wilayah Northern Territory sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. ”Sejak abad ke-17 sudah ada kontak antara pelaut Indonesia dan penduduk Australia,” kata Abdi Karya.
Abdi Karya menambahkan, penduduk Australia mengenal sebutan ”The Macassan”, yakni, pelaut asal Makassar yang rutin berkunjung ke wilayah Australia itu. Sejarah mencatat hubungan itu merenggang sejak 1907 menyusul diberlakukannya aturan stempel pendapatan di Australia, yang mengakibatkan pelaut Nusantara jarang mengunjungi wilayah Australia. Meski demikian, menurut Abdi Karya, kenangan dan ingatan penduduk asli Australia terhadap Indonesia, khususnya para pelaut Nusantara, masih abadi hingga kini, termasuk penyebutan The Macassan atau Makassar.
Pendiri UWRF Janet DeNefee mengungkapkan, hubungan antara Australia dan Indonesia bermula dari interaksi antarpersonal yang kemudian berkembang dan membesar hingga menjadi hubungan bilateral antarnegara, yang bertetangga. Janet DeNefee, yang berasal dari Melbourne, Australia, mengaku kedatangannya ke Bali sekitar tiga dekade silam membuat kesan mendalam hingga dirinya memutuskan tinggal di Bali.
”Saya melihat ada sesuatu, yang menarik di Bali, sehingga saya merasa tinggal Bali sudah seperti berada di rumah meski Australia adalah rumah asal saya,” kata Janet DeNefee.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams mengungkapkan perasaan yang senada Janet. Ketika membuka diskusi panel, Williams mengaku dirinya terus mengingat Bali dari kunjungan pertama kalinya ke Bali saat masih kecil. Dia menyebutkan, kedekatan Australia dan Indonesia bukan semata-mata karena kedua negara itu bertetangga, tetapi juga karena hubungan antarpersonal di antaranya masyarakat Australia dan masyarakat Indonesia.
Dalam wawancara seusai acara diskusi panel itu, Penny Williams menyatakan hubungan akrab antarpersonal antara masyarakat Australia dan masyarakat Indonesia, juga di kawasan Indo-Pasifik, terus dirawat dan dijaga. Dubes Penny Williams mengungkapkan, Pemerintah Australia membuka kesempatan bagi sarjana Australia untuk belajar di Indonesia dan sebaliknya, cendekiawan dari Indonesia dan negara lain untuk belajar di Australia melalui program New Colombo Plan dan Australia Awards.
Perihal itu juga disampaikan Elena Williams dari Australia Indonesia Institute dalam wawancara bersama Dubes Penny Williams. Elena Williams menyebutkan tersedia program-program beasiswa dan dukungan dari Pemerintah Australia, yang membantu sarjana dan cendekiawan dari Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya di Australia dan sebaliknya, dari Australia untuk belajar di Indonesia. Pertukaran itu juga didukung dengan dikembangkannya program-program komunitas lain, yang bertujuan mengeratkan hubungan kedua negara, di antaranya festival sastra UWRF di Ubud.
Lebih lanjut Penny Williams juga mengapresiasi kegiatan UWRF di Ubud, Gianyar, sebagai bagian penting dalam merawat hubungan antarbangsa melalui kegiatan literasi sastra dan budaya. Pemerintah Australia konsisten mendukung pelaksanaan UWRF sejak awal karena UWRF dinilai turut menjadi landasan membangun pemahaman antarbudaya dan hubungan jangka panjang, terutama di kalangan komunitas sastra Australia dan Indonesia.
Sementara itu, dalam diskusi panel, sineas Riri Riza mengatakan, cendekia Australia juga mempelajari Indonesia dan mendokumentasikannya sehingga itu banyak membantu dalam riset tentang sejarah Indonesia. Riri Riza mencontohkan, pembuatan film berjudul Gie juga terbantu dari disertasi John Maxxwel dari Universitas Nasional Australia. Riri Riza juga menyebutkan dunia sineas, khususnya perkembangan film Indonesia, juga mendapat perhatian dari cendekiawan Australia, di antaranya, David Hannan melalui buku berjudul Moments in Indonesian Film History dan Cultural Specificity in Indonesian Film.