Ronald Tannur Dijerat Pasal Pembunuhan dalam Kematian Dini
Gregorius Ronald Tannur (31), tersangka kematian Dini Sera Afrianti (28), dikenai sangkaan primer Pasal 338 KUHP dari sebelumnya Pasal 351 Ayat 3 KUHP sehingga ancaman hukuman penjara lebih berat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Dini Sera Afrianti (28) alias Andini meninggal akibat penganiayaan berlebihan oleh Gregorius Ronald Tannur (31) yang merupakan putra dari anggota DPR Fraksi PKB, Edward Tannur, dengan daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur. Polrestabes Surabaya menjerat tersangka dengan pelanggaran Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
SURABAYA, KOMPAS — Tim penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya mengubah pasal yang disangkakan terhadap Gregorius Ronald Tannur (31), tersangka pembunuhan Dini Sera Afrianti (28). Ronald kini dikenai pelanggaran terhadap Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan dengan ancaman penjara 15 tahun.
Sebelumnya, Ronald dikenai jerat hukum berlapis dengan ancaman penjara 12 tahun. Putra dari Edward Tannur, anggota DPR Fraksi PKB, ini terkena pelanggaran Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan mengakibatkan kematian dengan ancaman penjara 7 tahun. Selain itu, pelanggaran Pasal 359 KUHP tentang kelalaian mengakibatkan kematian dengan ancaman penjara 5 tahun.
Pelanggaran Pasal 338 menjadi jerat hukum primer, sedangkan Pasal 351 Ayat (3) menjadi yang subsider. Perubahan jerat hukum itu diumumkan setelah tim penyidik mengadakan gelar perkara pada Rabu (11/10/2023) di Polrestabes Surabaya.
”Dari hasil gelar perkara dapat disimpulkan keyakinan penyidik adanya peristiwa tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dan atau penganiayaan sehingga terhadap tersangka diterapkan primer Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Hendro Sukmono.
Hendro melanjutkan, perubahan jerat hukum primer itu dilakukan setelah proses panjang dan dinamis. Ini mencakup penerimaan laporan dari kuasa hukum keluarga korban, pemeriksaan saksi-saksi, penelitian alat-alat bukti, pemeriksaan saksi ahli pidana, saksi ahli kedokteran forensik, saksi ahli komputer forensik, rekonstruksi, dan gelar perkara.
Secara terpisah, Dimas Yemahura Alfarauq, kuasa hukum keluarga korban, mengatakan, perubahan jerat hukum itu sesuai dengan harapan dan keadilan. Dalam pelaporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polrestabes Surabaya, Rabu (4/10/2023) malam, kuasa hukum menuduh Ronald dengan pelanggaran Pasal 351 Ayat (3) KUHP dan atau Pasal 338 KUHP.
”Demi keadilan bagi korban dan keluarga, penyidik telah mempertimbangkan aspek tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain yang diperjuangkan,” ujar Dimas.
Korban adalah janda dengan satu anak yang berusia 12 tahun. Dini adalah warga Gunung Guruh Girang, Sukabumi, Jawa Barat. Di Surabaya, Dini alias Andini bekerja sebagai pramuniaga. Ronald dan Andini diketahui menjalin hubungan asmara lima bulan sebelum kematian korban.
Dalam kasus ini, kuasa hukum juga mempersiapkan langkah-langkah untuk melaporkan tiga anggota Polrestabes Surabaya kepada Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jatim. Ketiga polisi yang akan dilaporkan adalah bekas Kepala Kepolisian Sektor Lakarsantri Komisaris Hakim, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Lakarsantri Inspektur Satu Samikan, dan Kepala Seksi Humas Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Haryoko Widhi.
Menurut Dimas, pelaporan ke Propam Polda Jatim karena ketiga petugas itu dianggap mengaburkan fakta kasus. Hakim dan Samikan menyebut kematian Andini bukan akibat tindak pidana, melainkan sakit asam lambung. Fakta itu kemudian terbantahkan oleh Polrestabes Surabaya. Sementara Haryoko menyebut penggantian hakim bukan akibat kasus, melainkan kondisi kesehatan. ”Sepatutnya penegak hukum bekerja secara terbuka, profesional, dan berintegritas untuk keadilan,” kata Dimas.
Kasus ini bermula dari peristiwa Andini dan Ronald bersama sejumlah teman tersangka ke tempat hiburan karaoke Blackhole KTV Club di pusat perbelanjaan Lenmarc Mall, Surabaya Barat, Selasa (3/10/2023) malam. Melewati tengah malam, petugas satuan pengamanan melihat Andini dan Ronald bertengkar. Dalam pertengkaran itu, Ronald menganiaya Andini dengan tendangan dan pukulan ke tubuh, mencekik, dan memukul memakai botol minuman beralkohol ke kepala korban.
Pertengkaran dan penganiayaan tidak berhenti di sana. Saat berada di area parkir, pasangan ini kembali bertengkar. Korban yang sedang bersandar di pintu kiri mobil terseret, terjatuh, dan lengannya terlindas akibat Toyota Kijang Innova abu-abu metalik dijalankan oleh tersangka. Tubuh korban yang tergeletak hendak ditinggalkan begitu saja oleh tersangka. Korban terlihat oleh petugas satpam sehingga Ronald ditegur dan diminta menangani. Namun, penanganan oleh tersangka tak manusiawi karena tubuh Andini ditaruh di bagasi dan dibawa pergi menuju Apartemen Orchad.
Tersangka menjadi panik karena kondisi fisik Andini melemah dan tidak memberi respons apa pun. Ronald kemudian membawa Andini ke National Hospital. Tim kesehatan memeriksa Andini yang didudukkan di kursi depan mobil. Namun, Andini dinyatakan meninggal pada pukul 02.30 dengan status dead on arrival (DOA) sehingga jenazah korban harus dirujuk ke RSUD Dr Soetomo. Ronald dilarang membawa pulang jenazah Andini dari RSUD karena terlihat ada lebam dan luka sehingga harus membuat laporan kematian. Ronald membuat laporan kematian di Polsek Lakarsantri dengan alasan kematian Andini akibat sakit asam lambung. Laporan inilah yang diduga menjadi dasar petugas Lakarsantri sempat menyatakan kematian Andini akibat sakit.
Padahal, hasil otopsi memperlihatkan sejumlah luka dan lebam pada tubuh Andini. Dari pemeriksaan luar ada memar di kepala belakang, leher kanan kiri, dan memar serta lecet di anggota gerak atas. Ada luka di dada kanan dan tengah, perut kiri bawah, lutut kanan, paha, dan punggung kanan.
Dari pemeriksaan bagian dalam, tim forensik menemukan perdarahan organ dalam, patah tulang, dan memar. Ada resapan darah pada otot leher kulit kanan kiri, patah tulang rusuk dua sampai lima, memar organ paru, dan luka organ hati.