Kasus orientasi seksual sesama jenis di Kota Kupang cenderung meningkat, terutama antara laki-laki dengan laki-laki. Fenomena itu sejalan dengan makin banyaknya temuan warga terinfeksi HIV/AIDS.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Orientasi homoseksual alias seksual terhadap sesama jenis terus meningkat di Kota Kupang dalam dua tahun terakhir. Fenomena itu berjalan seiring dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS sehingga patut diwaspadai.
”Saat ini ada lebih dari 600 pasangan, yakni laki-laki suka laki-laki. Jumlah ini sesuai dengan temuan komisi HIV dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat peduli HIV,” kata Adrianus Lamuri, Pengelola Program Komisi HIV/AIDS Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kupang, Rabu (11/10/2023) .
Dari jumlah tersebut, didapati sekitar 60 orang di antaranya telah terinveksi HIV. Kebanyakan dari pasangan ini berada pada usia produktif. Mereka berstatus mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.
Jumlah itu belum termasuk pada 21 kabupaten lain di NTT. Untuk di NTT, pihaknya mendata ditemukan lebih dari 6.000 kasus HIV. Adapun estimasi Kementerian Kesehatan, kasus di NTT sekitar 11.000 kasus tersebar di 22 kabupaten/kota. Kota Kupang terbanyak, yakni lebih dari 1.300 kasus, menyusul Sikka lebih dari 1.050 kasus, kemudian Kabupaten Belu 750 kasus. Kasus di Kabupaten Sabu Raijua terkecil, yaitu 32 kasus HIV.
Menurut dia, kasus HIV dan penyakit akibat infeksi menular seksual jangan dianggap sepele. Kasus ini ibarat gunung es, kelihatan sedikit di permukaan, tetapi sesungguhnya cukup luas. Sulit terdeteksi selama orang tidak secara sukarela melakukan pemeriksaan. Pengobatan sistem antiretroviral dapat memperpanjang usia harapan hidup.
Ia menyebut ada sejumlah faktor yang mendorong peningkatan kasus. Makin banyak konten di media sosial yang mempertontonkan orientasi seksual sesama jenis. Pengaruh media sosial tidak secara langsung telah berdampak terhadap perkembangan infeksi menular seksual dan HIV. Anak-anak usia remaja makin mudah mengakses internet dan tayangan-tayangan di dalamnya.
Para penderita kebanyakan masih berusia produktif. Kasus HIV yang menimpa ibu rumah tangga juga cenderung meningkat setiap tahun. Kemungkinan mereka tertular dari suami. Ada pula ibu rumah tangga yang juga menjadi pekerja seks komersial dengan alasan kesulitan ekonomi rumah tangga.
Kasus HIV dan infeksi menular seksual di sejumlah kabupaten juga cenderung meningkat. Di Kabupaten Alor, misalnya, yang sebelumnya hanya 40 kasus, dalam dua tahun terakhir naik menjadi 170 kasus. Ini sesuai dengan hasil temuan sukarelawan HIV di daerah itu.
Ia mengatakan, jika estimasi Kementerian Kesehatan sekitar 11.000 kasus HIV di NTT,maka masih ada sekitar 5.000 kasus yang belum terungkap. Perlu sosialisasi secara masif kepada setiap kelompok masyarakat agar bersedia melakukan pemeriksaan sukarela.
”HIV masalah serius, tetapi dianggap sepele oleh kebanyakan orang. Orang semakin melupakan, termasuk alokasi anggaran untuk menanggulangi kasus ini. Enam kabupaten di NTT tidak mengalokasikan dana HIV sama sekali. Di situ, ada kantor KPAD, tetapi tidak ada anggaran daerah. Sementara kasus terus meningkat,” kata Adrianus.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli HIV semakin berkurang karena anggaran terbatas. Beberapa LSM yang masih bekerja sama dengan KPAD setempat mendapat dukungan dari donor asing.
Ia mengapresiasi pemerintah daerah di lima kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran cukup signifikan, yakni Sikka, Flores Timur, Kota Kupang, Belu, dan Manggarai Barat. Tiap-tiap kabupaten/kota itu mendapatkan Rp 100 juta-Rp 200 juta per tahun. Anggaran ini belum mencakup semua kegiatan, tetapi dapat mendukung kegiatan rutin penanganan HIV di daerah itu.
Lebih dari 5.000 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengonsumsi antiretroviral. Suplemen jenis ini bisa menghambat perkembangan virus di dalam tubuh sampai tidak terdeteksi sama sekali jika dikonsumsi teratur. Meski virus tetap ada, penderita tetap beraktivitas seperti biasa. Penyakit lain pun tidak mudah menyerang anggota tubuh tertentu karena sistem imunitas tubuh semakin terjaga.
Konsumsi ARV tidak menyembuhkan secara total, tetapi bisa memperpanjang usia harapan hidup ODHA. Konsumsi ARV tidak boleh berhenti. ARV dikonsumsi seumur hidup.
Sekitar 600 ODHA berhenti mengonsumi ARV. Beralih ke pengobatan alternatif seperti obat herbal, melakukan doa rutin bersama pendoa, pijat tradisional, dan lainnya. Tetapi, pengobatan alternatif ini justru semakin memperburuk kondisi kesehatan ODHA bersangkutan.
Ketua Yayasan Peduli Sesama NTT Ny Rosa Udak mengatakan, sejumlah LSM yang selama ini membantu pemerintah di berbagai sektor sudah kolaps karena keterbatasan anggaran. Mereka sebelumnya mendapat dukungan dana dari luar negeri.
”Dulu kami terlibat pendampingan ODHA. Sekarang tidak ada kegiatan sama sekali. Sering ODHA berbicara memberi kesaksian dalam seminar atau diskusi terbatas soal HIV. Sekarang testimoni seperti itu di kalangan remaja dan ibu rumah tangga tidak ada lagi,” kata Udak.
Staf Ahli Pj Gubernur NTT Ganef Wurgiyanto mengatakan, pemprov akan membahas kasus ini bersama DPRD. Ke depan anggaran bidang ini akan ditingkatkan. Ini juga masalah yang perlu mendapat perhatian khusus karena menyangkut sumber daya manusia NTT ke depan.