Masyarakat Sungai Pisang merintis sejahtera dari sendi-sendi perekonomian yang tumbuh oleh geliat wisata pulau-pulau kecil di pinggiran Kota Padang, Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
Masyarakat Sungai Pisang turut merasakan manfaat dari geliat wisata pulau-pulau kecil dalam satu dekade terakhir. Mereka merintis sejahtera dari sendi-sendi perekonomian yang tumbuh dengan aktivitas pariwisata di pinggiran Kota Padang, Sumatera Barat, itu.
Andi (43) bolak-balik dengan sepeda motor matiknya ke dermaga. Beberapa set tenda dan gulungan matras bertumpuk di bagian depan kendaraan. Ia cekatan melakukan pekerjaan itu sendirian.
Ada 10 set tenda dengan masing-masing dua matras yang Andi siapkan di dermaga, Senin (9/10/2023) pagi itu. Barang-barang tersebut hendak ia angkut ke Pulau Sirandah. Jarak tempuh dari dermaga ke pulau kecil itu sekitar 25 menit dengan perahu motor.
”Saya dapat pesanan 10 set tenda untuk tamu yang hendak berkemah di Pulau Sirandah. Tendanya langsung dipasang, mereka terima bersih,” kata Andi, pengusaha rental peralatan kemah di Dermaga Sungai Pisang, Kecamatan Bungus Teluh Kabung.
Andi adalah salah satu warga Sungai Pisang yang mencari nafkah di sektor pariwisata. Sebagian besar warga perkampungan nelayan di Kelurahan Teluk Kabung Selatan itu terlibat dengan aktivitas wisata pulau-pulau kecil yang mulai naik daun sejak 2014.
Perekonomian di Sungai Pisang (Teluk Kabung Selatan) yang berpenduduk 2.110 jiwa (BPS, 2022) pun bergerak. Selain usaha rental peralatan kemah, warga juga menjadi pelaku usaha jasa pemandu dan transportasi wisata ke pulau. Kedai-kedai tempat pengunjung membeli perbekalan kemah juga hidup.
Pariwisata pulau-pulau kecil mati suri sekitar dua tahun akibat pandemi Covid-19. Belakangan aktivitas wisata kembali bergeliat meskipun belum mencapai kondisi yang sama pada periode puncak tahun 2016-2019.
Sekarang ada dua pulau kecil di wilayah Sungai Pisang yang sering dikunjungi wisatawan, yaitu Pasumpahan dan Sirandah. Selain itu, ada Pulau Pagang dan Pulau Pamutusan di nagari tetangga, Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, yang juga dapat diakses dari Sungai Pisang.
Andi melakoni usaha persewaan peralatan kemah tersebut sejak delapan tahun silam saat wisata ke pulau mulai ramai. Sebelumnya, sekitar setahun ia tak punya pekerjaan tetap usai kembali dari merantau di Jakarta.
Usaha Andi pun meningkat pesat dari modal dasar 5 set tenda menjadi 50 set tahun 2019. Sekarang, jumlah tenda yang ia punya tersisa sekitar 30 set dengan tarif satu set tenda Rp 60.000 per malam. Selain tenda, Andi juga menyewakan peralatan snorkeling dan pelampung.
”Dari sisi ekonomi, ada peningkatan pendapatan daripada bernelayan tradisional. Namun, kegiatan nelayan tidak ditinggal, terutama sejak musim korona (pandemi Covid-19). Akhir pekan fokus wisata, sisanya bernelayan,” kata Andi.
Taraf hidup meningkat
Mardoni (36), warga Sungai Pisang lainnya, juga hidup dari kegiatan wisata pulau sejak delapan tahun lalu. Dibantu sang ayah, pria yang dikenal dengan nama Doni Tata ini menyediakan jasa pemandu dan transportasi wisata ke pulau-pulau kecil di sekitar Sungai Pisang.
Mulanya Doni bekerja serabutan, mulai dari nelayan, jasa tenda pelaminan, hingga berdagang pakaian dan jus, sepulang dari merantau. Sementara itu, sang ayah bekerja sebagai nelayan tradisional.
Saat pulau-pulau kecil ramai dikunjungi, ia memulai usaha jasa pemandu dan transportasi wisata. Perahu motor yang biasanya digunakan sang ayah untuk menangkap ikan beralih fungsi untuk mengantar wisatawan.
”Sejak ada pariwisata, taraf hidup kami meningkat. Kehidupan yang awalnya biasa-biasa saja, alhamdulillah sekarang lebih baik. Sudah bisa nabung, beli tanah, dan menambah jumlah perahu,” kata Doni, yang sekarang punya tiga perahu motor, Jumat (6/10/2023).
Rute pulau-pulau kecil yang dilayani Doni antara lain ke Pasumpahan, Sirandah, Pagang, dan Pamutusan. Tarif antar dan jemput per orang yaitu Rp 35.000 untuk Pasumpahan, Rp 50.000 untuk Sirandah, Pagang, dan Pamutusan.
Suardi (63), pemilik kedai di Sungai Pisang, turut merasakan dampak positif dari aktivitas pariwisata. Kedainya sekarang menjadi salah satu tempat para pengunjung membeli perbekalan sebelum ke pulau.
Masyarakat lebih sejahtera. Mereka bisa beli mobil dan sepeda motor, serta bangun rumah.
Menurut Suardi, ia sudah berdagang sejak 1995. Dulu kedainya kecil-kecilan saja. Namun, sejak wisata ke pulau di Sungai Pisang populer, pembeli di kedainya jadi ramai. Tahun 2016, kedainya diganti dengan bangunan yang lebih besar dan dagangan lebih lengkap.
”Dulu hanya orang kampung yang berbelanja, seberapa benarlah dulu. Sejak hidupnya wisata pulau ini, transaksi jual-beli di kedai makin ramai,” ujar Suardi, Jumat.
Basrul (71), tokoh masyarakat setempat, mengakui, taraf hidup masyarakat di Sungai Pisang meningkat sejak hidupnya wisata ke pulau-pulau kecil. Lebih dari separuh penduduk terlibat dalam aktivitas wisata.
Sebelumnya, kata Basrul, warga hanya bergantung pada pendapatan sebagai nelayan dan petani. Pendapatan dari pekerjaan tersebut tidak memadai, apalagi saat itu akses ke pinggiran Kota Padang bagian selatan ini minim untuk menjual ikan dan hasil pertanian.
”Masyarakat lebih sejahtera (sejak pariwisata hidup). Mereka bisa beli mobil dan sepeda motor, serta bangun rumah. Dulu kehidupan payah. Makan saja susah. Dapat ikan, hari badai, tidak bisa dibawa ke Padang (pusat kota). Busuk ikan di rumah,” kata Basrul.
Menurut Basrul, hidupnya pariwisata juga disertai dengan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Wajah Sungai Pisang yang dulu dianggap daerah terpencil dan terisolasi perlahan-lahan berubah.
Akhir 2017, jalan ke Sungai Pisang—terhubung dengan kawasan wisata Mandeh (pesisir selatan)—diaspal dari sebelumnya hanya jalan berbatu. Sinyal telekomunikasi juga semakin baik.
Pandemi Covid-19, kata Basrul, mematikan aktivitas pariwisata dan mengguncang perekonomian warga Sungai Pisang. Walakin, kondisi itu menyadarkan warga untuk tidak meninggalkan akar mereka sebagai nelayan dan petani sembari meraup rezeki dari aktivitas pariwisata.