Tantangan Mengoptimalkan Kekayaan Laut Sumbar

Memasuki usia ke-78 Provinsi Sumatera Barat, upaya mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan laut masih menjadi tantangan.

KOMPAS/YOLA SASTRA

Kapal bagan nelayan meninggalkan Pelabuhan Bungus untuk menangkap ikan di lautan, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu (14/6/2023). Optimalisasi pemanfaatan potensi kelautan masih menjadi tantangan Sumbar memasuki usianya ke-78 pada 1 Oktober 2023.

Selain negeri agraris, Sumatera Barat juga merupakan provinsi yang kaya potensi laut dan perikanan. Memasuki usia ke-78 pada 1 Oktober 2023, provinsi di pesisir barat Sumatera ini masih menghadapi tantangan dalam mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan laut.

Kekayaan laut Sumbar beberapa dekade terakhir belum tergarap secara baik. Hal itu bisa dilihat dari kontribusi sektor perikanan yang masih kecil dibandingkan pertanian. Perhatian dan upaya pemanfaatan potensi tersebut mulai terlihat meskipun perlu terus ditingkatkan.

Badan Pusat Statistik mencatat, produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Sumbar tahun 2022 sebesar Rp 285,38 triliun. Kelompok sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi 21,20 persen atau Rp 60,50 triliun atas PDRB Sumbar.

Akan tetapi, sumbangan sektor perikanan masih jauh lebih kecil dibandingkan pertanian. Porsi sektor perikanan Rp 12,22 triliun, sedangkan porsi sektor pertanian mencapai Rp 45 triliun. Adapun sektor kehutanan menyumbang Rp 3,27 triliun.

Sumbar yang berhadapan dengan Samudra Hindia punya wilayah laut yang luasnya mencapai 186.580 kilometer persegi, terdiri atas 57.880 kilometer persegi zona teritorial dan 128.700 kilometer persegi zona ekonomi eksklusif. Luas laut tersebut empat kali lipat ketimbang luas daratan Sumbar.

Baca Juga: Sumbar Gelar Festival Warisan Budaya Tak Benda Oktober Ini

KOMPAS/YOLA SASTRA

Seorang perempuan nelayan sedang memancing ikan di perairan pulau kecil di Dusun Sinaka, Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Jumat (16/6/2023).

Provinsi ini juga memiliki total panjang garis pantai 2.285,96 kilometer dan 219 pulau yang tersebar di tujuh kabupaten/kota. Mulai dari Pasaman Barat di utara hingga Pesisir Selatan di selatan, serta Kepulauan Mentawai. Kawasan tersebut kaya akan komoditas hasil laut.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar tahun 2023 menyebutkan, potensi perikanan tangkap mencapai 565.100 ton per tahun. Dari potensi itu, produksi perikanan tangkap tahun lalu baru 207.976,05 ton dan tahun ini 89.463,144 ton.

”Masih besar peluang kita untuk mengembangkan perikanan tangkap, apalagi wilayah penangkapan perikanan Sumbar berada pada WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 572,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi, dalam keterangannya, Jumat (29/9/2023).

Selain perikanan tangkap, Sumbar juga punya potensi lahan perikanan budidaya seluas 425.047 hektar. Sebanyak 74 persen lahan berada di laut, 13 persen daerah payau/pesisir, dan 13 persen budidaya air tawar. Produksi perikanan budidaya tahun 2022 sebesar 268.774,3 ton dan semester I tahun 2023 sebesar 115.067,22 ton.

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Bung Hatta (UBH), Suparno, Jumat (29/9/2023), menjelaskan, potensi perikanan WPP 572 membentang dari Selatan Sunda sampai laut utara Aceh, termasuk perairan laut Sumbar. Potensi terbesar dari WPP 572 ini adalah tongkol, cakalang, dan tuna.

”Dibandingkan provinsi lain yang berada pada wilayah itu, Sumbar masih tergolong kecil. Potensi tangkapan tuna sebenarnya besar di wilayah itu, cuma hasilnya belum karena banyak faktor, termasuk armada dan budaya,” kata anggota Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan ini.

Baca Juga: Harga Pinang di Mentawai Terjun Bebas

KOMPAS/YOLA SASTRA

Nelayan memegang lobster bambu hasil tangkapannya di Dusun Sinaka, Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa (20/6/2023) sore.

Untuk perikanan budidaya, kata Suparno, Sumbar punya potensi besar, terutama di Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Melihat kondisi teluk dan kualitas airnya, dua daerah ini cocok untuk budidaya kerapu dan lobster.

Sejauh ini, baru dua izin usaha budidaya kerapu di Sumbar untuk skala industri, yaitu di Nagari Sungai Nyalo, Pesisir Selatan. Pada April lalu, Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy melepas ekspor kerapu 15 ton ke Hong Kong.

Kendala

Jertianus Madogaho (47), nelayan sekaligus pengumpul gurita, lobster, dan teripang di Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, mengatakan, nelayan masih kesulitan mendapatkan balok es. Pabrik es yang ada di Sikakap tidak konsisten beroperasi.

Masalah mendasar, seperti pasokan BBM, juga menjadi kendala di Muara Siberut. Tidak hanya harganya yang mahal, yakni Rp 15.000-Rp 20.000 per liter, nelayan juga sulit mendapatkan bensin sehingga kadang terpaksa libur melaut.

Kondisi tersebut membuat mayoritas nelayan di desa tersebut tergantung pada tiga komoditas, yakni gurita, lobster, dan teripang. Padahal, wilayah desa tersebut punya banyak pulau kecil dan gosong yang merupakan rumah bagi ikan-ikan karang.

”Masih banyak ikannya di kawasan ini. Nelayan dari daerah lain datang ke sini menangkap ikan. Kami di sini tidak menangkap ikan karena tidak ada es. Penampung dari Sikakap juga tidak datang lagi,” kata Jerti, Kamis (15/6/2023).

KOMPAS/YOLA SASTRA

Nelayan berpose dengan ikan hasil tangkapannya di Dusun Sinaka, Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin (19/6/2023). Optimalisasi pemanfaatan potensi kelautan masih menjadi tantangan Sumbar memasuki usianya ke-78 pada 1 Oktober 2023.

Sementara itu, Aldi Efendi (24), nelayan di Muara Siberut, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, Jumat (29/9/2023), mengatakan, tiga tahun terakhir ia kesulitan mencari ikan karang dan akhirnya beralih ke hasil tangkapan lain. Kondisi itu dipicu kerusakan terumbu karang oleh nelayan dari provinsi tetangga yang menggunakan bom dan potasium dalam menangkap ikan.

”Beberapa bulan terakhir masih terjadi pengeboman ikan oleh kapal dari Sibolga,” ujarnya.

Masalah mendasar, seperti pasokan BBM, juga menjadi kendala di Muara Siberut. Tidak hanya harganya yang mahal, yakni Rp 15.000-Rp 20.000 per liter, nelayan juga sulit mendapatkan bensin sehingga kadang terpaksa libur melaut.

Anggota DPRD Sumbar, HM Nurnas, menyoroti kondisi nelayan Sumbar yang masih kesulitan dalam menangkap ikan karena peralatan yang terbatas. Akibatnya, nelayan belum mampu mengarungi lautan yang terlalu jauh. Wilayah penangkapan perikanan Sumbar sering diterobos oleh nelayan provinsi tetangga yang armada dan alat tangkapnya lebih mumpuni.

”Kita masih tertinggal dari Sibolga (Sumatera Utara). Makanya, nelayan Sibolga masih banyak pergi menangkap ikan ke wilayah Sumbar,” ujar Nurnas.

Baca Juga: Pengolah Ikan di Padang Keluhkan Mahalnya Harga Garam

Kendala lainnya dalam mengoptimalkan hasil kelautan dan perikanan di Sumbar adalah soal perizinan kapal perikanan. Seperti dikatakan Gubernur Mahyeldi, sebagian kapal nelayan belum mengurus izin karena menurut nelayan prosedurnya rumit.

Persoalan lain, masih ditemukannya kapal penangkap ikan dengan alat terlarang. Selain itu, ada konflik pemanfaatan ruang, yakni pelaku usaha belum memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut berdasarkan dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

Upaya yang dilakukan

Untuk mengoptimalkan tangkapan hasil laut, kata Mahyeldi, Pemprov Sumbar mendukung program penangkapan ikan terukur sesuai Permen Kelautan Perikanan Nomor 11 Tahun 2023. Pemprov juga mengembangkan budidaya lobster yang dimulai dengan pemetaan ke sumber benih bening lobster dan sumber pakan lobster.

Pemprov Sumbar juga meningkatkan koordinasi dengan kabupaten/kota. Kerja sama dan kemitraan dengan pemangku kebijakan terkait dalam pengelolaan dan pengawasan sumber daya perikanan juga ditingkatkan. Bantuan-bantuan berupa mesin kapal/perahu, alat tangkap, kotak ikan, dan rumpon juga diberikan kepada kelompok-kelompok nelayan.

Berkoordinasi dengan kementerian, Pemprov juga membantu nelayan dalam pengurusan izin kapal perikanan. Adapun terkait penangkapan ikan dengan alat terlarang dan konflik pemanfaatan ruang, pemprov melakukan pengawasan dengan kapal patroli dan menyusun tata ruang laut.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Pelajar membawakan tarian turuk lagi dalam Festival dan Pagelaran Budaya Mentawai di Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Sabtu (30/7/2022).

Meskipun belum optimal, upaya pemanfaatan potensi laut Sumbar dari tahun-tahun terus meningkat. Di sektor perikanan tangkap, sebagai contoh, produksinya terus meningkat. Data BPS menyebutkan, produksi perikanan tangkap Sumbar tahun 2022 sebanyak 207.976,05 ton, meningkat dari tahun sebelumnya 198.261 ton.

Nurnas mendorong agar nelayan lokal harus terus diperkuat. Upaya pelindungan dari nelayan provinsi tetangga juga mesti diperhatikan. Fasilitas cold storage perlu diperbanyak agar kualitas ikan nelayan terjaga. Begitu pula dengan alat bantu, seperti sonar GPS.

Wisata bahari mulai menggeliat beberapa tahun terakhir, seperti pulau-pulau kecil di Padang, kawasan wisata Mandeh di Pesisir Selatan, dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Mentawai. Di Mentawai, misalnya, banyak resor yang dibangun dengan penanaman modal asing, tetapi terkendala status kawasan hutan produksi.

Upaya penguatan nelayan, menurut dia, tidak bisa dilakukan sendiri oleh daerah. Kontribusi dari APBN sangat diharapkan. Namun, terkadang bantuan dari pemerintah pusat terhadap nelayan tidak sesuai kebutuhan mereka.

”Harusnya dinas-dinas menyampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait peralatan yang dibutuhkan di Sumbar ini. Kalau ada bantuan, bisa dimanfaatkan optimal oleh masyarakat. Sekarang banyak tidak termanfaatkan,” katanya.

Dosen FPIK UBH, Suparno, mengatakan, untuk perikanan tangkap, nelayan memang mesti diperkuat dari segi kemampuan dan permodalan. Namun, soal perubahan budaya atau kebiasaan nelayan Sumbar yang menangkap secara tradisional dan skala kecil, memang butuh waktu.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Hamparan tambak udang vaname terlihat dari udara di wilayah Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (3/8/2022). Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat, terdapat 625 petak tambak udang di Sumbar seluas total sekitar 135 hektar dengan total produksi 2.000 ton per tahun. Potensi tersebut masih bisa dikembangkan di sepanjang pesisir selatan Sumbar dengan pasar utama untuk ekpsor.

Oleh sebab itu, agar produksi perikanan tangkap Sumbar tetap terjaga dengan kriteria nelayan yang wilayah tangkapnya sekitar 0-4 mil dari pantai, upaya konservasi mesti jadi perhatian. Ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun mesti dijaga karena areal tangkapan nelayan skala kecil bergantung di sana.

Selain itu, perikanan budidaya seperti tambak udang juga menjamur di pesisir Sumbar. Namun, banyak di antaranya belum berizin. Maka, usaha-usaha tambak tersebut mesti diatur sesuai tata ruang.

Wisata bahari

Di luar perikanan tangkap, Sumbar juga punya potensi wisata bahari. Sumbar punya 219 pulau yang sebagian besar berada di Kepulauan Mentawai (114 pulau), Pesisir Selatan (48 pulau), Pasaman Barat (26 pulau), dan Padang (21 pulau).

Wisata bahari mulai menggeliat beberapa tahun terakhir, seperti pulau-pulau kecil di Padang, kawasan wisata Mandeh di Pesisir Selatan, dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Mentawai. Di Mentawai, misalnya, banyak resor yang dibangun dengan penanaman modal asing (PMA), tetapi terkendala status kawasan hutan produksi.

Suparno menyarankan agar perizinan pembangunan resor dengan PMA dibenahi perizinannya. Dengan demikian, pengembangannya bisa lebih tertata dan dapat dikendalikan.

Pada ulang tahun ke-78 ini, banyak hal mesti dibenahi dalam pengembangan potensi bahari di Sumbar. Semua demi satu tujuan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumbar, termasuk di kawasan pesisir.

Baca Juga: Kebakaran Lahan Gambut Kembali Terjadi di Pesisir Selatan

KOMPAS/YOLA SASTRA

Peneliti dari Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Padang memeriksa kualitas air di sekitar terumbu karang yang mengalami proses pemutihan di Pantai Manjuto, Nagari Sungai Pinang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Senin (21/10/2019).