Sebanyak 69 Nelayan Aceh Ditahan Otoritas Thailand
Pemprov Aceh akan melakukan pendekatan dengan Pemerintah Thailand dan berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri RI untuk mengupayakan pembebasan para nelayan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Lembaga Hukum Adat Laut atau Panglima Laot Aceh melaporkan 69 nelayan asal Provinsi Aceh kini sedang dalam tahanan di negara Thailand. Para nelayan itu ditangkap karena diduga menangkap ikan tanpa izin di perairan Thailand.
Ketua Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek menuturkan, nelayan Aceh ditangkap pada dua kesempatan yang berbeda. Pada Agustus 2023, 29 nelayan ditangkap otoritas Thailand di kawasan Phuket. Pengadilan setempat telah menjatuhkan vonis bersalah dan mereka harus membayar denda.
”Belum ada keputusan pengadilan Thailand untuk menyerahkan nelayan kita ke konsulat atau kedutaan. Sebenarnya mereka sudah bebas, apabila tidak sanggup bayar denda, mereka tetap ditahan,” kata Miftah, dihubungi Selasa (10/10/2023).
Saat kasus itu belum rampung, 40 nelayan Aceh kembali memasuki perairan Thailand tanpa izin. Media setempat Bangkok Post menyebutkan, nelayan itu memancing ikan di wilayah perairan Phuket, Thailand, sejak Sabtu dan ditangkap pada Minggu (8/10/2023).
Terdapat tiga kapal yang ditangkap, yakni KM Rahmad Jaya 29 GT (12 orang), KM Iklas Baru 24 GT (16 orang), dan KM Kambia Star 25 GT (12 orang).
Miftah mengatakan belum diketahui pasti apa penyebab kapal nelayan Aceh melewati batas wilayah. Bisa saja faktor ketidaksengajaan karena terbawa arus saat sedang memancing. ”Nanti akan diputuskan di pengadilan, yang jelas nelayan kita berada di wilayah Thailand,” katanya.
Menurut Miftah, pembelaan tetap harus dilakukan agar ada keringanan hukum. ”Kalau tidak diadvokasi, nelayan Aceh bisa ditahan sampai tiga tahun,” kata Miftah.
Juru Bicara Pemprov Aceh, Muhammad MTA, mengatakan, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Upaya diplomatik terus dilakukan untuk membela nelayan yang kini berada dalam tahanan.
Pemprov Aceh punya pengalaman panjang dalam membangun komunikasi untuk memulangkan nelayan asal ”Tanah Rencong ” yang ditangkap otoritas negara lain. (Muhammad MTA)
Pemerintah Provinsi Aceh berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk mengupayakan pembebasan para nelayan serta melakukan pendekatan dengan Pemerintah Thailand.
”Pemprov Aceh punya pengalaman panjang dalam membangun komunikasi untuk memulangkan nelayan asal ’Tanah Rencong’ yang ditangkap oleh otoritas negara lain," kata Muhammad.
Ketua Komisi I DPRA Iskandar Usman Al-Farlaky mengatakan akan segera mengirimkan surat kepada Kemenlu dengan harapan dapat melobi Pemerintah Thailand agar memberi ampunan kepada para nelayan tersebut.
Pada umumnya para nelayan yang ditangkap merupakan anak buah kapal atau nelayan kecil dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Mereka umumnya kepala keluarga. Mereka tidak memiliki asuransi kecelakaan melaut.
Kasus nelayan Aceh ditangkap oleh aparat keamanan negara lain sudah jamak terjadi. Selain Thailand, nelayan Aceh juga pernah ditangkap oleh otoritas Myanmar, Malaysia, dan India.
Pada Oktober 2020, 160 nelayan Aceh mendapatkan ampunan dari Raja Thailand. Beberapa orang telah mendekam dalam penjara satu hingga dua tahun. Beban ekonomi keluarga kian berat saat nelayan itu dalam tahanan.
Pemprov Aceh berharap proses pemulangan para nelayan itu menggunakan jalur laut dan kapal juga dibebaskan. Jika menggunakan jalur udara membutuhkan waktu lebih lama karena para nelayan tidak memiliki paspor.