Pomal Manado ”Bina” Awak Kapal sampai Babak Belur, Warga Nusa Utara Minta Proses Hukum
Kelompok masyarakat menuntut enam personel Pomal di Manado dihukum karena menganiaya nakhoda dan awak kapal swasta. Pihak Lantamal VIII menjanjikan proses hukum berlanjut.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kelompok yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Nusa Utara Bersatu menuntut enam personel Polisi Militer Angkatan Laut di Manado, Sulawesi Utara, dihukum karena menganiaya nakhoda dan awak kapal swasta. Penganiayaan itu diawali oleh inspeksi barang-barang ilegal oleh satuan tugas penegakan hukum di laut.
Tuntutan ini diserukan dalam demonstrasi, Senin (9/10/2023), di Markas Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) VIII Manado di bilangan Kairagi. Massa aksi yang beranggotakan ratusan orang, utamanya yang beretnis Sangihe, berkumpul sekitar pukul 10.00 Wita untuk berorasi di halaman aula pangkalan.
Beberapa orator, antara lain aktivis Jull Takaliuang, politisi Abid Takalamingan, serta istri salah satu korban, Susan Bulahari, menyatakan tak menerima penganiayaan terhadap empat korban yang juga etnis Sangihe. Mereka adalah kapten Kapal Motor (KM) Gregorius, Alprens Harimisa; koki dan awak KM Barcelona IIA, Makaryos Damalang dan Farly Mamewe; serta awak KM Saint Mary, Fredy Andris.
Susan, istri dari Alprens, menyatakan menerima permintaan maaf dari pihak Lantamal VIII, tetapi meminta enam orang terduga pelaku harus dituntut. ”Saya mau ada keadilan. Saya minta keadilan diproses secara terbuka supaya semua orang tahu. Diadili sampai ke mahkamah militer pun, kami akan kawal,” seru Susan.
Penganiayaan itu terjadi pada Rabu (4/10/2023) dini hari. Menurut kronologi resmi Lantamal VIII, saat itu anggota Pomal yang tergabung dalam dua regu Satuan Tugas Penegakan Hukum di Laut (Satgas Gakkumla) ditugasi untuk memeriksa muatan kapal yang akan bersandar di Pelabuhan Manado, yaitu KM Barcelona IIIA dan KM Merit Teratai.
Pada saat yang sama, keempat korban, yaitu Alprens, Makaryos, Farly, dan Fredy, disebut sedang nongkrong bersama sambil minum alkohol di atas KM Barcelona IIA. Ketika salah satu regu melintas di samping kapal itu, Alprens disebut menyindir para personel yang membawa senjata laras panjang dengan suara lantang.
Fredy kemudian disebut menantang pasukan dengan berteriak, ”Saya tidak takut kalian membawa senjata!” Seruan itu sempat memicu debat kusir antara para awak kapal dan pasukan. Namun, konfrontasi fisik tak terhindarkan setelah Makaryos dan Farly disebut mengejar pasukan dengan benda tajam.
Keempatnya kemudian dibawa ke kantor Pomal Lantamal VIII di daerah Bumi Beringin bersama dengan tiga kopor berisi bahan kosmetik (skincare) ilegal yang ditemukan di KM Barcelona IIIA. Di sana, mereka diinterogasi, tetapi dituduh tidak kooperatif karena masih di bawah pengaruh alkohol.
Saat itulah, enam personel Pomal diduga melakukan apa yang Lantamal VIII sebut sebagai ”pembinaan” hingga babak belur. Akibatnya, mereka mengalami perdarahan eksternal dan internal, antara lain di mata dan sistem pencernaan.
Tuntas ”dibina”, keempat awak kapal diminta menandatangani surat pernyataan di atas meterai Rp 10.000. Dua dari delapan poin di dalamnya adalah keinginan korban untuk menyelesaikan ”pembinaan” dari Pomal secara kekeluargaan dan tiadanya keberatan atas ”pembinaan” tersebut.
Akan tetapi, melihat keadaan suaminya, Susan tidak terima dan langsung memublikasikannya di Facebook. Foto babak belur Alprens dan video amatir konfrontasi petugas satgas dengannya juga dipublikasikan beberapa akun informasi lokal di Instagram, serta akhirnya memuncak pada aksi Aliansi Masyarakat Nusa Utara Bersatu.
Pada Jumat (6/10/2023), Alprens melapor secara resmi ke Pomal dan para terduga pelaku telah ditahan. Namun, pihak Lantamal VIII tidak mengungkap inisial nama mereka. Publik pun tak dapat mengetahui siapa saja pelaku penganiayaan tersebut.
Jull, yang turut mendampingi Alprens saat pelaporan, menyebut pihak Pomal kini menyita kaus bersimbah darah yang dikenakan para korban ketika dianiaya. Ia meminta pihak Pomal menggunakannya sebagai barang bukti dalam proses peradilan militer nantinya.
Para tentara yang ditersangkakan, kata Jull, sempat mencambuki keempatnya dengan selang dan menginjak tubuh mereka. ”Korban sudah melapor resmi. Hukum formal harus berjalan, bukan hanya sanksi internal. Kita kan enggak tahu, setelah ditahan mereka akan diapain,” katanya.
Aksi massa pun ia sebut penting untuk memastikan proses hukum tersebut. ”Jangan sampai ada upaya mediasi atau upaya lain yang mementahkan proses hukum yang sedang berjalan. Keluarga korban juga menuntut ini harus transparan, terukur, dan menjamin keadilan bagi korban,” kata Jull.
Harmonis
Aksi damai itu pun ditanggapi baik oleh Komandan Lantamal VIII Laksamana Pertama Nouldy Jan Tangka. Ia menerima 25 orang perwakilan massa aksi untuk dialog selama sekitar 45 menit, yang kemudian berakhir harmonis.
”Saya mohon maaf atas apa yang sudah terjadi. Memang anak buah yang melakukan kesalahan, tetapi komandan bertanggung jawab. Kami minta maaf terhadap seluruh masyarakat Sangihe,” kata Nouldy.
Ia kemudian menyatakan akan membubarkan Satgas Gakkumla, mengingat tindak kriminal seperti penyelundupan barang-barang ilegal merupakan ranah kepolisian. ”Saya hentikan demi keamanan dan kenyamanan warga Sulut,” katanya.
Segera setelah penganiayaan itu terjadi dan kemudian viral, Nouldy telah meminta maaf langsung kepada keluarga korban melalui telepon video. Ia juga membiayai semua perawatan yang diperlukan keempat korban.
”Tetapi, permintaan maaf itu tidak mengurangi proses hukum (terhadap personel Pomal). Itu akan terus berjalan. Ada 1.000 personel yang harus kami awasi. Mohon maaf anak-anak kami tidak bisa kami tangani semua. Ke depan, kita berharap ini tidak terjadi lagi,” ujar Nouldy.
Saya mohon maaf atas apa yang sudah terjadi. Memang anak buah yang melakukan kesalahan, tetapi komandan bertanggung jawab.
Sementara itu, Abid meminta adanya kehendak politik yang kuat dari Nouldy untuk meneruskan proses hukum. ”Bahwa ada oknum yang seperti itu, beliau (Nouldy) minta masukan dari masyarakat, kalau saja ke depan ada anggota-anggota yang nakal,” ujarnya.