”Go Digital” Dongkrak Panen Nila di Banyumas
Pemanfaatan teknologi digital dalam budidaya ikan nila membuat hasil panen lebih optimal. Masa panen pun datang lebih cepat.
Puluhan kolam ikan nila terhampar di areal persawahan. Hijau dedaunan talas menghiasi sudut-sudut kolam. Di antara kolam-kolam itu terpasang sejumlah alat berteknologi tinggi. Apa saja manfaatnya?
Peralatan itu berupa pemberi makan otomatis dan penyuplai oksigen berupa microbubble. Peralatan digital berteknologi tinggi ini dipasang untuk efisiensi sekaligus mengoptimalkan hasil panen ikan.
Sebelumnya, satu kolam berisi 2.000 benih nila menghasilkan 200 kilogram. ”Dengan uji coba pakai alat ini, kami bisa tebar padat sampai 4.500 benih ikan dan hasil panennya bisa sekitar 750 kilogram,” kata Ajang Sapei, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Sari di Desa Purwosari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (6/10/2023).
Baca juga: Nofi Bayu Darmawan, Mendorong Anak Muda Melek Teknologi
Ajang menyebutkan, budidaya ikan go digital yang merupakan kolaborasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta perusahaan penyedia layanan teknologi digital ini. Kolaborasi berlangsung sejak Juni 2023. Melalui sarasehan, pelatihan, edukasi, serta pemanfaatan peralatan itu, para petani mengenal budidaya ikan secara modern.
Ajang mengatakan, teknologi aerator microbubble diproduksi sebuah perusahaan bernama Banoo. Teknologi itu bisa menjaga oksigen air dalam kolam berukuran 16 x 8 meter bisa stabil. ”Sebelum pakai alat, oksigen air hanya 1,8 ppm, padahal idealnya di atas 5 ppm. Dengan alat ini, oksigen air bisa 4,8 ppm dan menjadi stabil. Dengan oksigen yang stabil, makannya ikan juga stabil, maka pertumbuhannya jadi bagus,” papar Ajang.
Baca juga: Kolaborasi Jadi Tantangan Wujudkan Desa Digital
Aerator microbubble dipasang terapung di permukaan kolam ikan dengan bantuan pelampung bulat berwarna biru muda. Di tengahnya terdapat mesin penyembur udara yang disalurkan lewat pipa dalam air. Berdasarkan spesifikasinya, alat ini bisa menghasilkan oksigen terlarut (DO) 7-10 ppm, membentuk gelembung ukuran 40 micron, serta penetrasi oksigen 1 meter dan bisa menjangkau area seluas 200 meter persegi.
Setelah mengetahui teknologi itu, petani mulai berani meningkatkan produksi. ”Kami jadi berani tebar padat jadi 4.500. Artinya, benih ikan yang tadinya untuk 2 kolam bisa dijadikan 1 kolam. Ini menghemat 1 kolam,” kata Ajang.
Dengan harga jual nila Rp 25.000 per kilogram, lanjut Ajang, penjualan ikan dari panen 750 kilogram per kolam bisa beromzet Rp 18,75 juta. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya rata Rp 5 juta.
Selain itu, masa panen pun jadi lebih cepat. ”Kalau dulu dengan jumlah benih 25-30 ekor per kilogram dipanen 3,5-6 bulan, kini panen ikan bisa sekitar 2,5 bulan,” tuturnya.
Sarwo Edi Wibowo (57), pembudidaya nila setempat, menilai, dengan adanya aerator microbubble, potensi ikan mengambang berkurang. ”Kalau ikan mengambang, dia tidak bisa makan. Kalau ikan tidak mengambang artinya dia bisa makan dengan bagus,” ujar Edi.
Edi menyampaikan, dulu ketika belum memakai aerator microbubble ini, dirinya mengisi kolam dengan 1.000 benih ikan. Omzetnya Rp 750.000-Rp 1 juta dalam waktu tiga bulan. ”Sekarang bisa tabur 4.000 ikan. Setelah panen, per 1.000 ikan saya bisa dapat bersih Rp 1 juta,” katanya.
Tak hanya itu, kelompok ini juga terbantu dengan pemanfaatan alat pemberi pakan otomatis eFeeder dari eFishery. Rully Wahjusedjati Maydia (57), anggota kelompok yang bertanggung jawab sebagai operator mesin pakan, terbantu dengan pemanfaatan teknologi digital ini. Selain bisa mengatur jumlah pakan yang presisi dan jadwal yang teratur, alat ini juga bisa dikontrol dari jarak jauh lewat gawai.
”Saya pernah pergi ke Cirebon sekitar seminggu dan pemberian pakan tetap berjalan karena bisa diatur lewat HP (ponsel),” tutur Rully.
Jemari Rully menyentuh layar telepon pintarnya untuk membuka aplikasi pengatur jadwal pemberian pakan. Dengan fasih, dia menjelaskan sembari menunjukkan sejumlah fitur untuk mengontrol eFeeder pada delapan kolam anggota kelompoknya. Ada menu daftar nama kolam, jumlah atau bobot pakan per hari hingga jadwal hari dan waktu pemberian pakan.
”Saya belajar pakai ini sekitar tiga hari dan dipandu pendamping dari eFishery,” kata Rully.
Dengan kapasitas tampungan pakan mencapai 70 kilogram, per unit alat ini bisa beroperasi tanpa harus diisi ulang lagi 7-14 hari. ”Sebelum ada alat ini, kalau saya ke luar kota, ikan-ikan jadi terpaksa puasa. Akibatnya, ikan jadi kurus, bobotnya kurang, sehingga hasilnya tidak maksimal,” paparnya.
CEO Banoo Indonesia Azellia Alma Shafira mengatakan, microbubble yang digunakan para pembudidaya ini bisa diibaratkan seperti penggunaan AC atau pengatur suhu pada ruangan. ”Alat ini untuk aerasi, memberikan oksigen dalam air. Secara sains, meningkatkan metabolisme ikan. Seperti AC. Ikan itu kalau udaranya bagus, oksigennya cukup, dia akan lebih nafsu makan. Karena metabolisme bagus, jadi efisiensi pakan juga terjaga,” kata Alma.
Dengan alat ini, lanjut Alma, diharapkan pembudidaya bisa meningkatkan produktivitasnya. Kalau nila biasanya dipanen per empat bulan, bisa ditingkatkan menjadi panen per tiga bulan.
Biomassa ikan juga meningkat 30 persen. Jika misalnya sekali panen biasanya 500 kilogram, kini bisa mencapai 700 kilogram. Secara ekologi, alat tersebut mengurangi amoniak. ”Jadi, setelah panen, airnya tidak terlalu mencemari lingkungan sekitarnya,” papar Alma.
Alat aerator microbubble dari Banoo Indonesia dipakai para pembudidaya ikan nila di Desa Purwosari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (6/10/2023).
Direktur Ekonomi Digital Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna hadir dalam panen raya pembudidayaan ikan go digital. Ia mengatakan, sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Kominfo mendorong percepatan transformasi digital. Salah satunya di sektor perikanan atau maritim. Lima lainnya adalah pertanian, logistik, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata.
Pemanfaatan teknologi digital membuka peluang bagi para pelaku usaha termasuk pembudidaya ikan dalam mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas. Dengan kata lain, sinyal internet yang ada di pelosok tidak hanya dipakai untuk komunikasi, hiburan, dan bermain game, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan ekonomi.
”Di banyak negara, misalnya China, di desa-desa atau tempat nelayan berada, penggunaan teknologi digital sudah digunakan masif. Demikian juga di Vietnam. Jadi kita tidak boleh tertinggal,” ujarnya.
aerator microbubble
go digital