Asap tebal akibat kebakaran di TPA Jatibarang, Kota Semarang, masih menyelimuti wilayah sekitar. Masyarakat diimbau menggunakan masker saat beraktivitas di sekitar lokasi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Asap akibat kebakaran di Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA Jatibarang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, masih menyelimuti kawasan sekitar TPA itu, Senin (9/10/2023). Kepulan asap itu mengganggu aktivitas warga yang tinggal ataupun melintas di sekitar TPA Jatibarang.
TPA Jatibarang kembali dilanda kebakaran pada Jumat (6/10/2023) sekitar pukul 11.00 WIB. Titik api dilaporkan pertama kali muncul di zona aktif dua dan tiga TPA Jatibarang. Zona itu merupakan tempat untuk sampah-sampah yang belum lama dibuang. Kobaran api telah dipadamkan pada Sabtu (7/10/2023). Namun, asap dari kebakaran masih menyelimuti kawasan sekitar TPA hingga Senin siang.
Kabul (47), warga Kelurahan Bambankerep, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, yang tinggal sekitar satu kilometer dari TPA Jatibarang, terganggu dengan asap dari kebakaran tersebut. Kabul menyebut, asap pekat itu menyelimuti kawasan sekitar tempat tinggalnya sehingga ia dan keluarganya tidak bisa beristirahat dengan nyaman.
”Asapnya masuk ke dalam rumah, jadi kami sulit tidur karena sesak napas. Kami sudah berupaya menyalakan banyak kipas angin supaya asapnya hilang, tapi tidak banyak membantu saking tebalnya asap. Asapnya sampai bikin hidung dan tenggorokan saya panas,” kata Kabul, Senin siang.
Menurut Kabul, dampak kebakaran yang terjadi beberapa hari terakhir lebih parah dibandingkan dengan kebakaran-kebakaran yang terjadi di TPA Jatibarang sebelumnya. Pada kebakaran TPA Jatibarang bulan lalu, asap memang sempat menyelimuti lingkungan tempat tinggal Kabul. Namun, saat itu, asap tidak tebal dan hilang dalam hitungan jam.
”Kami berharap semoga kebakaran ini bisa cepat ditangani. Kalau bisa, pakai helikopter (water bombing) seperti yang kemarin-kemarin biar padamnya cepat,” ujar Kabul.
Rudi (55), warga lain di Kelurahan Bambankerep, juga mengaku terganggu oleh adanya asap tebal di lingkungannya. Pria yang sudah belasan tahun bekerja sebagai pemulung di TPA Jatibarang itu juga harus berhenti bekerja akibat kebakaran tersebut.
”Saya sempat mencoba ke TPA untuk cari rongsokan pada Sabtu pagi. Tapi, baru sekitar satu jam, saya sudah pulang karena tidak kuat sama asapnya. Sejak saat itu sampai hari ini, saya belum ke TPA lagi,” ucap Rudi.
Keluhan juga disampaikan Amir (38), warga Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, yang sehari-hari melintas di kawasan TPA Jatibarang. Pada Senin pagi, Amir mengaku kesulitan saat berkendara karena asap tebal dari TPA membatasi jarak pandang.
”Jarak pandang pada hari Senin sekitar pukul 06.30 cuma sekitar 3 meter, jadi harus pelan-pelan betul. Saya tidak pernah memacu sepeda motor saya lebih dari 10 kilometer per jam karena takut menabrak kendaraan lain,” ujar Amir.
Asapnya masuk ke dalam rumah, jadi kami sulit tidur karena sesak napas.
Menurut Amir, asap tebal juga membuat matanya pedih. Oleh karena itu, ia memilih memakai kacamata dan menutup kaca helmnya supaya matanya terlindungi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Semarang Endro P Martanto mengatakan, asap dari kebakaran TPA Jatibarang juga sempat mengganggu lalu lintas penerbangan di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Akibat asap tebal yang mengganggu jarak pandang, lalu lintas penerbangan sempat ditutup selama satu jam pada Sabtu lalu.
Selain itu, asap juga sempat menyelimuti sebagian jalan tol dalam kota, yakni di ruas Jatingaleh-Krapyak. ”Persebaran asap (pada kebakaran ini) lebih parah daripada yang sebelumnya. Dampak asapnya dirasakan sampai ke Kelurahan Kalipancur (Kecamatan Ngaliyan) dan Kelurahan Manyaran (Semarang Barat),” kata Endro.
Endro menambahkan, asap kebakaran yang mengandung gas metana bisa mengganggu kesehatan pernapasan masyarakat. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, khususnya di sekitar TPA Jatibarang, agar memakai masker.
Pendinginan
Hingga Senin malam, ratusan petugas gabungan yang terdiri dari pemadam kebakaran, petugas BPBD, personel TNI dan Polri, serta sukarelawan masih terus berjibaku mendinginkan bara-bara api yang masih menyala di zona III dan IV TPA Jatibarang. Pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan air serta menguruk bara api dengan tanah dan lumpur.
”Hari ini akan datang juga helikopter water bombing dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Besok pagi, helikopter akan membantu pemadaman dari udara. Jadi, ini dikombinasikan antara pemadaman di darat dan dari udara,” ucap Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Senin petang.
Hevearita mengatakan, penyebab kebakaran masih diselidiki. Ke depan, ia berharap Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang menambah jumlah kamera pemantau (CCTV) di kawasan TPA Jatibarang. Hal itu supaya segala kegiatan di kawasan itu terpantau, termasuk jika ada pelanggaran yang bisa memicu kebakaran.
”Saya juga minta supaya ada CCTV termal yang bisa mendeteksi lebih dini jika ada api. Selain itu, saya berharap ada pagar karena TPA ini merupakan area yang ada gas metananya. Penyiapan alat pemadam api ringan juga perlu sehingga penanganan dini bisa dilakukan,” ujar Hevearita.
Menurut dia, panasnya udara akibat kemarau diduga turut memicu terjadinya kebakaran. Dia menambahkan, sepanjang September lalu terjadi 138 kebakaran di Kota Semarang.
Ia pun menginstruksikan setiap camat dan lurah di wilayahnya untuk bersiaga. Para lurah dan camat diminta memetakan lahan-lahan yang berpotensi kebakaran serta mengedukasi masyarakat di wilayahnya untuk menekan perilaku yang bisa memicu kebakaran.