”Water Bombing” dan Pemadaman Darat Tangani Karhutla Gunung Lawu
”Water bombing” dan pemadaman darat melalui pendakian dilakukan untuk menangani kebakaran hutan dan lahan di Gunung Lawu, Karanganyar, Jateng. Sasaran ”water bombing” ialah area yang sulit dijangkau pemadam darat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
KARANGANYAR, KOMPAS — Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karanganyar memanfaatkan water bombing atau penyiraman bom air melalui helikopter untuk menangani kebakaran hutan dan lahan, di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Upaya itu dijalankan bersamaan dengan pemadaman jalur darat. Sasaran water bombing ialah titik api yang tak bisa dijangkau tim pemadaman darat.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar Juli Padmi Handayani menyampaikan, pemanfaatan water bombing telah melalui koordinasi dengan jajaran BPBD dari dua daerah lainnya, yakni Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur.
Hal itu disebabkan lokasi kebakaran di kawasan Lawu terjadi di kawasan perbatasan antara tiga daerah, yakni Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur, serta Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah.
”Koordinasi berjalan baik. Semuanya terbuka dan mempunyai tujuan sama untuk memadamkan api yang ada di kawasan Gunung Lawu. Prioritas penggunaan pertama di Kabupaten Karanganyar. Ini karena kami berada di perbatasan. Tujuannya agar api tidak meluas di wilayah ini,” kata Juli saat dihubungi, Kamis (5/10/2023).
Operasi pemadaman menggunakan water bombing sudah dimulai sejak Rabu (4/10/2023). Hanya saja, ada kendala cuaca. Titik api sulit dilihat dari udara karena kawasan hutan tertutup kabut tebal.
Beberapa kali helikopter penyiram bom air tampak melintasi langit di wilayah Kecamatan Jenawi. Mereka tidak mendekat ke wilayah kebakaran karena titik api juga tidak kelihatan.
Dari hasil pemetaan, terdapat dua titik sumber pengambilan air oleh helikopter pemadam api tersebut. Kedua sumber itu ialah Telaga Madirda di Kecamatan Ngargoyoso dan Waduk Gondang di Kecamatan Kerjo, Karanganyar, Jawa Tengah.
Juli mengungkapkan, water bombing difokuskan untuk menyasar titik api yang sulit dijangkau tim pemadaman darat seperti di kawasan Hargo Tiling. Kawasan itu berada di ketinggian. Jalan menuju area lahan yang terbakar cukup curam. Diharapkan penggunaan water bombing bisa lebih efektif untuk memadamkan api pada kawasan tersebut.
”Water bombing itu fokusnya di titik api yang ada di ketinggian dan aksesibilitasnya susah. Misalnya, di Hargo Tiling, itu teman-teman sulit mencapainya,” kata Juli.
Meski demikian, sebut Juli, pemadaman lewat jalur darat terus dilakukan bersamaan dengan water bombing. Ada sekitar 200 sukarelawan yang turut serta dalam upaya pemadaman tersebut.
Mereka memadamkan api secara manual menggunakan teknik gepyok atau memukul api dengan daun-daunan. Para sukarelawan mendaki dari jalur pendakian Candi Cetho di Kecamatan Jenawi.
Administratur atau Kepala Pemangkuan Kesatuan Hutan Perhutani Surakarta Herri Merkussiyanto Putro menyampaikan, hingga Rabu sore total luas lahan yang terbakar mencapai 60 hektar. Terjadi peningkatan tiga kali lipat dibandingkan sehari sebelumnya, yaitu 20 hektar, pada Selasa (3/10/2023).
Tak tertutup kemungkinan jika terjadi penambahan luasan lahan yang terbakar selama api belum bisa dipadamkan.
Meski demikian, kata Herri, penghitungan luasan lahan terbakar baru sebatas perkiraan. Sebab, pihaknya belum mampu memantau lewat drone demi mencari angka yang lebih terperinci akibat kabut tebal di kawasan hutan. Adapun penghitungan luasan lahan terbakar melalui titik koordinat dari para sukarelawan pemadam kebakaran jalur darat yang dibekali alat GPS sewaktu berangkat.
Jenis tanaman yang terdapat pada lahan terbakar, antara lain sabana, semak-semak, dan pohon cemara. Dalam kondisi kering, tanaman-tanaman tersebut mudah terbakar. Kondisi itu dinilai memicu cepatnya perluasan titik api. Kawasan hutan yang terbakar jauh dari permukiman.
”Lokasi yang curam menyulitkan pemadaman. Selain dibatasi medan, proses pemadaman diperparah lagi oleh angin. Sementara sebagian tanaman belum pernah terbakar sejak 2019. Material menumpuk di atas. Itu membuat risiko terbakarnya semakin tinggi,” kata Herri.
Adanya kebakaran hutan dan lahan di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, disikapi pemerintah daerah dengan penetapan status tanggap darurat bencana. Masa tanggap darurat berlangsung pada 3-16 Oktober 2023.
Material menumpuk di atas. Itu membuat risiko terbakarnya semakin tinggi.
Kebijakan itu diambil mengingat dua daerah kawasan Lawu lainnya, yaitu Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan, di Jawa Timur, sudah lebih dahulu menetapkan status tanggap darurat.
”Dua kabupaten lain sudah menetapkan lebih dahulu. Ini perlakuannya harus sama secara administratif sembari kami terus berkoordinasi bersama-sama menangani bencana kebakaran hutan dan lahan ini,” kata Bupati Karanganyar Juliyatmono, Rabu sore.
Kebakaran hutan dan lahan di Gunung Lawu berawal dari wilayah Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Api memasuki wilayah Karanganyar sejak Minggu (1/10/2023). Sejak munculnya titik api, upaya pemadaman dilakukan segenap sukarelawan dari berbagai komunitas, Polri, hingga TNI tanpa henti. Kondisi jalur pendakian yang terjal menjadi tantangan dalam pemadaman titik api.