Sebanyak 2.769 anak balita dari total 23.548 anak balita yang diukur di Provinsi Papua hingga September 2023 terdeteksi mengalami tengkes. Prevalensi tertinggi tercatat di Kabupaten Mamberamo Raya, Supiori, dan Sarmi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 2.769 anak berumur di bawah lima tahun atau balita di Provinsi Papua diketahui mengalami stunting atau tengkes hingga September 2023. Pemerintah Provinsi Papua mulai meningkatkan program pencegahan tengkes di delapan kabupaten dan satu kota.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame, di Jayapura, Kamis (5/10/2023), mengatakan, ada sejumlah faktor utama pemicu anak di Papua rawan tengkes. Faktor itu, antara lain, minimnya pasokan makanan bergizi bagi ibu hamil dan bagi anak dalam 1.000 hari kehidupan, rendahnya kesadaran pola hidup yang sehat, pola asuh yang tidak berjalan baik, serta pernikahan di usia dini.
Robby menambahkan, faktor lainnya adalah banyak ibu hamil yang mengalami anemia atau kurang darah serta anak terpapar penyakit menular atau infeksi berulang, seperti diare, malaria, infeksi saluran pernapasan akut, dan tuberkulosis. Hal ini juga diperburuk dengan pola konsumsi makanan instan yang rendah kandungan gizi, khususnya di tengah masyarakat asli Papua.
Berdasarkan data sistem elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM), 2.769 anak balita dari total 23.548 anak yang diukur hingga September 2023 mengalami tengkes. Anak balita dengan tengkes ditemukan di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, dan Kabupaten Kepulauan Yapen.
Angka prevalensi tengkes tertinggi di Papua tercatat di Mamberamo Raya, Supiori, dan Sarmi. Prevalensi tengkes di Mamberamo Raya tercatat 30,8 persen, sementara di Supiori 24,5 persen, dan Sarmi dengan prevalensi 20,3 persen. Sementara angka prevalensi kasus tengkes secara nasional mencapai 14 persen.
”Terjadi perubahan pola konsumsi makan dari pangan lokal yang bergizi menjadi bahan makanan instan. Hal ini diperparah dengan banyaknya anak yang terpapar infeksi penyakit yang berkepanjangan sehingga turut memengaruhi kondisi tubuhnya,” kata Robby.
Terjadi perubahan pola konsumsi makan dari pangan lokal yang bergizi menjadi bahan makanan instan.
Robby menuturkan, Pemprov Papua telah melaksanakan program pencegahan tengkes bagi ibu hamil dan anak di delapan kabupaten dan satu kota. Program tersebut, antara lain, berupa pemberian vitamin bagi ibu hamil, obat penambah darah, obat cacingan, kelambu, alat tes cepat malaria, serta bahan makanan tambahan dan beras.
”Program lainnya untuk pencegahan tengkes di Papua adalah pelatihan kader posyandu di setiap kampung (desa). Dalam kegiatan ini, (kami) bersinergi dengan tokoh masyarakat dan pihak gereja,” ujarnya.
Ia pun merekomendasikan masyarakat asli Papua agar mengonsumsi makanan yang cukup, lengkap, dan teratur. Hal ini dengan memanfaatkan potensi pangan lokal yang berlimpah. ”Bagi pasangan yang sedang menantikan kelahiran buah hatinya agar menghindari konsumsi sirih pinang dan mengisap rokok,” ujar Robby.
Penjabat Gubernur Papua Ridwan Rumasukun dalam kunjungannya di Kabupaten Supiori mengatakan, pemerintah daerah setempat harus meningkatkan peran posyandu. Upaya tersebut hanya bisa terlaksana jika pemerintah daerah bersama segala pihak terkait dapat berperan penting menekan angka tengkes di wilayahnya.
”Kami akan berkolaborasi dengan pemerintah di setiap kabupaten dan kota, lembaga-lembaga terkait, dan masyarakat setempat. Tujuannya untuk memastikan program penanganan stunting berjalan maksimal,” kata Ridwan.
Pencegahan tengkes bagi anak sangat penting sebelum usia dua tahun.
Sementara itu, Liza Froulina sebagai salah satu dokter spesialis anak di Papua mengungkapkan dampak jangka panjang tengkes pada kemampuan berpikir. Tengkes akan berpengaruh pada kecerdasan anak dan produktivitasnya di usia kerja.
”Pencegahan tengkes bagi anak sangat penting sebelum usia dua tahun. Anak dengan tengkes lebih dari dua tahun sangat sulit disembuhkan dan lebih mudah terserang penyakit metabolik saat dewasa, seperti diabetes dan hipertensi,” ungkap Liza.