PT Kallista Alam Bayar Separuh Denda, LSM Desak Lelang Aset Perusahaan
PT Kallista Alam, perusahaan kelapa sawit di Nagan Raya, divonis bersalah oleh pengadilan atas kebakaran lahan gambut pada 2010-2012. Total luas lahan yang terbakar 1.000 hektar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SUKA MAKMUE, KOMPAS — Sepuluh tahun seusai putusan hakim terhadap PT Kallista Alam dalam kasus kebakaran lahan gambut di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, akhirnya perusahaan itu membayar Rp 57 miliar atau separuh dari denda. Namun, lembaga swadaya masyarakat konservasi mendesak pemerintah agar menyita dan melelang aset perusahaan.
Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra, dihubungi Selasa (3/10/2023) menuturkan, ganti rugi yang dibayar secara mencicil bentuk perusahaan menghindari tanggung jawab. Sementara dalam putusan pengadilan tidak disebutkan pembayaran denda dengan cara mencicil.
Menurut Roni, seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai representasi negara dalam menggugat, fokus dalam upaya melakukan lelang terhadap bangunan dan tanaman di atas tanah seluas 5.769 hektar seperti yang diperintahkan dalam putusan pengadilan, serta membekukan atau mencabut izin.
Pada 29 September 2023, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani melalui keterangan tertulis kepada wartawan mengatakan, ganti rugi atas kebakaran hutan dan lahan oleh PT Kallista Alam sebesar Rp 57.151.709.500 merupakan pembayaran awal atau 50 persen. Adapun nilai ganti rugi keseluruhan yang harus dibayar adalah Rp 114.303.419.000.
”Pelunasan pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan pada 18 November 2023,” kata Rasio.
Selain ganti rugi, perusahaan juga dibebankan untuk melakukan pemulihan dengan taksiran biaya Rp 251,7 miliar. Terhadap aktivitas pemulihan, pihak perusahaan menawarkan untuk dilakukan secara mandiri.
PT Kallista Alam (KA), perusahaan kelapa sawit di Nagan Raya, divonis bersalah oleh pengadilan atas kebakaran lahan gambut pada 2010-2012. Total luas lahan yang terbakar mencapai 1.000 hektar.
Hal itu berdasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No 50/PDT/2014/PTBNA Jo Putusan Mahkamah Agung No 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pelunasan pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan pada 18 November 2023.
Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri Meulaboh yang kemudian didelegasikan ke Pengadilan Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian teguran (aanmaning), pelaksanaan penilaian aset (appraisal) oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan koordinasi intensif dengan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh maupun Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue.
”Atas pembayaran ganti rugi oleh PT KA kami menyampaikan terima kasih. Kami meminta PT KA segera melunasi kewajiban pembayaran ganti rugi paling lambat 18 November 2023,” kata Rasio.
Rasio menambahkan pembayaran ganti rugi yang telah disetor ke Penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan melalui Sistem Informasi PNBP online (SIMPONI) dengan kode billing 820230831768782, tanggal billing 31-08-2023 dan tanggal pembayaran 04-09-2023 merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KLHK.
Menanggapi pembayaran separuh dari denda, Roni Saputra mengatakan perusahaan telah menunda-nunda pembayaran dalam jangka waktu yang lama. Pembayaran secara mencicil dianggap bentuk kompromi antara KLHK dan perusahaan.
”PT Kallista Alam tidak memiliki niat baik untuk membayar ganti rugi dan melakukan pemulihan. Apalagi penghitungan oleh KJPP telah selesai dilakukan. KLHK perlu mengusulkan pencabutan perizinan berusaha PT Kallista Alam, karena telah dengan sengaja tidak menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Roni.
Dihubungi terpisah, Humas PT Kallista Alam Sumarno tidak bersedia berkomentar terlalu banyak. Dia hanya menyampaikan perusahaan telah mengambil kebijakan untuk membayar ganti rugi secara bertahap. Setelah membayar Rp 57 miliar pada September, pelunasan akan dilakukan pada November 2023.