Dilanda Panas Ekstrem, Masyarakat Semarang Diminta Waspadai Diare dan ISPA
Panas ekstrem yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah, belakangan ini dikeluhkan warga dan dinilai mengganggu aktivitas masyarakat. Masyarakat diminta menguatkan kekebalan tubuh dan mewaspadai sejumlah penyakit.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah orang di Kota Semarang, Jawa Tengah, mengeluhkan panas ekstrem yang terjadi beberapa pekan terakhir. Panas ekstrem diperkirakan masih akan terjadi hingga pekan depan dengan suhu tertinggi mencapai 38 derajat celsius. Masyarakat diminta mewaspadai potensi gangguan kesehatan, seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut.
Cuaca ekstrem yang melanda Kota Semarang sepekan belakangan disebut mengganggu aktivitas sebagian orang. Rahma (27), warga Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, misalnya, mengatakan, dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak akibat panas ekstrem.
”Sudah sepekan terakhir setiap pukul 02.00 atau 03.00 pagi saya selalu terbangun karena kegerahan. Padahal, kipas nyala terus. Setelah itu, mau tidur lagi sulit. Saya merasa waktu istirahat saya jadi berkurang,” kata Rahma, Senin (2/10/2023).
Rahma mengaku khawatir kondisi itu berpengaruh terhadap kesehatannya. Sebab, berkurangnya waktu dan kualitas istirahat bisa menurunkan kekebalan tubuh seseorang. Untuk itu, ia berupaya memperkuat imunitas tubuhnya dengan mencukupi kebutuhan nutrisi harian dan mengonsumsi vitamin secara rutin.
Kurniawan (25), warga Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, juga mengeluhkan dampak panas ekstrem di wilayahnya. Menurut dia, panas ekstrem tahun ini merupakan yang terparah.
”Semarang panas itu bukan hal yang baru, tapi kalau yang panasnya seperti ini saya rasa baru tahun ini. Akhir-akhir ini, saya minum air es lebih dari lima gelas per hari. Biasanya sehari paling banyak tiga gelas,” ujarnya.
Panasnya cuaca di Kota Semarang membuat Kurniawan menjadi lebih malas beraktivitas di luar rumah. Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu memilih untuk bekerja dari rumah.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang Rany Puspita Ekawati mengatakan, panas ekstrem yang melanda Kota Semarang beberapa waktu terakhir terjadi karena berkurangnya tutupan awan. Selama musim kemarau, tutupan awan cenderung berkurang, bahkan tidak ada sama sekali. Hal itu membuat panas sinar matahari langsung ke permukaan bumi.
Panas ekstrem yang melanda Kota Semarang beberapa waktu terakhir terjadi karena berkurangnya tutupan awan. Selama musim kemarau, tutupan awan cenderung berkurang, bahkan tidak ada sama sekali.
BMKG memperkirakan, selama sepekan ke depan, suhu udara di ibu kota Jateng ini berkisar 26-38 derajat celsius. Suhu terpanas, yakni 38 derajat celsius, diperkirakan terjadi pada Jumat (6/10/2023) pada pukul 13.00.
”Berdasarkan data dan histori BMKG Ahmad Yani, Oktober menjadi bulan dengan suhu udara di Kota Semarang mencapai titik maksimalnya. Suhu udara tertinggi di Kota Semarang sejauh ini terjadi pada Oktober 2015, yakni 39,5 derajat celsius,” ujar Rany.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang M Abdul Hakam meminta masyarakat mewaspadai dampak polutan berbahaya yang berpotensi muncul pada suhu panas ekstrem. Polutan yang turut dipantau oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2,5 µm (mikrometer) atau pm 2,5 dan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 µm atau pm 10.
”Berdasarkan hasil pemantauan pm 2,5 dan pm 10, ada 16 kecamatan yang kondisinya sedang ke merah. Debu-debu pm 2,5 dan pm 10 ini kalau terlalu memapar seseorang risikonya bisa memicu radang tenggorokan. Kalau masuk di saluran mata jadi glukoma. Jika terpapar terus menerus pasti risiko diabetesnya akan tinggi,” ujar Hakam.
Hakam menambahkan, suhu udara di Kota Semarang yang diperkirakan mencapai 38 derajat celsius tersebut berpotensi tinggi menyebabkan seseorang dehidrasi. Jika tidak segera diatasi, dehidrasi bisa memicu seseorang menjadi tidak konsentrasi dan mudah linglung. Hakam menyarankan masyarakat di Kota Semarang untuk mengonsumsi air mineral 2,5-3 liter per hari untuk menghindari dehidrasi.
”Tapi, jangan asal minum, tidak memperhatikan kadar gula karena itu berisiko memicu ketoasidosis diabetik,” imbuhnya.
Hakam juga meminta masyarakat mewaspadai sejumlah penyakit yang berisiko timbul pada masa panas ekstrem, misalnya diare dan ISPA. Dua penyakit itu rentan menyerang anak-anak.
”ISPA ini kalau tidak diperbaiki bisa jadi infeksi paru. Sementara diare rawan terjadi karena selama kemarau sumber air yang tadinya banyak mengering. Setelah diuji, ada beberapa yang mengandung bakteri atau mikroorganisme yang nilainya di atas ambang batas normal,” kata Hakam.