Semangat Satu Sepeda Sejuta Saudara dari Banjarmasin
Satu sepeda sejuta saudara menjadi pemersatu komunitas sepeda tua di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mereka ikut menjadi sukarelawan bencana dan kegiatan sosial lainnya.
Kecintaan pada sepeda tua menyatukan para ontelis atau pegiat sepeda tua di Kota Banjarmasin, yang berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Satu sepeda sejuta saudara, jadi penyemangat mereka.
Lebih dari 30 sepeda ontel parkir berjajar dengan rapi di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada hari bebas kendaraan bermotor atau car free day, Minggu (24/9/2023) pagi. Hari itu para onthelis kumpul bareng untuk bertegur sapa dan bertanya kabar dalam suasana penuh keceriaan.
Di situ juga ada anggota komunitas yang menggelar lapak di atas trotoar. Ia menawarkan berbagai onderdil dan aksesori sepeda ontel. Ada pula yang melakukan atraksi bersepeda mundur atau sekadar bersepeda santai.
”Saya kalau tidak ikut kumpul dan ketemu teman-teman langsung terasa garing awak (sakit badan), kaganangan (kangen) sama teman-teman, ujar Sunarno (70), pensiunan aparatur sipil negara Pemerintah Provinsi Kalsel sambil tertawa.
Setiap Minggu pagi, Sunarno hampir tak pernah melewatkan waktu kumpul bareng para ontelis, yang tergabung dalam komunitas Sepeda Antik Banjarmasin (Saban) ataupun Komunitas Sepeda Tua Indonesia (Kosti) Kota Banjarmasin. Titik kumpulnya berada di Jalan Jenderal Sudirman, di depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin.
”Sejak dulu, titik kumpul kami di sekitar Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Ini berkaitan juga dengan sejarah karena terbentuknya Saban ditandai dengan penanaman pohon di Hutan Kota Sabilal Muhtadin,” kata pendiri sekaligus ketua pertama Saban itu.
Menurut Sunarno, Saban didirikan sembilan pegiat sepeda ontel di Banjarmasin pada 17 Agustus 2008. Tujuan awalnya untuk menghidupkan kembali budaya bersepeda ontel di Banjarmasin. Di zaman kolonial hingga masa revolusi (1945-1949), sepeda ontel menjadi kendaraan yang populer. Saat itu, sepeda motor dan mobil sangat minim.
”Dengan ngonthel, kami ingin menjaga kelestarian sepeda tua, sekaligus mengurangi polusi,” ujar ketua Saban selama 14 tahun itu.
Baca juga: Kayuhan Sepeda Onthel Mbah Hadi Mengampanyekan Perdamaian
Ismail (75), generasi pendiri Saban, menuturkan, orang-orang yang tergabung di Saban maupun Kosti Banjarmasin sudah seperti keluarga. ”Hubungan antar-anggota sangat erat, sudah seperti kakak adik. Itu juga sesuai dengan moto kami, satu sepeda sejuta saudara,” katanya.
Sebagai salah satu perintis terbentuknya komunitas sepeda tua di Banjarmasin, Ismail bahagia melihat keberadaan komunitas sepeda tua sekarang ini. Anggotanya terus bertambah meskipun sebagian di antaranya juga sudah tiada.
”Saya berharap komunitas sepeda antik terus berkembang. Sebagai sebuah organisasi, komunitas ini harus tetap netral. Jangan sampai jadi partisan, lalu terpecah belah,” ujarnya.
Lintas profesi
Ketua Saban Praptono, yang akrab disapa Tono, menyampaikan, Saban dibentuk untuk menyatukan orang-orang yang memiliki hobi sama, yaitu mengendarai sepeda tua atau sepeda ontel.
”Kami di komunitas ini dari berbagai latar belakang dan lintas profesi, mulai dari tukang becak sampai profesor. Di sini semuanya sama dan bersaudara, tanpa memandang status (sosial) anggota,” kata Tono, yang bergabung dengan Saban pada 2009.
Tono menyebutkan, sebagian besar warga yang bergabung di komunitas sepeda ontel memiliki pengalaman pada masa lalu. Tidak mengherankan apabila mayoritas anggotanya sudah tua atau sepuh.
Baca juga: Komitmen Ramah Sepeda Tidak Cukup Dilakukan dengan Pembukaan Jalur Sepeda
”Pengalaman dengan ontel itu juga yang akhirnya menyatukan kami,” ujarnya.
Ketua Kosti Kota Banjarmasin Akhmadi menuturkan, komunitas sepeda ontel di Banjarmasin, seperti Saban, adalah bagian dari Kosti Banjarmasin. Adapun Kosti menjadi salah satu Induk Organisasi Olahraga (Inorga), yang berada di bawah naungan Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI).
”Anggota Kosti Banjarmasin saat ini berjumlah 260 orang. Mayoritas anggota berusia 40 tahun ke atas, bahkan ada yang sudah berusia di atas 70 tahun,” ucapnya.
Menurut Akhmadi, yang akrab disapa Madi, Kosti tidak hanya bergerak di bidang olahraga rekreasi, tetapi juga banyak terlibat dalam gerakan sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Beberapa kegiatan Kosti di bidang tersebut, antara lain, ialah penanaman pohon, bakti sosial, dan penggalangan dana untuk korban musibah kebakaran ataupun bencana alam.
”Untuk membantu korban musibah kebakaran ataupun bencana alam, kami biasa menghimpun dana sukarela dari anggota komunitas. Di samping itu, kami juga kadang-kadang mengaktifkan donasi jalanan,” katanya.
Membantu sesama
Junaidi (69), mantan Ketua Kosti Banjarmasin, menambahkan, mereka turut menggalang dana untuk membantu korban erupsi Gunung Semeru pada 2021, juga sebelumnya untuk korban gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 2018.
”Waktu gempa 2018, beberapa anggota komunitas berangkat ke Palu untuk menyerahkan bantuan dan menjadi sukarelawan di sana,” katanya.
Menurut Junaidi, keberadaan komunitas sepeda tua memang untuk menjaga warisan sepeda tua dan budaya ngontel. Namun, misinya tak sebatas itu karena ada pula misi melestarikan lingkungan dan membantu sesama.
”Di komunitas sepeda tua ini, semua adalah saudara. Saudara kami tidak hanya di Banjarmasin, tetapi ada di mana-mana,” ujarnya.
Ketua Kosti Kalsel Mohammad Ary menambahkan, sepeda-sepeda tua di Banjarmasin terkait dengan masa perjuangan pahlawan nasional asal Kalsel, Brigadir Jenderal (TNI) Hasan Basry, pada 1945-1949. Pada masa itu, sepeda digunakan mendatangi kantong-kantong gerilya yang tersebar di sejumlah titik, mulai dari Banjarmasin sampai Amuntai, Hulu Sungai Utara.
”Kantong-kantong gerilya Hasan Basry pada waktu itu terhubung dengan transportasi air ataupun transportasi darat. Sarana transportasi darat pada waktu itu tentu hanya sepeda,” katanya.
Menurut Ary, sepeda tua perlu dilestarikan karena merupakan salah satu peninggalan masa perjuangan kemerdekaan di Kalsel. Kehadiran sepeda tua di masa sekarang bisa menjadi sarana untuk mengobarkan kembali semangat cinta Tanah Air yang diwariskan pahlawan pejuang dan penegak kemerdekaan.
Ia melanjutkan, Banjarmasin adalah salah satu kota tua di Indonesia, yang pada tahun ini berusia 497 tahun, dan juga bagian dari Jaringan Kota Pusaka Indonesia. Jadi, nilai pusaka seyogianya dilestarikan di Banjarmasin, baik itu bangunan, lanskap, jukung (perahu), maupun sepeda.
”Kami mengupayakan agar sepeda-sepeda kuno jangan keluar dari Banjarmasin. Sepeda tua ini juga dapat mengeratkan jalinan persaudaraan dalam semangat satu sepeda sejuta saudara,” kata Ary.
Baca juga: Merawat Kenangan pada Sepeda Robot