Buntut Bentrok Warga dan Aparat di Seruyan, Ribuan Karyawan Mengungsi
Ribuan karyawan perusahaan terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka karena kerusuhan yang mengancam. Kerusuhan di Seruyan, Kalimantan Tengah, sampai saat ini belum ada jalan tengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Konflik antara warga Seruyan dan perusahaan perkebunan sawit tak kunjung menemukan jalan tengah. Sementara itu, ribuan karyawan terpaksa mengungsi karena tempat tinggal yang dibakar atau demi keselamatan.
Sebelumnya, warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, mendatangi perusahaan perkebunan sawit yang masuk di wilayah desa mereka untuk menuntut kebun plasma sesuai kewajiban. Namun, saat itu polisi datang untuk menjaga wilayah perusahaan hingga akhirnya terjadi bentrok di antara keduanya (Kompas, 22/09/2023).
Dampak dari bentrokan itu, puluhan warga Desa Bangkal yang melakukan aksi terkena tembakan gas air mata dari polisi. Konflik berlanjut bahkan hingga Jumat malam. Setidaknya 10 mes karyawan dibakar. Hal itu membuat puluhan karyawan mengungsi. Untuk menghindari kejadian serupa, pemerintah mengevakuasi ribuan karyawan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I ke beberapa tempat.
Camat Seruyan M Abdi Radhiyanie menjelaskan, hingga Rabu (27/9/2023), total pengungsi mencapai 1.220 orang yang tersebar di 29 titik pengungsian. Ada pula yang tinggal di rumah penduduk sekitar. Rinciannya, 364 orang tinggal di rumah penduduk di Desa Tabiku dan 191 orang tinggal di halaman kantor Kecamatan Seruyan Raya.
”Sejauh ini mereka dalam kondisi sehat,” kata Abdi.
Abdi menambahkan, banyak pihak datang memberikan bantuan mulai dari logistik hingga kebutuhan obat-obatan untuk para warga lansia dan anak-anak yang merupakan kelompok rentan. Bahkan, bantuan juga datang dari warga sekitar di Kecamatan Seruyan Raya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji mengungkapkan, pihaknya saat ini fokus pada evakuasi warga dan mengurus pengungsi. Namun, ia tetap mengupayakan komunikasi dengan pihak perusahaan dan masyarakat untuk kembali bernegosiasi.
Sebelumnya, antara warga dan perusahaan setidaknya sudah tiga kali melakukan pertemuan atau mediasi sejak aksi protes berjalan Agustus lalu. Hasilnya, perusahaan menyanggupi untuk memberikan 235 hektar lahan plasma ke masyarakat. Namun, hal itu ditolak oleh masyarakat dan meminta dinaikkan menjadi lebih kurang 500 hektar. Perusahaan menolak, warga pun kembali beraksi.
”Kami terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan kedua pihak supaya ada jalan tengahnya,” ungkap Erlan.
Erlan menjelaskan, ada kelompok-kelompok tertentu yang memprovokasi masyarakat hingga akhirnya kerusuhan terjadi. ”Kasihan masyarakat lain yang terdampak,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herinata mengungkapkan, persoalan di Bangkal dan sekitarnya dengan perusahaan sawit tersebut bukan masalah baru. Konflik sudah terjadi sejak perusahaan masuk ke wilayah tersebut. Kerusuhan beberapa waktu lalu merupakan akumulasi kemarahan warga ditambah saat situasi bentrok dengan aparat.
Semua itu sedang kami pelajari, yang mana punya izin dan tuntutan masyarakat apa, kita cari jalan tengahnya. Supaya investor jalan, masyarakat juga jalan. (Djainuddin Noor)
Selama ini, menurut Bayu, tidak ada upaya dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan di perkebunan sawit. Hal itu memperburuk keadaan di lapangan saat masyarakat dihadapkan dengan aparat keamanan.
”Kami mendesak pemerintah daerah turun tangan menindak tegas perusahaan karena yang dituntut masyarakat merupakan hak mereka sesuai kebijakan pemerintah,” kata Bayu.
Penjabat Bupati Seruyan Djainuddin Noor mengungkapkan, pihaknya akan memetakan konflik antara masyarakat dan perusahaan tersebut untuk mencari jalan tengah. Hal itu akan segera dilakukan agar masalah tidak semakin buruk.
”Semua itu sedang kami pelajari, yang mana punya izin dan tuntutan masyarakat apa, kita cari jalan tengahnya. Supaya investor jalan, masyarakat juga jalan,” ungkap mantan Sekda Kabupaten Seruyan tersebut.