Kebutuhan lahan untuk pembangunan tahap awal Rempang Eco City seluas 2.350 hektar. Lahan seluas itu untuk bangun pabrik dan menara.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kawasan calon kampung baru bagi penduduk Rempang direncanakan berlokasi di Tanjung Banun, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Kampung baru itu sebagai pengganti kampung tua yang menjadi bagian dari rencana kawasan proyek Rempang Eco City. Lokasi kampung baru tersebut saat ini kosong alias belum dibangun apapun. Pemerintah janji percepat pembangunan.
Kepala Badan Pengusahaan Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, Tanjung Banun cocok menjadi perkampungan baru. Letaknya di tepi pantai sehingga warga nelayan masih bisa melaut seperti biasa. ”Kami mengikuti keinginan masyarakat,” kata Rudi, dalam konferensi pers di Batam, Selasa (26/9/2023).
Penetapan Tanjung Banun sebagai lokasi pemindahan, lanjutnya, sesuai permintaan warga. Lima kampung menjadi prioritas pemindahan tahap awal, yakni Belongkeng, Pasir Panjang, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Pada lima kampung itu terdapat sekitar 950 keluarga.
Hingga Selasa (26/9/2023), Rudi menyebutkan, 291 keluarga telah bersedia untuk pindah ke Tanjung Banun. Sementara 437 keluarga telah melakukan konsultasi dengan tim BP Batam. Rudi meyakini keluarga yang telah berkonsultasi suatu waktu akan setuju pindah.
Pemindahan penduduk dari kampung itu, lanjutnya, harus dilakukan. Soalnya, BP Batam akan menyerahkan lahan kepada investor. Kebutuhan lahan untuk tahap awal 2.350 hektar. Lahan itu akan digunakan untuk pembangunan pabrik dan menara.
Rudi melanjutkan, akan dibangun sekitar 900 hingga 1.000 unit rumah permanen di Tanjung Banun. Lahan yang dipersiapkan seluas 300 hektar untuk menyiapkan perkampungan baru nanti. Selain rumah, akan dibangun juga fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, kantor kelurahan, hingga kantor polisi.
Namun, saat ditanya kapan rencana pembangunan dimulai, Rudi hanya menjawab ingin pembangunan bisa secepatnya. ”Lebih cepat lebih baik. Semakin lama pembangunan selesai semakin besar anggaran yang kami keluarkan untuk pembayaran uang jatah sewa dan biaya hidup warga,” kata Rudi.
Sembari menanti pembangunan rumah selesai, lanjut Rudi, warga akan menempati rumah lain. Biaya sewa ditanggung oleh BP Batam sebesar Rp 1,2 per bulan.
Pada masa transisi sambil menunggu rumah selesai dibangun, warga terdampak akan diberikan uang tunggu Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per keluarga.
Warga boleh mencari rumah sewa sendiri ataupun yang disediakan oleh BP Batam. BP Batam akan menyediakan rumah atau rumah toko. Saat ini terdata 500 rumah toko di Batam dapat ditempati oleh warga yang masuk dalam daftar relokasi tahap awal.
”Warga tidak mau pindah ke rusun karena ruang gerak terbatas,” kata Rudi.
Ketika permukiman baru di Tanjung Banun rampung warga akan dipindahkan ke sana. Saat itulah kepada warga baru akan diberikan sertifikat hak milik tanah dan bangunan. Masing-masing keluarga diberikan lahan 500 meter persegi dan satu unit rumah tipe 45 bernilai Rp 120 juta.
Rudi semula berencana semua warga akan dipindahkan ke Dapur Tiga, tetapi kini sebagian dipindahkan ke Tanjung Banun. Pihaknya fokus pada lima kampung, sedang sisa 11 kampung akan direlokasi menyusul. Adapun total keluarga yang akan direlokasi mencapai 2.700 keluarga.
”Kalau di Tanjung Banun bisa dibangun 1.000 unit, maka di Dapur Tiga akan dibangun sekitar 1.700 unit atau keluarga,” kata Rudi.
Pantauan Kompas, lahan-lahan di Tanjung Banun bertutupan kebun dan hutan muda. Kontur wilayah di Tanjung Banun berupa perbukitan. Lahan-lahan di Tanjung Banun dikelola oleh warga.
Saya tidak pernah diberi tahu lahan yang mana akan dipakai.
Sebagian besar warga Tanjung Banun tinggal di pantai. Mereka membangun rumah di atas air dan tepi laut. Sebagian ada juga tinggal di darat.
Ketua RT Tanjung Banun, Ariadi, mengatakan, dia tidak tahu lokasi yang akan dijadikan pembangunan permukiman batu di sana. ”Saya tidak pernah diberi tahu lahan yang mana akan dipakai,” kata Ariadi.
Kompas juga mendapati tidak ada petunjuk atau penanda apa pun di Tanjung Banun mengenai rencana pembangunan kampung baru. Belum ada juga aktivitas yang menandakan sedang pengerjaan pembenahan lokasi.
Terkait itu, Rudi menjelaskan, tim Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat baru turun ke lokasi untuk memetakan. Pembangunan jalan akan segera dilakukan agar memudahkan mobilisasi perlengkapan bangunan.
Rudi mengakui masih banyak warga belum meneken persetujuan pindah. Terhadap warga tersebut, tim BP Batam akan terus melakukan sosialisasi dan membujuk. Rudi berharap warga akan bersedia untuk pindah ke Tanjung Banun.
Namun, tidak ditentukan batas akhir pemindahan. Rudi yakin seiring berjalan waktu warga akan menerima untuk pindah. Sosialisasi dilakukan dengan pola humanis agar tidak meresahkan warga.
Rudi mengatakan, lahan-lahan yang dikelola warga di Tanjung Banun masih milik pemerintah. Meski demikian, ada kemungkinan ganti rugi tetap diberikan kepada warga. Perlu ada regulasi dari Presiden untuk mengatur ganti rugi tersebut.
Warga Sembulang Hulu, Samsudar (55), menuturkan belum bersedia pindah walaupun pemerintah akan bayar ganti rugi, uang sewa, dan biaya hidup. Baginya hidup di tanah kelahiran membuat dia lebih tenang.