Seribu Pelajar Purbalingga Ikuti Skrining Talasemia
Skrining talasemia untuk mengetahui adanya kelainan dalam darah seseorang. Tindak lanjutnya berupa upaya preventif pewarisan kelainan genetik pada keturunan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Sebanyak 1.000 pelajar tingkat menengah atas di Kabupaten Purbalingga jalani tes pengambilan darah dalam rangka skrining talasemia. Proses skrining merupakan langkah untuk mencapai target nol talasemia pada 2027.
”Skrining talasemia untuk mengetahui adanya kelainan darah dalam darah. Sel darah merah yang tidak sempurna yang menyebabkan anak harus transfusi terus-menerus,” kata Marina Eka Amalia, AVP Legal and Corporate Secretary PT Prodia Widyahusada Tbk, Selasa (26/9/2023).
Amalia mengatakan, program ini akan berjalan selama 2 bulan. Setelah tahap awal skrining, jika ditemukan kasus talasemia, mereka akan mendapatkan edukasi lebih lanjut.
”Pelajar yang diketahui menderita talasemia akan mendapatkan edukasi agar tidak menikah ke sesama penderita. Karena kalau tetap menikah, dampaknya penyakit serupa akan diturunkan pada keturunan mereka. Itu kasihan karena seumur hidupnya akan transfusi darah terus-menerus,” tuturnya.
Menurut Amalia, program CSR dari Prodia menargetkan pada 2027 prevalensi talasemia mencapai nol. Untuk tujuan itu, diperlukan edukasi maksimal dan dukungan dari para pihak. ”Kalau tidak, mereka tidak tahu cara menguranginya. Jadi ini harus bahu-membahu,” tuturnya.
Antusias
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga dr Jusi Febrianto mengatakan, di Purbalingga, pada 2021 terdapat 68 kasus. Pada 2022 terdapat 76 kasus, dan pada 2023 ini 86 kasus. Sesama penderita jika menikah akan mendorong 25 persen probabilitas pada keturunan menderita talasemia juga.
Pihaknya juga rutin menggelar tes talasemia kepada para pasangan calon pengantin. Ia mengatakan, talasemia merupakan kelainan yang diturunkan secara genetik. ”Itu cacat produksi sejak lahir atau produksi hemoglobinnya,” tuturnya.
Menurut Jusi, penderita talasemia antara lain mengalami gejala pucat, lemas, mudah capek, dan kadar Hb (hemoglobin)-nya rendah sehingga menyebabkan lemahnya oksigenasi ke seluruh sel tubuh.
Sejumlah pelajar tampak antusias meski beberapa di antaranya merasa takut. Virdan Nufak (16), kelas XI SMA Negeri 1 Bukateja, mengaku takut tetapi akhirnya pasrah demi mengikuti skrining ini. ”Jujur deg-degan banget. Dulu pernah disuntik, tapi saat kecil. Di keluarga tidak ada yang talasemia. Semoga sehat-sehat semua,” tuturnya.
Hal serupa disampaikan Cindy Restiana (16) dari SMA Negeri 1 Bukateja. Ia juga sempat tegang sehingga pengambilan darah harus diulangi. ”Awalnya deg-degan, tapi ternyata tidak sesakit yang dibayangkan,” ujarnya.