Kecerdasan Buatan, Jembatan Masa Depan bagi Kemanusiaan
Kecerdasan buatan masuk ke berbagai sendi kehidupan. Namun, kemanusiaan tetap harus di atas semuanya.
Manusia semakin dekat dengan beragam aktivitas dengan kecerdasan buatan di tengah penggunaan data berkecepatan tinggi. Di Singapura, sepelemparan batu dari Indonesia, teknologi artifisial ini hadir mulai dari seduhan kopi hingga penanganan darurat.
Akan tetapi, ada catatan penting di balik itu. Semua tetap tidak bisa menggantikan sisi kemanusiaan dalam menjalani segala rangkaian kehidupan.
Baca juga : Potensi Masa Depan yang Terbuka oleh AI
Kecanggihan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) tersaji dalam satu cangkir kertas kopi yang diseruput Faiz (25), pengunjung konferensi IBM Think Singapore, Kamis (14/9/2023). Pria asal Indonesia ini mencoba racikan kopi otomatis dari mesin barista berbasis AI. Ella begitu mesin itu dipanggil.
Alat ini berada di salah satu sisi koridor Sands Expo and Convention Centre, Singapura, yang menjadi lokasi konferensi tersebut. Tidak hanya Faiz, sejumlah peserta dan tamu undangan IBM Think Singapore juga tertarik saat mesin itu meracik kopi buatan mereka.
Peserta yang ingin mencoba tinggal meminta kepada petugas yang berjaga di sebelah mesin barista itu. Campur tangan manusia hanya saat mengetuk pilihan pesanan di tablet pintar. Setelah itu, mesin dengan perhitungan komputer yang mengerjakan sisanya.
“Rasanya konsisten, dan lebih cepat. Kalau memesan dari barista (manusia) mungkin bisa lebih lama dari itu. Belum lagi menunggu antrian. Kalau tadi, tidak sampai 2 menit kopi sudah jadi” ujar Faiz, sambil menyeruput kopi dengan antusias.
Tidak hanya meracik secangkir kopi, dalam konferensi ini, IBM menghadirkan sejumlah teknologi AI yang telah diterapkan di berbagai sektor, mulai dari melayani masyarakat, hingga perlindungan data.
Satu sistem kacamata pintar dari Singapore Civil Defence Force (SCDF), misalnya, menyita perhatian pengunjung. Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura Josephine Teo turut menjajal teknologi ini saat berkunjung di konferensi itu, Kamis. Dia berdecak kagum.
Josephine menyaksikan bagaimana kacamata pintar itu mampu mendeteksi kerusakan dalam satu sapuan pandangan. Bahkan, dalam video simulasi, kacamata itu juga bisa melaporkan kondisi darurat di lapangan secara langsung.
Dengan menggunakan jaringan 5G berkecepatan tinggi, data hingga pengamatan yang diambil kacamata pintar itu bisa diakses dalam hitungan detik untuk mendapatkan data akurat. SCDF bakal mencoba teknologi ini dalam dua tahun ke depan dengan dukungan integrasi data dan keamanan siber dari IBM dan Infocomm Media Development Authority (IMDA).
Singapura telah membangun teknologi AI dalam lima tahun terakhir. Dananya fantastis, mencapai 500 juta dollar Singapura atau setara Rp 5,6 triliun.
Kemajuan teknologi AI di Singapura yang menjangkau berbagai aktivitas masyarakat ini tidak hadir begitu saja. Josephine menyebut, Singapura telah membangun teknologi AI dalam lima tahun terakhir. Dananya fantastis, mencapai 500 juta dollar Singapura atau setara Rp 5,6 triliun.
Singapura juga menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang telah merumuskan dan menerapkan kebijakan AI. Strategi Nasional AI negara ini telah diterapkan tahun 2019. Sementara negara Asia Tenggara lainnya baru merumuskannya antara 2020-2022.
Indonesia, misalnya, baru meluncurkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial RI 2020-2045 melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), setahun setelah Singapura.
“Singapura meluncurkan model AI Governance Framework di Tahun 2019 untuk mendorong pengembangan dan adopsi AI yang bertanggung jawab. Tahun lalu, kami juga memperkenalkan AI Verify, yakni kerangka kerja pengujian AI dan perangkat lunak yang diminati lebih dari 50 organisasi, termasuk IBM,” ujar Josephine.
Singapura telah mempelopori banyak proyek 5G, dan kami akan terus mendukung kemampuannya di tengah industri 4.0 dan berbagai pelayanan
Dunia AI, lanjutnya, perlu dipersiapkan karena bisa membantu kehidupan warga negaranya. Berbagai permasalahan, seperti layanan kesehatan hingga untuk menunjang populasi yang menua, mampu ditingkatkan dengan AI.
“Singapura sangat antusias menerapkan AI. Kami percaya AI memiliki kekuatan membuka potensi manusia dan ekonomi. Inovasi yang didukung AI bermanfaat luas di berbagai bidang, seperti logistik, keuangan, kesehatan, hingga pemerintahan,” papar Josephine
Transfer data berkecepatan tinggi sangat dibutuhkan dalam menyokong teknologi terkini. Oleh karena itu, Singapura telah menyiapkan jaringan 5G dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mampu mengakses 5G di seluruh wilayahnya.
Assistant Chief Executive IMDA Ong Chen Hui menyebut, Singapura telah membangun jaringan 5G mandiri (standalone) ini dalam empat tahun terakhir. IMDA yang masuk dalam naungan Kementerian Informasi dan Komunikasi Singapura ini berperan dalam transformasi digital di negara itu.
Transfer data berkecepatan tinggi sangat dibutuhkan dalam menyokong teknologi terkini.
Ong menyatakan, Singapura menyiapkan jaringan 5G mandiri ini agar bisa mendukung berbagai sektor industri dan melayani masyarakat. Mereka juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membangun infrastruktur digital yang siap dari saat ini hingga masa depan.
”Perjuangan inovasi dan komersialisasi 5G dalam empat tahun terakhir memiliki kemajuan yang signifikan. Singapura telah memelopori banyak proyek 5G dan kami akan terus mendukung kemampuannya di tengah industri 4.0 dan berbagai pelayanan,” ujar Ong.
Menyelamatkan nyawa
Tidak hanya pelayanan warga, AI di Singapura bahkan digunakan menyelamatkan nyawa. Deputy Commissioner for Future Technology and Public Safety SCDF Ling Young Ern menyatakan, AI dalam kacamata pintar itu mampu membantu menyelamatkan nyawa. Teknologi yang dihadirkan bisa memastikan peralatan yang ada mampu beroperasi dengan baik saat menangani kondisi darurat.
“Dengan menggunakan kacamata, kami bisa memeriksa beberapa peralatan sekaligus. Sebelum ada ini, kecepatan pemeriksaan peralatan itu tergantung pengalaman petugas dan memakan lebih banyak waktu,” ujarnya.
Assistant Chief Executive IMDA Ong Chen Hui menyebut, Singapura telah membangun jaringan 5G mandiri (standalone) ini dalam empat tahun terakhir. IMDA yang masuk dalam naungan Kementerian Informasi dan Komunikasi Singapura ini berperan dalam transformasi digital di negara itu.
Baca juga : Kecerdasan Artifisial: Alat atau Ancaman?
Ong menyatakan, Singapura menyiapkan jaringan 5G mandiri ini agar bisa mendukung berbagai sektor industri dan melayani masyarakat. Mereka juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membangun infrastruktur digital yang siap dari saat ini hingga masa depan.
“Perjuangan inovasi dan komersialisasi 5G dalam empat tahun terakhir memiliki kemajuan yang signifikan. Singapura telah mempelopori banyak proyek 5G, dan kami akan terus mendukung kemampuannya di tengah industri 4.0 dan berbagai pelayanan,” ujar Ong.
Teknologi yang diuji coba di Stasiun Pemadam Kebakaran Punggol dan Central ini, diharapkan bisa memastikan standar kesiapan operasional para petugas, terutama di garis depan. Selain itu, keterangan yang tersaji untuk setiap kondisi peralatan juga membantu petugas dalam meningkatkan kemampuan.
Selain sektor kedaruratan, AI juga membantu peningkatan kualitas kesehatan di Singapura. Direktur Data Analitis Kementerian Kesehatan Singapura Sutowo Wong memaparkan, AI berperan menangani penyakit yang cocok bagi pasien.
Salah satu teknologi AI yang tengah dikembangkan adalah Singapore Eye Lesion Analyser (SELENA+). Teknologi ini menggunakan sistem pembelajaran mendalam (deep learning) untuk mendeteksi kondisi mata terkait penyakit retinopati diabetik, glaukoma, hingga gangguan mata karena usia.
AI bisa membuat petugas berbuat lebih baik untuk pasien.
Menurut Sutowo, SELENA+ bisa memeriksa tanda-tanda penyakit retinopati diabetik dalam hitungan menit dengan akurasi hingga 96-98 persen. Padahal, dengan cara biasa, pemeriksaan bisa berlangsung beberapa jam hingga hari.
“Data-data yang dihasilkan AI membuat kami bisa melihat dan mengerti progres penyakit dari pasien sehingga kami bisa memberikan penanganan yang tepat dan cocok bagi pasien. AI bisa membuat petugas berbuat lebih baik untuk pasien,” ujarnya.
Kemanusiaan
Meskipun AI memberikan manfaat kepada kehidupan, di sejumlah sektor, campur tangan manusia tetap menjadi yang utama. Sutowo menyebut, kebiasaan manusia yang sehat dan dan kepedulian sosial adalah kunci meningkatkan angka harapan hidup.
Singapura saat ini menjadi negara dengan angka harapan hidup tertinggi di Asia Tenggara, bahkan menempati peringkat 7 dunia di tahun 2023. Berdasarkan World Population Review, angka harapan hidup Singapura mencapai 84,27 tahun. Angka ini masih jauh lebih tinggi dari Indonesia yang hanya mencapai 71,1 tahun.
AI bisa mengurangi kebutuhan tenaga kesehatan profesional. Informasi yang disampaikan AI juga menyesuaikan dengan para lansia.
“Harapan hidup tidak hanya terkait layanan kesehatan. Kebanyakan adalah kondisi sosial. Salah satu isu yang ada di sekitar warga senior (lanjut usia) adalah kesepian. Jadi, membuat mereka terlibat dalam sosial juga membantu kualitas hidupnya,” ujar Sutowo.
Untuk meningkatkan kualitas hidup, AI masuk sebagai penunjang, mulai dari berbagai aplikasi yang membantu para lansia hingga petugas yang merawat mereka. Menurut Sutowo, penggunaan AI bisa mengurangi kebutuhan tenaga kesehatan profesional. Informasi yang disampaikan AI juga menyesuaikan dengan para lansia.
Peran manusia dalam kondisi darurat juga disinggung oleh Ling. Dia berujar, SCDF tetap mengutamakan kemanusiaan dalam operasi darurat dan penyelamatan nyawa. “Kemanusiaan tetap memegang kendali karena melibatkan nyawa manusia, dan ini tidak bisa digantikan mesin atau AI,” ujarnya.
Di sisi lain, untuk mengendalikan AI, manusia juga harus meningkatkan kemampuannya. Menurut Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF), di tahun 2025, diperkirakan 85 juta pekerjaan hilang karena otomatisasi dan AI, sementara 97 jenis pekerjaan baru akan terbuka.
Menurut Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF), di tahun 2025, diperkirakan 85 juta pekerjaan hilang karena otomatisasi dan AI, sementara 97 jenis pekerjaan baru akan terbuka.
Namun, profesi baru tersebut membutuhkan sumber daya manusia yang menguasai teknologi AI karena berkaitan dengan industri 4.0. Kondisi ini akan meningkatkan persaingan di kalangan tenaga kerja dengan kemampuan mumpuni.
Manusia masa depan seharusnya menjadi individu penguasa penggunaan AI. Harapannya, yang terjadi nanti bukan sebaliknya.