Posko Bantuan Hukum Dibuka untuk Masyarakat Rempang
Warga Pulau Rempang mendatangi dan mengadu ke posko bantuan hukum yang dibuka Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang. Tim akan menindaklanjuti seluruh aduan masyarakat dengan mengambil langkah-langkah hukum.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang membuka posko bantuan hukum bagi masyarakat Pulau Rempang di Kampung Sembulang Hulu, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Batam, Kamis (21/9/2023). Warga dapat mengadukan persoalan terkait intimidasi aparat atau oknum, pemaksaan, dan bentuk-bentuk lain yang meresahkan.
”Bantuan hukum ini terbuka untuk umum. Masyarakat bebas datang. Silahkan mengadukan apa pun yang dialami dan akan kami dampingi,” kata Andi Wijaya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru.
Seusai dibuka, posko langsung didatangi banyak warga untuk mengadu. Menurut Andi, sebagian besar aduan itu terkait intimidasi yang dialami warga dalam relokasi oleh pemerintah. ”Sebagian warga mengadu karena khawatir. Mereka telah menolak relokasi, tetapi masih juga bolak-balik didatangi,” katanya.
Kondisi itu membuat warga jadi gelisah. Aparat diminta untuk tidak lagi mendatangi warga jika sudah ada penolakan.
Masyarakat yang datang mengadu, lanjut Andi, beralasan punya ikatan kuat dengan tempatnya hidup. ”Ada yang tani dan nelayan yang telah hidup turun-temurun di sana. Itu yang buat mereka menolak direlokasi,” lanjutnya. Apalagi, dengan adanya isu yang berkembang bahwa warga akan diungsikan sementara ke rumah susun, mereka sulit membayangkan kehidupan selanjutnya akan baik.
Kehadiran Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada 18 September 2023 dinilai belum meredakan situasi masyarakat di Pulau Rempang. Warga masih merasakan intimidasi berulang. ”Bahkan, sampai saat ini tim gabungan aparat masih berjaga hampir di setiap kampung Rempang-Galang. Situasinya membuat masyarakat diliputi ketakutan,” ujarnya.
Posko diharapkan menjadi jawaban dan jaminan terpenuhinya hak-hak masyarakat terhadap layanan hukum. Masyarakat juga didukung untuk bebas menentukan pilihannya. Jangan ada pihak mana pun mengintimidasi warga yang ingin mempertahankan hak. Selain itu, tim juga akan mengajukan gugatan hukum kepada pemerintah. Saat ini, berkas gugatan tengah dimatangkan.
Tim Solidaritas untuk Rempang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI-LBH Pekanbaru; Eksekutif Nasional WALHI; Eksekutif Daerah WALHI Riau; LBH Mawar Saron Batam; PBH Peradi Batam; PP Man; Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS); dan Trend Asia.
Direktur LBH Mawar Saron Batam Mangara Sijabat mengatakan, hadirnya posko ini sebagai bentuk kepedulian para pegiat hukum dan hak asasi manusia (HAM). Dukungan tersebut bersifat probono atau gratis untuk masyarakat.
Pengacara Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Batam, Sopandi, mendorong warga tidak takut memperjuangkan hak. ”Posko ini dibangun untuk memberikan rasa aman kepada warga yang saat ini terus berjuang untuk mempertahankan tanah mereka,” tambahnya.
Sebelumnya, warga Rempang Cate, Arrahim, mengaku menolak relokasi karena telah memiliki ikatan yang kuat pada tanah kelahirannya itu. Apa pun yang terjadi, ia bertahan dan tidak mau dipindah.
Warga juga hampir putus asa mendapati aparat pemerintah dan keamanan seolah tak pedulikan aspirasi mereka.
Menteri Bahlil menyampaikan ada ganti rumah tipe 45 bagi warga terdampak relokasi untuk pembangun Rempang Eco City. Ada pula lahan 500 meter persegi dan status sertifikat tanah hak milik. Ada juga uang tunggu sampai rumah siap ditempati. Nilainya Rp 1,2 juta per orang per bulan dan Rp 1,2 juta sewa rumah per kepala keluarga.