Ikhtiar Banda Aceh Menuju Kota Layak Anak
Banda Aceh dua kali berturut-turut, yakni 2022 dan 2023, mendapatkan anugerah Kota Layak Anak kategori nindya atau tingkat ketiga. Sementara pada 2021, Banda Aceh mendapatkan anugerah kategori madya.
Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh, sudah dua kali mendapatkan anugerah Kota Layak Anak kategori nindya atau tingkat ketiga. Capaian itu menjadi motivasi bagi pemerintah setempat untuk meraih predikat lebih tinggi.
Belasan anak-anak terlihat ceria berada di Ruang Bermain Ramah Anak Taman Ratu Safiatuddin (RBRA Tarasa) di Desa Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Minggu (10/9/2023). Setiap hari Minggu atau hari libur taman bermain itu ramai didatangi anak-anak. Di sana mereka bisa menggunakan fasilitas bermain secara gratis sampai puas.
Naina (5,5 tahun), salah satu anak, lincah menaiki tangga lalu turun melalui papan perosotan. Puas bermain perosotan dia berpindah bermain ayunan.
Baca juga: Melindungi Anak dan Masa Depan Kita
Sementara ibunya, Anisah (35 tahun), duduk di bangku keramik di tepi pagar taman bermain. Dari sana dia dengan mudah memantau Naina bermain.
”Taman ini khusus untuk anak-anak, jadi di sini aman dan nyaman. Minggu pagi saya sering ajak Naina ke sini,” kata Anisah.
RBRA Tarasa merupakan satu-satunya pusat bermain anak di Aceh yang memenuhi standar sertifikasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Diresmikan pada Juli 2022, hingga kini RBRA Tarasa itu masih terawat.
”Namun, fasilitas bermain di sini masih sedikit, padahal lahannya luas. Maunya ditambah lagi,” kata Anisah.
RBRA Tasara letaknya sangat representatif. Berada di tengah kota sehingga mudah diakses oleh warga. Area parkir juga luas.
Keberadaan RBRA memperkuat Banda Aceh sebagai kota layak anak. Banda Aceh telah dua kali berturut-turut, yakni 2022 dan 2023, mendapatkan anugerah KLA kategori nindya atau tingkat ketiga. Sementara pada 2021, Banda Aceh mendapatkan anugerah kategori madya dan pada 2019 meraih predikat pratama.
Pemeringkatan kota layak anak terdiri dari lima tingkat yakni, pratama, madya, nindya, utama, dan KLA. Anugerah itu diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan evaluasi terhadap kabupaten/kota. Semakin banyak indikator KLA terpenuhi semakin tinggi peringkat yang didapat.
KLA merupakan ikhtiar pemerintah untuk membangun daerah melindungi dan memenuhi hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: Suara Anak Indonesia Dihimpun di Semarang
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh Cut Azharida mengatakan, penghargaan KLA kategori nindya sangat berarti. Anugerah itu menjadi legitimasi capaian kerja bagi pemerintah dalam melindungi dan memenuhi hak anak.
”Kami bersaing dengan banyak kabupaten/kota di Indonesia. Di Provinsi Aceh, Banda Aceh menjadi satu-satunya daerah yang dapat nindya,” kata Cut.
Indikator penilaian
Cut menuturkan, Pemerintah Kota Banda Aceh bertahun-tahun bekerja keras dan sungguh-sungguh untuk memenuhi indikator penilaian KLA. Untuk kategori nindya, terdapat 24 indikator yang dinilai yang meliputi penguatan kelembagaan dan kluster hak anak.
Kami mendorong semua pemangku kepentingan untuk terlibat aktif menerapkan konsep ramah anak dari tingkat desa, instansi pemerintah, hingga dunia usaha. ( Cut Azharida)
Dalam konteks penguatan kelembagaan, Banda Aceh telah membuat Qanun/Perda Kota Layak Anak, pembentukan forum anak tingkat desa dan kota, musyawarah rencana pembangunan perempuan dan anak, hingga pembuatan qanun gampong. Dari 90 desa, sebanyak 26 desa telah dideklarasi sebagai desa layak anak.
Sementara itu, menyangkut pemenuhan kluster hak anak, Banda Aceh mendorong semua stakeholder untuk mengambil peran sesuai dengan kewenangan setiap instansi. ”Kami mendorong semua pemangku kepentingan untuk terlibat aktif menerapkan konsep ramah anak dari tingkat desa, instansi pemerintah, hingga dunia usaha,” kata Cut.
DP3AP2KB Kota Banda Aceh menjadi penggerak utama memastikan indikator KLA terpenuhi. Adapun dinas dan lembaga lain sesuai dengan tupoksi masing-masing juga bertanggung jawab untuk menerapkan indikator KLA.
Misalnya, pada kluster hak sipil dan kebebasan, mencakup hak anak memperoleh identitas. Pemenuhan hak tersebut dibebankan kepada dinas kependudukan dan catatan sipil. Saat ini, 98 persen anak di Banda Aceh telah memiliki kartu identitas anak (KIA). Sementara dinas pendidikan memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak.
Pada kluster pemenuhan hak kesehatan menjadi tanggung jawab dinas kesehatan. Salah satu terobosan Dinas Kesehatan Banda Aceh adalah pengoperasian rumah gizi gampong dan puskesmas ramah anak. Sementara itu, dunia usaha juga mulai terlibat dalam pembangunan kota layak anak dengan menyediakan ruang bermain bagi anak.
Baca juga: Bayu Satria, Memperjuang Hak Anak Aceh
”Kota layak anak bukan berarti tidak ada kasus kekerasan. Namun, kesadaran warga untuk melapor tinggi dan kemampuan pemerintah menangani juga semakin baik,” kata Cut.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh Farid Nyak Umar menuturkan, kota layak anak merupakan pembangunan berkelanjutan yang dilakukan secara bertahap dan tidak boleh berhenti.
Tahun 2021, DPR Kota Banda Aceh melahirkan Qanun/Perda Nomor 2/2021 tentang Banda Aceh sebagai Kota Layak Anak. Dalam musyawarah pembangunan tingkat desa dan kota mulai dilibatkan perwakilan anak.
”Kami juga mengawasi kerja eksekutif untuk memastikan layanan publik di semua sektor harus memenuhi indikator ramah terhadap anak,” ujar Farid.
Meski telah menjadi KLA kategori nindya, berbagai persoalan masih menimpa anak-anak, seperti perundungan, pelecehan seksual, dan eksploitasi ekonomi. Sejak Januari-Juli 2023 terjadi 37 kasus kekerasan terhadap anak di Banda Aceh.
Direktur Flower Aceh Riswati mengatakan, anugerah KLA kategori nindya harus diapresiasi. Namun, di sisi lain tugas pemerintah semakin besar karena harus mempertahankan dan berjuang untuk meraih level KLA yang lebih tinggi.
Riswati mengatakan, di Banda Aceh kasus kekerasan terhadap anak masih terjadi karena pencegahan masih lemah. Dia berharap upaya pencegahan diperkuat dengan cara sosialisasi dan penegakan hukum yang tegas.
Baca juga: Darurat Perlindungan Anak di Aceh