Menerapkan Strategi ”Branding” untuk Produk Andalan Sulbar
Jika komoditas unggulan Sulbar dikelola dari hulu ke hilir dan dipasarkan dengan citra yang menarik, ekonomi akan tumbuh dan sektor lain akan ikut berkembang.
Sebenarnya bukan hanya kakao yang jadi komoditas unggulan Sulawesi Barat. Kopi, kelapa dalam, dan perikanan adalah komoditas lain yang tak kalah potensial untuk menggerakkan perekonomian. Ada pula usaha tenun rakyat yang ditekuni kaum perempuan. Untuk menghidupkan produk-produk andalan itu, branding berusaha dilakukan.
Hanya saja, potensi produk-produk ini belum dikelola dalam skala besar dan menjadi satu kesatuan dari hulu ke hilir. Di sektor perikanan, misalnya, Sulbar dengan garis pantai sepanjang 663 kilometer bukan hanya berpotensi untuk perikanan tangkap, tetapi juga budidaya.
Perahu sandeq dan pelaut ulung yang menjadi salah satu ikon Sulbar mestinya menjadi potensi untuk memaksimalkan sektor perikanan. Namun, banyak nelayan yang memilih bekerja di pulau lain. Kerap berbulan-bulan mereka meninggalkan kampung halaman dan keluarga demi bekerja di daerah lain.
”Selama ini, terbatasnya fasilitas penunjang, seperti pabrik es atau penyimpanan, membuat melaut tidak menjanjikan. Mereka mencari ikan seadanya dan dijual di pasar lokal dengan harga murah karena harus menjual ikan secepatnya sebelum busuk. Makanya, nelayan lebih sering pergi merantau dan bekerja di daerah lain,” kata Ridwan Alimuddin, pegiat literasi dan kelautan di Polewali Mandar.
Dia mengatakan, nelayan kian terdesak ketika pemerintah melakukan program tanggul di pesisir Teluk Mandar. Ini membuat petani kesulitan memarkir perahu. Kerap perahu menjadi rusak karena tak bisa dinaikkan ke darat saat musim angin dan badai.
Di sektor kerajinan tenun, Sulbar memiliki kekayaan dengan tenun Sarung Mandar, Mamasa, dan Sekomandi di Mamuju. Bagi sebagian besar penenun, usaha ini menjadi penopang perekonomian keluarga. Terlebih di pesisir di mana berkebun atau aktivitas pertanian bukan hal menjanjikan untuk dilakukan. Namun, keterbatasan modal dan pasar membuat usaha tenun kian ditinggalkan.
Perajin bisanya pasrah pada pedagang pengumpul yang membeli dengan murah dan menjual mahal di Makassar dan Toraja. Sebagian bekerja berkelompok dan mencoba mencari pasar tanpa mengandalkan pengumpul untuk mendapatkan harga lebih layak.
Baca juga: Kabupaten Mamuju: “Bumi Manakarra” yang Kaya Potensi Sumber Daya Alam
”Bagi perempuan atau istri nelayan, menenun adalah penunjang ekonomi keluarga, terutama saat suami mereka melaut ke tempat jauh. Saat ini, satu lembar sarung tenun yang dikerjakan 5-7 hari harganya paling mahal Rp 120.000 di tingkat penenun,” kata Sitti Nur, Ketua Kelompok Harapan, salah satu kelompok perajin tenun Sarung Mandar di Kecamatan Tinambung, Polewali Mandar.
Sektor kelapa dalam pun demikian. Sejauh ini produksi kelapa yang berlimpah sebagian hanya berakhir dengan dijual sebagai kelapa muda atau dibuat minyak goreng. Minyak goreng ini kalah bersaing dengan minyak sawit yang hamparan kebunnya juga sangat luas di sepanjang Mamuju Tengah, Mamuju, hingga Pasangkayu.
Kemiskinan dan Kesehatan
Pada 2021, jumlah penduduk miskin di Sulbar sekitar 157.000 dan bertambah menjadi 165.000 pada September 2022. Dalam persentase ada kenaikan dari 11,29 persen menjadi 11,75 persen. Berdasarkan karakteristik, sumber penghasilan utama rumah tangga miskin ini 64,72 persen di sektor pertanian.
Persoalan ini hanya sebagian dari banyak lainnya. Di sektor kesehatan misalnya, tak satu pun rumah sakit yang memiliki status akreditasi B. Umumnya hanya tipe C, bahkan D.
Setelah resmi menjadi provinsi, lepas dari Sulawesi Selatan pada 2004, perguruan tinggi dirintis hingga lahir Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar). Namun, sejauh ini perguruan tinggi negeri ini belum punya fakultas kedokteran.
Hal ini menjadi tantangan sendiri mengingat wilayah Sulbar sangat luas. Saat ada yang butuh rujukan, misalnya di Polman, rumah sakit terdekat ada di Parepare atau bahkan ke Makassar. Jika di Mamuju atau Pasangkayu, pasien dirujuk ke Palu. Jaraknya jauh. Jangankan dari rumah sakit asal ke tempat rujukan, dari puskesmas ke rumah sakit kabupaten pun banyak yang jaraknya cukup jauh.
”Warga sangat berharap setidaknya ada satu rumah sakit di daerah ini dengan akreditasi B. Itulah kami juga mendorong agar pemerintah bisa membantu supaya Unsulbar bisa memiliki program studi kedokteran. Ke depan, lebih mudah mengisi kekurangan tenaga dokter spesialis jika Unsulbar sudah punya fakultas kedokteran,” kata Farhanuddin, akademisi Unsulbar.
Benahi hulu ke hilir
Penjabat Gubernur Sulbar Zudan Arif Fakhrulloh mengakui, hingga kini kakao, perikanan, hingga usaha tenun belum dikelola maksimal. Padahal, semua sektor ini punya potensi menjadi sumber penghidupan yang menyejahterakan.
”Yang kami lakukan sekarang adalah mencoba membenahi dari hulu ke hilir. Pasar adalah hal utama. Produksi banyak kalau tak terserap, ya, sama saja. Begitu pula sebaliknya,” katanya.
Baca juga: Mendagri Lantik Pj Gubernur Sulawesi Barat dan Gorontalo
Dia mencontohkan kakao. Seiring proses pembenahan di hulu, yakni peremajaan, upaya pengolahan juga akan dilakukan. Usaha besar hingga UMKM akan dilibatkan dalam pengolahan kakao menjadi bubuk hingga camilan siap makan atau minum. Selama ini memang sejumlah usaha rumahan sudah merintis produk berbasis kakao menjadi kue atau minuman.
”Setidaknya sebagai langkah awal kakao dalam bentuk minuman, coklat batangan, atau kue-kue bisa jadi sajian wajib di acara-acara pemerintahan atau event besar. Ini sekaligus jadi ajang memperkenalkan produk,” katanya.
Hal sama juga dilakukan pada usaha tenun. Sebelumnya, Pemprov Sulbar sudah pernah merintis penggunaan baju seragam berbahan kain tenun. Saat ini, akan dilakukan secara besar-besaran dengan membuat seragam untuk sekitar 25.000 ASN di Sulbar.
”Tentu akan dibuat dengan bahan yang lebih nyaman sekaligus produksi yang lebih murah. Sambil dibenahi, diciptakan pasar lokal hingga nanti pasar yang lebih luas. Saya membayangkan produksi tenun akan dibuat seperti batik yang pasarnya lebih luas dan menjadi buah tangan,” katanya.
Pada sektor perikanan, Zudan juga sudah merintis pembuatan pabrik es di sentra-sentra perikanan tepatnya di pelabuhan pendaratan ikan, termasuk fasilitas kotak pendingin untuk ikan. Jika ini jalan, pasar bisa dibuka lebih luas. Selanjutnya olahan ikan juga menjadi tujuan.
”Jika semua bisa diproduksi dan dikelola dengan baik dari hulu ke hilir, selanjutnya kita ciptakan branding produk. Harapannya ke depan, saat menyebut Sulbar, orang akan mengingat coklat, kain, dan ikan. Jika ini jalan, saya yakin ekonomi akan tumbuh dan berputar, penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak,” katanya.
Zudan punya keyakinan, jika tiga sektor ini dibenahi, efek domino akan terjadi dan menarik sektor lain untuk ikut tumbuh.
”Kami merintis dan meletakkan dasar dan harapannya siapa pun nanti gubernur yang terpilih dan mendapat mandat, akan melanjutkan hingga benar-benar menjadi satu kesatuan dan sistem yang berkesinambungan,” katanya.