Harapan Investasi KEK Likupang dari Polandia
Hampir empat tahun setelah ditetapkan, wajah KEK Likupang masih samar-samar. Namun, harapan mulai tumbuh dari kedatangan rombongan asal Polandia.
Hampir empat tahun setelah ditetapkan, wajah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang di Sulawesi Utara masih samar-samar. Sebab, sekalipun investasi pemerintah dalam wujud infrastruktur dasar telah terbentuk, modal swasta mengalir sangat lambat ke kawasan seluas 197,4 hektar di ujung utara Pulau Sulawesi itu.
Namun, harapan mulai mengembang pada Kamis-Jumat (14-15/9/2023), terutama bagi pasangan Paquita Widjaja serta Leo Rustandi, pemilik PT Minahasa Permai Resort Development (MPRD). Perusahaan mereka adalah Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) KEK Likupang.
Selama dua hari itu, mereka menjamu para delegasi pegawai pemerintahan serta pengusaha asal Polandia yang menjajaki peluang investasi di area KEK yang terletak di Kecamatan Likupang Timur, Minahasa Utara, itu. Suasana tergolong santai, terlihat dari kemeja hawaiian serta celana pendek atau gaun santai (sundress) yang mereka kenakan.
Baca juga: Tak Lagi Harapkan Pembangunan Resor, Konsep KEK Likupang Diganti
Paquita dan Leo mengajak rombongan yang dipimpin Duta Besar Polandia untuk RI Beata Stoczynska itu berkeliling kawasan, mengunjungi pantai dan bukit-bukit sabana yang membentang di Desa Pulisan. Pada Jumat malam, mereka dihibur dengan penampilan kelompok penari kabasaran, kemudian dijamu dengan anggur serta ikan bakar di The Pulisan, satu-satunya resor yang sudah buka di area KEK Likupang.
Leo Rustandi, yang juga menjabat Direktur Investasi dan Pengembangan Pariwisata PT MPRD, menyebut pertemuan dengan para calon investor Polandia tersebut berlangsung sangat positif. Kemungkinan untuk mengubah minat berinvestasi menjadi realisasi bukan hal yang mustahil.
Bidang investasi yang kini dijajaki seputar penyediaan utilitas atau kebutuhan dasar publik, seperti pengelolaan sampah serta pengolahan sampah menjadi energi. ”Juga kemudian power generation (pembangkit listrik) yang sustainable (berkelanjutan) sehingga kita bisa menjadi model (pariwisata) hijau,” ujar Leo pada Jumat malam.
Leo melanjutkan, potensi-potensi tersebut kini sedang dihitung nilainya riilnya. ”Sekarang sudah masuk ke technical. Jadi mereka melihat desain, dari desain itu akan (diketahui) berapa biayanya,” katanya.
KEK ini bisa dikembangkan. Kami akan melihat apa yang bisa kami kerja samakan.
Jenis investasi tersebut merupakan bagian dari konsep pariwisata regeneratif (regenerative tourism) yang diusung PT MPRD dalam pengembangan KEK. Konsep ini sebenarnya telah ditetapkan sejak awal penetapan KEK pada Desember 2019, tetapi kemudian ditegaskan kembali oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno ketika berkunjung ke Sulut pada awal Agustus 2023 dengan istilah ”pariwisata hijau”.
Sebelumnya, Rabu (13/9/2023), Dubes Stoczynska menggelar konferensi pers di Manado. Ia menyebut Sulut sebagai destinasi investasi yang potensial, terutama di bidang transportasi, pengelolaan sumber daya air, energi terbarukan, serta kesehatan dan pariwisata. ”KEK ini bisa dikembangkan. Kami akan melihat apa yang bisa kami kerja samakan,” ujarnya.
Paquita, dalam siaran pers tertulis PT MPRD, menyebut konsep pariwisata regeneratif menyatukan alam, budaya, dan manusia dalam rantai produksi pariwisata. Konsep ini ditopang oleh empat pilar, yaitu ekonomi sirkular, konservasi alam, infrastruktur sosial dengan pelibatan masyarakat, serta ekowisata.
”Sebagai pendekatan holistik yang sadar pentingnya kolaborasi dan koordinasi, kami menjembatani unsur penelitian dan pengembangan dengan empat pilar ini melalui penciptaan laboratorium penelitian demi sinkronisasi institusi nasional dan badan internasional lainnya. Ini akan jadi wadah ilmiah bagi para peneliti di kawasan Lingkungan untuk mengkaji lingkungan,” ujar Paquita.
Untuk itulah, PT MPRD akan bekerja sama dengan Universitas Sam Ratulangi untuk mengembangkan kemampuan daur ulang sampah agar menjadi komoditas dengan masyarakat. Selain itu, telah disepakati pula kerja sama dengan Pusat Kerja Sama Internasional dalam Riset Agronomi untuk Pembangunan (CIRAD) asal Perancis serta Yayasan Indonesia Biru dalam rangka konservasi alam.
Salah satu wujud konsep ini, menurut rencana, adalah Wallace Conservation Likupang, yaitu semacam hutan lindung yang menjadi tempat tinggal bagi satwa-satwa endemik yang dilihat naturalis Inggris, Alfred Wallace, ketika ia berkunjung ke Likupang lebih dari satu abad silam. Maka, keindahan alam itu sendiri yang akan menjadi daya tarik pariwisata di Likupang.
Karena itu, kata Leo, pembangunan mungkin tidak akan tampak masif dalam wujud gedung-gedung tinggi hotel demi menjaga alam, kecuali di area yang disebut Waterfront City (kota di muka laut). Sebab, pada akhirnya, bukan jumlah wisatawan yang menentukan keberhasilan KEK Likupang, melainkan kualitasnya.
”Length of stay-nya (masa tinggal) panjang, spending-nya besar (belanja) sehingga masyarakat lokal juga bisa mendapatkan trickle down effect-nya (efek tetesan ke bawah),” ujar Leo.
Menurut data Dewan Nasional (Denas) KEK, KEK Likupang diharapkan bisa mendatangkan investasi sebesar Rp 5 triliun hingga 2040. Jumlah tenaga kerja yang dapat terserap diperkirakan mencapai 65.300 orang. Namun, masih belum tampak pembangunan swasta yang signifikan di lapangan.
Leo masih optimistis dengan angka ini, pemerintah daerah menyatakan akan meninjaunya kembali. Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulut Elvira Katuuk mengatakan, hingga kini, capaian investasi kumulatif sejak 2019 di KEK Likupang baru Rp 372 miliar.
Sebagian besar dari nilai tersebut adalah investasi infrastruktur yang dibuat oleh pemerintah pusat dan provinsi dalam bentuk infrastruktur dasar seperti jalan aspal serta lampunya, menara BTS (base transceiver station), serta homestay (penginapan) yang dihibahkan kepada masyarakat. Adapun lahan KEK telah dimiliki PT MPRD sejak 1989.
”Target 2023 sampai akhir tahun ini Rp 234,2 miliar. Itu akan ditambahkan ke Rp 372 miliar yang kumulatif itu. Denas minta di KEK Likupang ada anchor investor (investor jangkar) yang akan jadi pemicu investor lain untuk datang. Itu PR dari teman-teman di PT MPRD sebagai BUPP,” ujar Elvira yang juga mengepalai Sekretariat KEK Sulut.
Ia pun mengakui, aliran investasi swasta ke KEK Likupang cukup lambat. Ini dipengaruhi juga oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan para investor ragu untuk menanamkan modalnya selama empat tahun. Karena itu, menurut Elvira, perlu penyesuaian angka target investasi hingga 2040.
”Mungkin kita akan perlu meng-adjust. Sepertinya (KEK Likupang) tidak boleh disamakan dengan KEK yang lain karena temanya konservasi, (mengutamakan) alamnya,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Sulut Henry Kaitjily setuju. Ia mengklaim bahwa empat destinasi pariwisata superprioritas (DPSP) lain, seperti Mandalika di Nusa Tenggara Barat, mendapatkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan pinjaman. Ada pula penyertaan modal negara (PMN).
Henry pun yakin, kedatangan investor Polandia akhir pekan lalu dapat memacu laju investasi hingga masa depan. Namun, ia meminta PT MPRD lebih giat dan gencar lagi untuk mengundang investor untuk masuk, mengingat pandemi sudah selesai.
Baca juga: Bentuk Fisik KEK Likupang Belum Tampak, Warga Terus Dilatih Layani Wisatawan
”Kalau dulu pandemi, kita mengerti, ya. Pelan karena terkendala. Tapi kalau sekarang, mereka sudah harus genjot. Enggak bisa lagi leha-leha. Kalaupun ada masalah, enggak perlu khawatir. Pak Gubernur (Olly Dondokambey) akan mendukung. Tapi, kalau cari investor, ya itu tugas mereka,” ujarnya.
Henry berharap, pengembangan KEK Likupang perlahan akan meningkatkan kunjungan wisatawan asing. Hingga akhir tahun, ia berharap turis mancanegara bisa mencapai 100.000 orang, sementara wisatawan Nusantara Rp 650.000. ”Itu kita dorong terus dengan membuka konektivitas (penerbangan),” ujarnya, mengacu pada telah dibukanya penerbangan China Southern Airlines, Scoot Air, dan Jeju Air.