Kenaikan Harga Beras Belum Pengaruhi Inflasi di Jabar
Kekeringan di Jabar dianggap masih belum memengaruhi inflasi di Jabar karena baru harga beras yang terdampak. Namun, jika kondisi ini dibiarkan, kenaikan harga bahan pokok ini bisa memengaruhi konsumsi masyarakat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petani mengecek sawah yang terdampak kekeringan di Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). Lebih dari 1.600 hektar sawah di sana kekeringan. Selain mengurangi produksi, kekeringan juga membuat petani di sentra padi nasional itu tidak menikmati kenaikan harga beras di pasaran.
BANDUNG, KOMPAS — Kenaikan harga beras di Jawa Barat belum berdampak pada lonjakan inflasi. Namun, sejumlah upaya tetap dilakukan untuk menjaga agar harga beras tidak terus melonjak dan rentan membuat warga panik.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar Erwin Gunawan Hutapea di Bandung, Senin (18/9/2023), menyatakan, inflasi masih terkendali di tengah kekeringan panjang. Untuk angka inflasi per tahun (year on year) YOY mencapai 3,47 persen. Sementara dalam hitungan year to date atau dari awal tahun, inflasi di Jabar menyentuh 1,47 persen.
Meskipun lonjakan inflasi masih belum terlihat, kata Erwin, kenaikan harga beras di tengah kekeringan panjang ini perlu diwaspadai. Apalagi, kekeringan panjang akibat El Nino tidak hanya dirasakan di Jabar, tetapi juga di daerah lainnya.
”Sampai saat ini, inflasi masih terkendali. Kami cukup yakin sampai dengan akhir tahun 2023 inflasi akan terjaga karena masih ada ruang,” ujar Erwin usai rapat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Gedung Sate, Bandung.
Namun, kestabilan inflasi ini bisa goyah jika terjadi lonjakan harga akibat konsumsi masyarakat.
Erwin berujar, kepanikan bisa berdampak pada permintaan yang meningkat sehingga harga beras naik. Karena itu, suplai beras dan ketenangan masyarakat dalam menyikapi kenaikan harga beras sangat diperlukan.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petani mengecek sawah yang terdampak kekeringan di Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023).
Erwin menyebut, sejumlah strategi bakal dilakukan untuk menekan lonjakan harga beras yang tinggi di tengah masyarakat. Salah satunya menggelar pasar murah. Bantuan pangan dari pemerintah pusat juga diharapkan bisa mengurangi permintaan beras di tengah masyarakat.
”Dari segi permintaan, ada program bantuan pangan dari pemerintah pusat dan di Jabar, akan ada 4,1 juta keluarga penerima manfaat. Kondisi ini juga bisa memengaruhi harga karena berdampak pada permintaan dan penawaran di pasar,” ujarnya.
Berdasarkan data Perum Bulog, stok pangan di Jabar pada September 2023 mencapai 133.000 ton. Kepala Kantor Wilayah Bulog Jabar Muhammad Attar Rizal menyatakan, jumlah tersebut cukup untuk pangan warga Jabar 3-4 bulan ke depan. Ketersediaan ini juga akan ditambah dengan stok impor dari luar negeri atau menyerap hasil panen raya.
”Kami akan terus top up (tambah) seiring ada panen di beberapa titik dan jika cocok kita masukkan untuk cadangan beras pemerintah. Kekeringan memang berdampak pada menurunnya produksi, tidak hanya di Jabar, tetapi juga di daerah lainnya,” ujarnya.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Potret sawah yang terdampak kekeringan di Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (2/9/2023). Selain mengurangi produksi, kekeringan juga membuat petani di sentra padi nasional itu tidak menikmati kenaikan harga beras di pasaran.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Noneng Komara Nengsih, kenaikan harga beras belum berpengaruh terhadap inflasi karena harga bahan pokok lainnya belum meningkat di tengah kekeringan. Saat ini, harga beras masih lebih tinggi dibandingkan harga normal.
”Harga beras di beberapa daerah masih naik tinggi. Contohnya di Bekasi yang mencapai Rp 14.000 lebih per kilogram untuk beras premium dan Rp 12.000 per kg untuk medium. Saat ini sudah belum ada kenaikan lagi, tetapi masih bertahan di harga tinggi tersebut,” ujarnya.