43 Warga Ditetapkan Tersangka dalam Insiden Pulau Rempang
Polisi tetapkan 43 warga sebagai tersangka terkait dua insiden penolakan relokasi warga Pulau Rempang, pekan lalu. Polisi akui telah membatasi tahanan bertemu kuasa hukum dan keluarga karena alasan perlu mendalami kasus.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Aparat menetapkan 43 orang menjadi tersangka dalam dua insiden penolakan relokasi warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Pendampingan terhadap para tahanan dikeluhkan Tim Advokasi untuk Kemanusiaan-Rempang akibat pembatasan ketat petugas.
Kepala Kepolisian Resor Kota Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto di Batam, Jumat (15/9/2023), mengatakan, dari 43 tersangka, 34 orang di antaranya ditangani Polres Barelang. Sisanya ditangani oleh Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri).
”Mereka kami tetapkan tersangka atas perbuatan merusak kantor BP (Badan Pengusahaan) Batam, melawan dan melukai petugas, serta menjadi provokator,” kata Nugroho.
Nugroho menjelaskan, dalam bentrokan pada 7 September di sekitar Jembatan Barelang IV, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, petugas polresta menangkap dan menetapkan 8 orang jadi tersangka.
Kemudian, pada bentrokan aksi unjuk rasa di kantor BP Batam 11 September, petugas menangkap 28 orang. Sebanyak 26 orang lalu ditetapkan tersangka. Dua orang dipulangkan dan dikenai wajib lapor.
Sementara itu, Polda Kepri menangkap 15 orang dalam bentrokan aksi unjuk rasa di kantor BP Batam pada 11 September, tetapi yang jadi tersangka 8 orang. Satu orang lagi yang menyerahkan diri ke polda juga menjadi tersangka.
Terkait dengan janji menangguhkan penahanan 8 tersangka pada insiden 7 September, kata Nugroho, belum jadi dikabulkan. Alasannya, terjadi situasi anarkis pada unjuk rasa 11 September.
”Rencana kemarin akan kami kabulkan penangguhan mereka. Namun, karena situasi anarkis seperti itu, penyidik belum bisa memberikan penangguhan karena masih kami dalami lagi pemeriksaan kepada mereka. Siapa tahu ada kaitannya dengan kegiatan 11 September kemarin,” ujarnya.
Pihak keluarga tersangka mengeluh tidak dapat mengunjungi tahanan. Nugroho membenarkan bahwa penyidik belum mengizinkan karena masih harus mendalami kasus dan memeriksa para tersangka. Penyidik sedang mencari aktor yang menggerakkan aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.
”Dari penyidik, kami kerja maraton di situ. Mereka sedang kerja, menyidik, meminta keterangan tersangka, jadi tidak mau terganggu oleh keluarga, teman, atau siapa pun yang berkunjung ke situ. Takutnya nanti memengaruhi keterangan tersangka kepada penyidik,” ujarnya.
Pihaknya akan mengizinkan para tahanan dikunjungi apabila penyidik sudah cukup mendapatkan keterangan. Keluarga dan teman tersangka akan diberikan kesempatan menjenguk sesuai jadwal, yaitu Selasa dan Kamis pukul 10.00-15.00.
Pembatasan
Secara terpisah, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan-Rempang yang mengeluhkan adanya pembatasan akses penasihat hukum berjumpa tahanan di Polresta Barelang yang mereka dampingi. Tim Advokasi ini merupakan tim gabungan PBH Peradi Batam, LBH Mawar Saron Batam, dan YLBHI-LBH Pekanbaru.
Dari 34 warga yang jadi tersangka di Polresta Barelang, ada 15 orang yang memberikan kuasa kepada Tim Advokasi untuk Kemanusiaan-Rempang. Rinciannya, 7 tersangka pada bentrokan 7 September dan 8 tersangka pada bentrokan 11 September. Jumlah tersebut bisa saja bertambah.
Mangara Sijabat, Tim Advokasi dari LBH Mawar Saron Batam, Jumat, mengatakan, sampai Kamis (14/9/2023), penasihat hukum sulit menjumpai para tahanan kliennya. Bahkan, anggota keluarga mereka pun tidak bisa menjenguk.
Jadi, pihak polresta jangan batasi akses kami untuk dapat berjumpa klien.
Keluarga mulai bisa berjumpa dengan para tahanan Jumat ini. ”Tapi, kami dari penasihat hukum masih terbatas untuk bisa berjumpa. Untuk dapat izin berjumpa saja susah, baik dari penyidik maupun atasan penyidiknya,” kata Mangara, yang juga Direktur LBH Mawar Saron Batam.
Ia menegaskan, kuasa hukum butuh menemui dan berbicara dengan kliennya. Ada hal-hal yang perlu mereka koordinasikan. ”Jadi, pihak polresta jangan batasi akses kami untuk dapat berjumpa klien. Ini semua, kan, untuk proses hukum yang adil juga bagi mereka,” ujarnya.
Tim Advokasi menghargai polisi yang menjalankan tugasnya. Jika proses hukum sudah sesuai prosedur, semestinya polisi juga memberi akses kepada penasihat hukum yang pekerjaan mereka diatur undang-undang.
”Itu hak kami sebagai penasihat hukum. Pasal 70 Ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa penasihat hukum bisa berjumpa kapan pun dengan kliennya. Kami juga punya surat kuasa,” katanya.
Kondusif
Gubernur Kepri Ansar Ahmad, dalam siaran pers, Rabu (13/9/2023), mengatakan, kondisi Kota Batam sudah kondusif. Ia memastikan Kepri, terutama Batam, aman, terkendali, dan dapat dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
”Pemprov Kepri bersama Pemkot Batam, BP Batam, dan seluruh FKPD, termasuk petinggi Lembaga Adat Melayu, sudah bertemu dan meminta seluruh masyarakat Kepri agar bisa bersama-sama menjaga kondusivitas Kepri, terkhusus Batam, agar aktivitas wisata dan perekonomian tidak terganggu,” kata Ansar.
Ansar pun mengimbau masyarakat dan wisatawan tidak ragu berkunjung ke Kepri, baik ke Batam, Bintan, Tanjung Pinang, maupun daerah lainnya di Kepri. ”Kami akan memprioritaskan keamanan para wisatawan tentunya, baik lokal maupun mancanegara,” ujarnya.