Warga Geopark Kaldera Toba Bergerak Saat Badan Pengelola Vakum
Komunitas masyarakat di Geopark Kaldera Toba mendorong reorganisasi badan pengelolaan yang kini mandek. Komunitas masyarakat juga getol berkegiatan di Geopark Kaldera Toba di tengah badan pengelola yang vakum.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Komunitas masyarakat di Geopark Kaldera Toba mendorong perbaikan dan reorganisasi badan pengelolaan. UNESCO telah memberikan peringatan kartu kuning karena badan pengelola tidak berjalan. Di tengah organisasi badan pengelola yang mandek, komunitas masyarakat justru getol mempromosikan Geopark Kaldera Toba.
Direktur Rumah Karya Indonesia (RKI) Marojahan Manalu, Kamis (14/9/2023), mengatakan, komunitas masyarakat terus bergerak mempromosikan Geopark Kaldera Toba sebagai anggota UNESCO Global Geopark (UGGp). ”Pembangunan berbasis geopark lebih terasa di tingkat komunitas masyarakat dibandingkan dengan badan pengelolanya sendiri,” katanya.
Geopark Kaldera Toba merupakan anggota UGGp yang ditetapkan melalui sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, 7 Juli 2020. Keanggotaan itu seharusnya mendorong pembangunan dengan unsur kekayaan geologi, keanekaragaman hayati, dan keberagaman kebudayaan. Pembangunannya berbasis pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, edukasi, dan konservasi.
Marojahan mengatakan, pembangunan kawasan berbasis geopark seharusnya memanfaatkan kekayaan dan keajaiban Kaldera Toba, baik dari aspek geologi, keanekaragaman hayati, maupun kebudayaan. Dengan prinsip itu, RKI membuat sejumlah program, seperti Geobike Kaldera Toba, Festival 1.000 Tenda Kaldera Toba, hingga Horja Geopark Kaldera Toba.
Program lainnya juga berbasis pada konsep pembangunan kawasan geopark, seperti Tao Silalahi Arts Festival, Jong Batak Arts Festival, dan Dokan International Arts Festival. ”Kami juga melaksanakan program Tour of Lake Toba yang mempromosikan kebudayaan kawasan Kaldera Toba ke Yogyakarta, Solo, Jakarta, dan Bandung. Kami juga akan ke Denmark dalam rangkaian Tour of Lake Toba ini,” kata Marojahan.
Menurut Marojahan, wajar jika UNESCO memberikan peringatan kartu kuning atas keanggotaan Geopark Kaldera Toba. Hal itu karena Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) hampir tidak ada aktivitas.
”Alasannya sangat normatif dan klasik, yakni anggaran yang terbatas. Padahal, mereka ditopang anggaran dan sumber daya manusia dari pemerintah. Komunitas masyarakat saja bisa bergerak tanpa anggaran pemerintah,” kata Marojahan.
Marojahan mendorong agar Pemerintah Provinsi Sumut segera mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan organisasi BP TCUGGp. Perlu dilakukan reorganisasi agar badan pengelola berjalan efektif. ”Badan pengelola itu harusnya diisi oleh anak-anak muda kreatif yang hidup dan beraktivitas di kawasan. Yang ada saat ini, badan pengelola sebagian besar diisi pensiunan,” kata Marojahan.
Kami mempromosikan Geopark Kaldera Toba melalui Festival Warna Danau yang telah tampil di Kabupaten Toba, Medan, Padang, hingga Jakarta.
Direktur Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) Thompson HS mengatakan, berbagai aktivitas kebudayaan berbasis Geopark Kaldera Toba mereka lakukan meskipun tanpa dukungan badan pengelola. PLOt misalnya menggelar Festival Warna Danau. Pentas ini menampilkan kebudayaan empat puak yang hidup di Kaldera Toba.
”Kami mempromosikan Geopark Kaldera Toba melalui Festival Warna Danau yang telah tampil di Kabupaten Toba, Medan, Padang, hingga Jakarta,” kata Thompson.
Thompson mengatakan, saat ini juga sedang disiapkan Lake Toba Writers Festival yang diselenggarakan oleh Indonesia WISE pada 26-27 September ini. Thompson menjadi salah satu pembicara dalam festival menulis yang mengangkat topik tentang Kaldera Toba itu. Menurut Thompson, seharusnya BP TCUGGp bisa melakukan gerakan yang jauh lebih besar dari yang dilakukan komunitas masyarakat.
Koordinator Bidang Edukasi, Penelitian, dan Pengembangan BP TCUGGp Wilmar Simandjorang mengatakan, reorganisasi badan pengelola memang mendesak dilakukan. Namun, hal itu masih belum bisa dilaksanakan mengingat Pemprov Sumut masih baru beberapa pekan dipimpin Penjabat Gubernur Hassanudin. Karena masih berstatus penjabat, perombakan struktur di pemerintahan atau di badan bentukan pemerintah belum bisa dilaksanakan.
Wilmar mengatakan, UNESCO memberikan kartu kuning atas pengelolaan Geopark Kaldera Toba, antara lain karena organisasi badan pengelola tidak berjalan. Kaldera Toba diberi waktu dua tahun untuk perbaikan agar keanggotaannya di UNESCO Global Geopark bisa diperpanjang lagi. Keputusan memberikan kartu kuning kepada Geopark Kaldera Toba diumumkan pada Rabu (6/9/2023) setelah validasi ulang oleh tim asesor UNESCO.