Tahap Pertama, Empat Kampung di Rempang Akan Direlokasi
Pemerintah akan segera merelokasi empat kampung di Pulau Rempang, Batam. Oleh karena perumahan relokasi belum mulai dibangun, warga akan diberi uang tunggu dan uang sewa untuk mencari tempat tinggal sementara.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad (tengah) didampingi Kepala Polda Kepri Inspektur Jenderal Tabana Bangun (kanan) dan Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak saat memberikan keterangan pers di Gedung Graha Kepri, Batam, Selasa (12/9/2023).
BATAM, KOMPAS — Untuk tahap pertama proyek Rempang Eco City, pemerintah akan merelokasi empat kampung di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Sosialisasi terkait rencana relokasi akan dilakukan pemerintah dengan mengintensifkan dialog bersama warga untuk mencegah konflik.
Hal itu disampaikan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Kepri saat konferensi pers di Batam, Selasa (12/9/2023). Acara itu dihadiri Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi, Kepala Polda Kepri Inspektur Jenderal Tabana Bangun, Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak, dan sejumlah pejabat lainnya.
Rudi mengatakan, pemerintah akan menyiapkan lahan seluas 450 hektar di Pulau Galang untuk relokasi warga Pulau Rempang. Sebanyak 2.700 rumah tipe 45 akan dibangun. Setiap rumah berdiri di atas lahan 500 meter persegi.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Wali Kota Batam sekaligus Kepala Badan Pengusahaan Batam Muhammad Rudi saat menyosialisasikan rencana pembangunan kawasan investasi terpadu di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (22/8/2023).
Selain perumahan, pemerintah juga akan menyiapkan instalasi air pipa, listrik, jalan, telekomunikasi, dermaga nelayan, serta pelabuhan bongkar muat. Khusus keluarga nelayan juga akan mendapat bantuan alat tangkap.
Menurut Rudi, pembangunan perumahan relokasi itu akan memakan biaya hingga Rp 1,8 triliun. Proses pembangunan bakal memakan waktu lebih dari dua tahun.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah sepakat. Mudah-mudahan masyarakat dapat menerima (rencana ini) dengan baik. Namun, kalau masih ada keberatan, Forkopimda membuka ruang dialog dengan warga," kata Rudi.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Nelayan bersiap melaut di Pantai Melayu, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (11/5/2023). Pemerintah menyerahkan pengelolaan pulau seluas 16.583 hektar kepada PT Makmur Elok Graha.
Sebelumnya, rencana pemerintah merelokasi sekitar 7.500 penduduk di Pulau Rempang itu telah memantik konflik. Relokasi dilakukan untuk mendukung pengembangan investasi di Pulau Rempang.
Menurut rencana, di sana akan dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata dengan nama Rempang Eco City. Proyek yang digarap PT Makmur Elok Graha (MEG) itu ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Warga Rempang menolak rencana relokasi yang ditawarkan pemerintah karena di sana terdapat 16 kampung adat Melayu. Warga meminta pembangunan proyek Rempang Eco City dilakukan tanpa penggusuran. Alasannya, 16 kampung adat hanya mengokupansi sekitar 10 persen dari total luas lahan di Pulau Rempang.
Menanggapi hal itu, Rudi menyatakan, untuk tahap pertama pemerintah hanya akan merelokasi empat kampung di Pulau Rempang. Ada sedikitnya 700 keluarga yang bermukim di empat kampung yang luasnya 2.000 hektar itu.
Tiga kampung harus direlokasi karena lahannya akan digunakan untuk mendirikan industri kaca, yang merupakan investasi dari China. Adapun lahan satu kampung lain akan digunakan untuk pendirian menara ikon Rempang Eco City.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Warga memegang poster penolakan penggusuran Pulau Rempang saat berdemonstrasi di depan Kantor Badan Pengusahaan Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023).
Sebelumnya, polisi menyatakan lahan di empat kampung itu harus segera dikosongkan karena akan diserahkan pada PT MEG paling lambat pada 28 September 2023. Namun, kendalanya perumahan relokasi untuk warga belum siap.
”Karena relokasi tidak bisa dilakukan sekarang, maka kami menawarkan relokasi sementara. Mudah-mudahan saudara (warga Rempang) bisa menerima hal ini,” ujar Rudi.
Selain itu, pemerintah juga akan menyewa rumah susun dan sejumlah rumah tapak untuk tempat tinggal sementara warga. Bagi warga yang tidak bersedia tinggal sementara di rumah susun atau rumah tapak yang telah disiapkan pemerintah, warga akan mendapat uang Rp 1,2 juta per bulan kepada setiap keluarga. Uang itu dapat digunakan mereka untuk menyewa rumah sesuai dengan keinginan mereka.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Polisi menggunakan mobil water canon untuk memukul mundur massa yang melempar botol dan batu ke Kantor Badan Pengusahaan Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023).
Penolakan terhadap rencana relokasi kampung-kampung adat terus muncul dari akar rumput. Hal ini, bahkan, dua kali memicu bentrokan antara warga dan aparat pada 7 dan 11 September. Sejumlah warga dan aparat terluka dalam dua bentrokan itu.
Sebelumnya, Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang Muhammad Syuzairi mengatakan, pemerintah harus mengutamakan pendekatan humanis untuk menangani konflik di Rempang. Hal itu salah satunya dapat dilakukan dengan menunda rencana relokasi warga.
”Bagaimana warga dapat menerima rencana relokasi kalau satu pun rumah contoh belum ada. Soal relokasi, saat ini pemerintah baru sampai di tahap menyampaikan usulan ke Komisi VI DPR,” ujar Syuzairi, yang juga pernah menjabat sebagai Asisten Pemerintahan dan Asisten Ekonomi Pembangungan Pemkot Batam itu.
Polisi melakukan pengamanan saat bentrok dengna warga yang menolak pembangunan proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023).
Upaya sosialisasi
Adapun Ansar mengatakan, pemerintah berharap agar masyarakat dapat menjaga situasi Kepri tetap aman dan kondusif. Ia menilai setiap proyek investasi pasti akan memberi dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat.
”Kami berusaha semaksimal mungkin memberikan lapangan kerja bagi anak-anak warga di Pulau Rempang. Kami minta juga agar investor (Rempang Eco City) berkomitmen tentang hal itu,” kata Ansar.
Menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan konflik Rempang terjadi akibat komunikasi yang kurang baik, Ansar mengatakan, pemerintah daerah masih mencari format paling pas untuk menyosialisasikan proyek Rempang Eco City. Ke depan, Ansar menjamin pemerintah daerah akan melakukan sosialisasi dengan lebih intensif.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Warga membopong seorang siswa SMP N 22 Galang yang kesakitan akibat terkena gas air mata akibat bentrokan aparat dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023).
Ansar menambahkan, pemerintah daerah di Kepri terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait pembangunan proyek Rempang Eco City. Ia menilai, akan lebih baik bila ke depan pemerintah pusat dapat menugaskan tim fasilitator untuk mendampingi pemerintah daerah menangani persoalan Rempang.
”Itu supaya kolaborasi jadi lebih lengkap sehingga kami bisa segera menjawab hal-hal yang selama ini membuat masyarakat ragu,” kata Ansar.