Puncak Kemarau, Pemda Malang Kirim Air Bersih ke Beberapa Desa
Beberapa desa di Kabupaten Malang yang mengalami krisis air bersih telah mendapat bantuan. Beberapa desa lainnya mulai mengajukan bantuan yang sama.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menapaki puncak musim kemarau, beberapa desa di Kabupaten Malang, Jawa Timur, mulai kekurangan air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan warga, Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat mengirim air.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang Sadono Irawan, Minggu (10/9/2023) malam, mengatakan, desa yang sudah mendapat bantuan air di antaranya Dusun Sumbul, Desa klampok, Kecamatan Singosari, dan Dusun Gunung Kunci, Desa Jabung, Kecamatan Jabung.
Selain dua desa itu, ada pengajuan permintaan bantuan air lagi dari Desa Kedungbanteng, Sumberagung, dan Sumbermanjing Wetan di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Selain itu, juga Desa Kemiri, Jabung. Menurut rencana, hari ini air mulai didistribusikan ke desa yang baru mengajukan permohonan.
”Per 1 September sudah droping air ke dua desa, yakni Klampok dan Jabung. Kami mengerahkan dua tangki dengan volume 15.000 liter per hari ke masing-masing desa,” ucapnya.
Menurut Sadono, total daerah rawan kekeringan di Kabupaten Malang berdasarkan data pada 2019 ada 18 desa di 9 kecamatan. Kesembilan kecamatan itu adalah Donomulyo, Gedangan, Pagak, Sumbermanjing Wetan, Kalipare, Lawang, Sumberpucung, Jabung, dan Singosari.
Namun, berdasarkan penjajakan di lapangan, jumlah daerah rawan kering saat ini diperkirakan lebih sedikit lantaran ada sejumlah kegiatan penambahan/perbaikan sarana air bersih oleh dinas terkait di daerah-daerah tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Meski jumlahnya diperkirakan berkurang, lanjut Sadono, pihaknya akan terus memantau sampai seberapa parah dampak El Nino terhadap kebutuhan air warga tahun ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, awal musim hujan diperkirakan baru akan datang pada November.
”Rata-rata masyarakat mengalami krisis air bersih lantaran sumber air mereka menyusut. Hujan yang turun beberapa kali tidak mampu meresap ke dalam tanah. Hanya membasahi permukaan. Itu pun hujan tidak merata ke semua wilayah. Hanya spot tertentu,” ucapnya.
Abdurrohman (65), tokoh Desa Klepuh, Sumbermanjing Wetan, mengatakan, beberapa desa di sekitar tempat tinggalnya selalu kesulitan air bersih saat kemarau, seperti Harjokuncaran dan Tegalrejo. Warga yang ekonominya mampu biasa membeli air dengan harga Rp 150.000-Rp 175.000 untuk kapasitas 5.000-6.000 liter. Adapun warga yang kurang mampu akan mengandalkan bantuan air dari pemerintah.
”Air digunakan untuk masak, mandi, dan keperluan sehari-hari lainnya, termasuk memberi minum ternak,” ujarnya. Menurut dia, hujan sudah cukup lama tidak turun di kawasan perbukitan di Malang selatan itu.
Tak hanya pemerintah daerah melalui BPBD, pihak PT Perkebunan Nusantara XII dan Kepolisian Resor Malang juga memberikan bantuan sumur bor dan fasilitas air bersih kepada warga Pancursari, Desa Tegalrejo, Sumbermanjing Wetan. Bantuan sarana penyedia air itu diharapkan dapat meringankan beban 500 keluarga di desa itu yang membutuhkan air bersih.
Rata-rata masyarakat mengalami krisis air bersih lantaran sumber air mereka menyusut.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Adhy Karyono mengatakan, dari 27 kabupaten/kota yang diproyeksikan mengalami kekeringan dan kebakaran lahan di Jatim, ternyata yang sudah mengalami kekeringan tahun ini 21 daerah. Dari jumlah itu, 20 kabupaten sudah menyatakan status siaga dan tanggap darurat.
”Yang kita lakukan selama ini distribusi air, membuat pompa air, sumur, dan membuat saluran. Di Jawa Timur masih banyak yang belum menemukan sumber air,” ujar Adhy saat kunjungan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto ke lokasi pemadaman kebakaran lahan di Gunung Semeru, Prigen, Pasuruan, Jumat (8/9/2023).
Menurut Adhy, pihaknya bekerja sama dengan TNI AD, TNI AL, dan perguruan tinggi untuk eksplorasi sumber air bersih. Banyak permintaan dari kabupaten dan saat ini tengah dihimpun.