Status Operasi Produksi PT Tambang Mas Sangihe Akhirnya Dibatalkan
Kementerian ESDM akhirnya membatalkan status operasi produksi PT TMS sembilan bulan setelah ditetapkan MA. Namun, kontrak karya perusahaan itu masih ada.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akhirnya membatalkan status operasi produksi PT Tambang Mas Sangihe sesuai putusan Mahkamah Agung sembilan bulan silam. Akan tetapi, perusahaan tambang asal Kanada itu menyatakan akan mengulang proses perizinan karena kontrak karya mereka tetap berlaku.
Dihubungi dari Manado, Sulawesi Utara, aktivis Save Sangihe Island (Selamatkan Sangihe Ikekendage/SSI), Jull Takaliuang, menyebut keputusan itu sebagai wujud kemenangan rakyat. ”Pulau Sangihe adalah ruang hidup, bukan kuburan peradaban, budaya, dan kehidupan orang Sangihe,” ujarnya, Sabtu (9/9/2023),
Pada Jumat (8/9/2023), Kementerian ESDM menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 13.K/MB.04/DJB.M/2023 tentang Pencabutan Keputusan Menteri ESDM Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Berdasarkan surat yang ditandatangani Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Suswantono itu, PT TMS dilarang melaksanakan kegiatan operasi produksi yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau permunian, serta pengangkutan dan penjualan. Itu berlaku di lahan seluas 65,48 hektar di Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe.
SK ini diterbitkan sembilan bulan setelah pada 12 Januari 2023 MA menolak permohonan kasasi yang diajukan Menteri ESDM dan PT TMS terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta yang membatalkan status peningkatan operasi produksi PT TMS.
Jull mengapresiasi ketaatan Kementerian ESDM terhadap putusan tersebut. Ia juga berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang konsisten dan berkomitmen mendukung SSI, utamanya Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) yang sudah melakukan investigasi langsung ke Sangihe.
Ia pun berharap perhatian pemerintah semakin besar terhadap masyarakat pesisir yang terancam kehilangan ruang hidup akibat tambang, tak terkecuali di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 kilometer persegi seperti Sangihe dan Wawonii tidak diprioritaskan untuk tambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
”Tujuan pembangunan itu untuk kesejahteraan rakyat, tapi kalau yang didapat kematian dan bencana, bukankah pembangunan itu yang salah?” kata Jull.
Di lain pihak, Senior In-House Legal Counsel PT TMS, Rico Pandeirot, menyatakan pihaknya menghormati keputusan Kementerian ESDM. Akan tetapi, ia menegaskan izin PT TMS yang berbentuk kontrak karya (KK) masih berlaku karena tidak pernah dicabut.
Pada 29 Januari 2021, Kementerian ESDM menerbitkan SK operasi produksi PT TMS hingga 33 tahun hingga 2054. Dasarnya adalah KK antara Pemerintah RI dan Baru Gold, perusahaan induk PT TMS, yang dibuat pada 1997. Luas wilayah KK PT TMS mencapai 42.000 hektar atau 57 persen wilayah Pulau Sangihe.
”Status operasi produksi itu cuma tahapan yang diatur dalam KK. Itu cuma proses. Kami sudah memperbaiki syarat-syarat yang harus dipenuhi dan sudah kami ajukan. Salah satu syarat agar (keputusan operasi produksi) yang baru diterbitkan adalah, ya, yang lama harus batal dulu,” ujar Rico.
Ia juga menegaskan bahwa KK lebih tinggi statusnya daripada izin usaha pertambangan (IUP) yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Jika ESDM menghalang-halangi penerbitan status operasi produksi yang baru, Rico menyebut ESDM sama saja melakukan wanprestasi.
Sementara itu, pada 29 Mei 2023, PT TMS melalui siaran pers menyatakan situs tambang yang telah mendapatkan status peningkatan operasi produksi, yaitu seluas 65,48 hektar, mendapatkan status obyek vital nasional. Perusahaan yang 70 persen sahamnya dimiliki oleh Baru Gold itu pun berhak mendapatkan pengamanan dari kepolisian.
Terkait dengan itu, Kepala Polda Sulut Inspektur Jenderal Setyo Budiyanto menyatakan telah bersurat ke Kementerian ESDM untuk menanyakan status obyek vital nasional tersebut. Namun, pertanyaan tersebut belum terjawab hingga kini.
”Harapannya bisa dapat jawaban untuk bahan telaah polda dan semakin memperjelas keputusan untuk tindak lanjut, tetapi belum ada jawaban. Mungkin menunggu keputusan yang sudah keluar itu (pembatalan peningkatan status operasi produksi PT TMS), baru jadi dasar untuk menjawab,” kata Setyo via pesan teks.
Tambang ilegal
Kendati keputusan sudah diambil, SSI kini masih mengeluhkan semakin maraknya pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Pulau Sangihe. Terdapat dua titik pusat kegiatan PETI, yaitu di Entanah Mahamu di Kampung Bowone yang masuk 65,48 eks wilayah operasi PT TMS serta di daerah Kupa, Kecamatan Manganitu Selatan.
Keadaan semakin runyam karena PT TMS pada Agustus 2023 menandatangani kerja sama operasi dengan CV Mahamu Hebat Sejahtera yang merupakan perusahaan lokal. Perusahaan tersebut direncanakan akan mengelola 15 hektar dari 65,48 hektar lahan PT TMS selama lima tahun dengan bagi hasil 35 persen untuk PT TMS.
Berdasarkan informasi yang dihimpun SSI, CV Mahamu Hebat Sejahtera adalah milik seorang politisi MDM yang juga anak mantan salah satu bupati Kepulauan Sangihe. Pada 2020, MDM pernah ditangkap polisi karena terlibat PETI di Entanah Mahamu.
Kepala Polda Sulut Inspektur Jenderal Setyo Budiyanto menyatakan telah bersurat ke Kementerian ESDM untuk menanyakan status obyek vital nasional tersebut. Namun, pertanyaan tersebut belum terjawab hingga kini.
Soal ini, Rico Pandeirot dari PT TMS mengatakan, kerja sama tersebut merupakan upaya untuk menertibkan para penambang ilegal yang ada di sana agar tertib secara hukum di bawah izin PT TMS. Di samping itu, selama ini PT TMS tidak dapat beroperasi karena penolakan warga.
”Izinnya dari PT TMS, mereka (CV Mahamu Hebat Sejahtera) operatornya. PETI yang selama ini tidak membayar royalti ke pemerintah dan merusak lingkungan akan ditertibkan supaya sesuai syarat dan ketentuan,” kata Rico.
Berhubung status operasi produksi PT TMS telah dicabut, Rico mengakui kegiatan produksi CV Mahamu Hebat Sejahtera juga harus berhenti. ”Tetapi kami, kan, juga punya izin kegiatan-kegiatan eksplorasi untuk menyiapkan pertambangan,” katanya, menyiratkan eksplorasi bisa berlanjut.
Adapun Setyo menegaskan akan menindak pelaku PETI di Sangihe. Pada 23 Agustus lalu, ia sebut ada penindakan yang berujung pada penyitaan lima alat berat. ”Perkara sedang berproses,” katanya.
Akan tetapi, Jull dari SSI mendesak kepolisian untuk lebih tegas. Berdasarkan catatan mereka, pada 10 Agustus 2023 terjadi penangkapan terhadap pemodal PETI bernama Stenly Tandris oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, CV Mahamu Hebat Sejahtera tidak ditindak, begitu pula sembilan pemodal tambang lain yang dijuluki ”Sembilan Naga”.
”Saya tegaskan, sekarang semua tambang di Sangihe itu ilegal. Jadi, semua harus ditertibkan. PT TMS, Sembilan Naga, begitu pula Mahamu Hebat Sejahtera itu ilegal, jadi semua harus ditutup. Kami berharap sekali, kalau polisi benar-benar Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan), benar-benar mau menegakkan hukum, ya semuanya (ditutup)!” kata Jull.