Menutup Ruang Terjadinya Suap di Pelabuhan Peti Kemas Kupang
Sejak Oktober 2022, sistem perencanaan dan pengawasan bongkar muat diberlakukan di Pelabuhan Tenau, Kupang. Sistem itu menutup ruang terjadinya pungli dan suap serta mempercepat proses bongkar muat.
Jefri (30) mengemudikan truk pengangkut peti kemas menuju Pelabuhan Tenau, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (29/8/2023) siang. Begitu memasuki area pelabuhan, pergerakannya disorot sepuluh kamera pengawas dari berbagai sudut yang hasil rekamannya langsung terpantau petugas di pusat pengendali operasi.
Data mengenai peti kemas yang akan diambil Jefri pun langsung terbaca di layar monitor pengendali operasi. Data itu berisi posisi peti kemas serta perkiraan waktu proses pemuatan. Dalam waktu paling lama 10 menit, ia sudah harus keluar membawa peti kemas.
Namun, menjelang batas waktu berakhir, truk yang dikemudikannya masih tertahan di dalam area penyimpanan peti kemas. Rendi Ndun, petugas yang memantau dari layar pusat pengendali, langsung meraih radio. Ia memanggil nama operator rubber tyred gantry atau alat pengangkat peti kemas, lalu memerintahkan agar pemuatan dipercepat.
Tak lama, truk Jefri yang membawa peti kemas berukuran 20 kaki bergerak keluar meninggalkan pelabuhan. Sejumlah truk lain juga tampak keluar pelabuhan. ”Proses muat sekarang sudah jauh lebih cepat. Kalau dulu bisa sampai berjam-jam,” ujar Jefri yang sudah 10 tahun mengemudikan truk untuk mengangkut peti kemas dari pelabuhan itu.
Perubahan yang dirasakan Jefri itu terjadi setelah penerapan sistem perencanaan dan pengawasan pada aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tenau pada Oktober 2022. Sistem itu merupakan bagian dari program merger PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang berlaku secara nasional sejak 2021.
Perencanaan dan pengawasan yang terintegrasi dihadirkan sebagai solusi atas persoalan bongkar muat yang sering kali semrawut. Sebelum adanya sistem itu, truk di Pelabuhan Tenau kerap saling mendahului sehingga kemacetan pun terjadi di dalam terminal peti kemas. Akibatnya, distribusi logistik ke daerah-daerah menjadi terlambat.
Baca juga : Politik Pelabuhan Merger Pelindo
Tindakan saling mendahului itu juga membuka ruang korupsi. Sebab, para sopir berupaya mendekati petugas agar diberi kesempatan lebih dahulu. Pungutan liar atau suap pun tidak bisa terhindarkan. ”Dulu, setiap masuk, kami siapkan uang paling sedikit Rp 50.000 untuk kasih ke petugas,” ujar Jefri.
Namun, saat ini, hal tersebut tidak bisa dilakukan lagi lantaran adanya pengawasan yang ketat. ”Jangan coba-coba sogok petugas, pasti ketahuan karena banyak CCTV (kamera pengawas),” ucapnya.
Selasa siang itu, Jefri mengangkut lebih dari 25 ton bahan bangunan untuk dibawa ke gudang penyimpanan yang berlokasi sekitar 20 kilometer dari pelabuhan. Setelah mengantar barang itu, ia kembali lagi ke pelabuhan untuk mengangkut barang lain.
Saat ini, ia bisa membawa hingga empat peti kemas dalam sehari. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pemberlakuan sistem perencanaan dan pengawasan di Pelabuhan Tenau.
Kendati demikian, ia menyebut, proses bongkar muat di pelabuhan itu kadang kala masih terhambat lantaran ada kerusakan mesin pengangkut peti kemas. Hal itu kemudian menyebabkan kemacetan panjang truk pengangkut peti kemas. Oleh karena itu, dia berharap Pelindo menghadirkan mesin pengangkut peti kemas yang berkualitas.
Jangan coba-coba sogok petugas, pasti ketahuan karena banyak CCTV
General Manager PT Pelindo Kupang Zanuar Eka menjelaskan, sistem perencanaan dan pengawasan itu bertujuan untuk memperlancar proses bongkar muat peti kemas. Dia menyebut, setiap hari ada 100 -200 peti kemas yang dibawa masuk dan keluar dari Pelabuhan Tenau.
Zanuar menyebut, dengan adanya sistem itu, tidak ada lagi ruang suap-menyuap karena proses bongkar muat peti kemas menjadi tersistem dan terpantau secara ketat. ”Dari sisi kami, tidak ada lagi yang namanya pungutan liar. Petugas di lapangan juga hanya tersisa operator,” katanya seraya berjanji akan terus melakukan perbaikan pelayanan.
Pelabuhan terbesar di NTT
Pelabuhan Tenau merupakan pelabuhan peti kemas terbesar di Nusa Tenggara Timur (NTT). Setiap hari, pelabuhan seluas 3,1 hektar itu tidak pernah sepi dari proses bongkar muat. Enam perusahaan pelayaran melayani angkutan logistik di sana.
Pelabuhan Tenau menjadi pintu masuk barang yang sebagian besar datang dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Setiap bulan, 25 kapal membawa masing-masing 200 peti kemas. Jenis barang meliputi bahan kebutuhan pokok, peralatan rumah tangga, bahan bangunan, dan berbagai produk industri.
Dari Pelabuhan Tenau, selanjutnya barang-barang diangkut ke sejumlah pulau di NTT, mulai dari Pulau Timor, Flores, Sumba, Alor, Rote, hingga pulau-pulau kecil lain. Proses distribusi lanjutan dari pelabuhan menggunakan kapal laut atau truk.
Baca juga : Wujudkan Pelabuhan Berskala Dunia
Salah seorang distributor barang di NTT, Herry Boli, menuturkan, pengiriman barang saat ini semakin cepat. Bahan bangunan yang dibawa dari Surabaya, Jawa Timur, selama lebih kurang empat hari setibanya di Kupang sudah bisa langsung dibongkar. Proses bongkar muat hingga keluar pelabuhan memakan waktu lebih kurang 16 jam.
Dari Kupang, Herry membawa barang itu ke Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, menggunakan feri dengan waktu pelayaran lebih kurang 14 jam. ”Jadi, paling lama sepuluh hari, bahan bangunan dari Pulau Jawa sudah sampai di pedalaman NTT. Kalau dulu bisa sampai berbulan-bulan,” ucapnya.
Baca juga : Gelombang Tinggi di NTT, Kapal Pelni Jadi Andalan
Kendati demikian, ia mengeluhkan tingginya tarif bongkar muat di pelabuhan. Penetapan tarif melibatkan pihak Pelindo dan tenaga kerja bongkar muat. Di luar itu, ada pula tarif pengangkutan masuk dan keluar pelabuhan.
Total biaya yang dikeluarkan berkisar Rp 800.000 hingga Rp 3 juta per peti kemas. Tingginya biaya bongkar muat berakibat pada mahalnya harga barang yang dijual kepada masyarakat.
Selain untuk NTT, Pelabuhan Tenau di Kupang juga menjadi pintu pergerakan barang ekspor ke negara tetangga, yakni Timor Leste. Marcelino Soares, importir dari Timor Leste, mengatakan, komoditas yang dikirim dari Indonesia kebanyakan berupa bahan bangunan dan peralatan elektronik.
Semua barang dikirim dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Setelah tiba di Pelabuhan Tenau, barang-barang itu selanjutnya diangkut menggunakan truk ke sejumlah wilayah Timor Leste melalui tiga pos perbatasan, yakni Motaain, Motamasin, dan Wini. Tujuan terjauh adalah Dili, ibu kota Timor Leste, yang berjarak sekitar 400 kilometer dari Pelabuhan Tenau.
Pulang kosong
Data Pelindo menunjukkan, peti kemas yang masuk ke Pelabuhan Tenau meningkat rata-rata 2 persen setiap tahun. Sayangnya, sebagian besar peti kemas itu dikirim pulang dalam keadaan kosong. Peti kemas yang pulang dalam kondisi terisi hanya sekitar 10 persen dengan barang yang dibawa kebanyakan ikan dan hasil pertanian.
Gubernur NTT periode 2018-2023 Viktor Bungtilu Laiskodat pun mengajak masyarakat mengoptimalkan peran pelabuhan untuk memajukan ekonomi. Apalagi, lebih dari 95 persen pergerakan logistik di NTT melalui pelabuhan laut.
Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Tuti Lawalu, mendorong pemerintah kabupaten/kota fokus mengembangkan produk unggulan masing-masing.
Contohnya, jagung dan sapi di Pulau Sumba, kopi di Pulau Flores, dan rumput laut di Rote Ndao. Keberadaan jaringan pelabuhan yang didukung transportasi kapal akan membawa produk lokal itu ke pasar dunia.
Pelabuhan memegang peranan vital dalam mendukung arus distribusi logistik di daerah kepulauan seperti NTT. Oleh karena itu, pelayanan bongkar muat harus terus diperbaiki, termasuk dengan menutup ruang pungutan liar serta suap seperti yang terjadi sebelumnya.