Kemenhub akan membangun 17 koridor bus rapid transit di Medan dengan dilayani 551 bus, setengahnya bus listrik. Pemko Medan didorong memasyarakatkan angkutan massal di tengah angkutan pribadi yang masih mendominasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kementerian Perhubungan akan membangun 17 koridor bus rapid transit atau BRT di Medan, Sumatera Utara, akhir tahun ini. Jaringan BRT itu akan dilayani 551 bus, setengahnya bus listrik. Pemerintah Kota Medan didorong memasyarakatkan angkutan massal di Medan. Selama ini angkutan pribadi mendominasi transportasi kota di Medan.
”Kami ingin program pembangunan 17 koridor BRT di Medan dapat berjalan dengan baik. Saat ini sudah mulai terlihat peningkatan masyarakat menggunakan angkutan umum,” kata Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution, di Medan, Jumat (8/9/2023).
Bobby mengatakan, ia berterima kasih karena Kementerian Perhubungan memilih Medan sebagai salah satu kota yang akan dibangun BRT. Jaringan BRT yang dibangun juga cukup luas, yakni 17 koridor. Sebanyak 15 koridor di antaranya akan dikelola Pemerintah Kota Medan dan dua koridor yang menjadi penghubung kawasan dikelola Pemerintah Provinsi Sumut.
”Pemko Medan berkomitmen penuh untuk mendukung pembangunan BRT yang masuk dalam program Indonesia Mass Transit Project (Mastran) ini,” kata Bobby.
Bobby mengatakan, Pemko Medan akan menambah sejumlah fasilitas pendukung BRT untuk meningkatkan minat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.
Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Suharto mengatakan, pembangunan BRT berupa infrastruktur, jalur, depo, dan pendukung lainnya akan mulai dilaksanakan pada akhir 2023, dipercepat dari rencana sebelumnya pada awal 2024. ”Komunikasi dengan Pemko Medan cukup intens sehingga pembangunan BRT bisa dipercepat,” kata Suharto.
Suharto menyebut, mereka akan membangun 17 koridor di kawasan aglomerasi Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang).
”Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, otoritas yang berada di wilayah kota menjadi kewenangan pemerintah kota. Sementara kawasan lintas menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Kami harapkan ini secepatnya disepakati sehingga tidak terlalu lama untuk diselesaikan,” ujarnya.
Suharto mengatakan, pihaknya juga akan segara membangun depo (tempat perbaikan dan perawatan) bus. Untuk tahap awal akan dibangun depo di dekat Terminal Amplas.
Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Medan Iswar Lubis menjelaskan, 17 koridor BRT tersebut akan dilayani 551 unit bus. Sebanyak 468 unit di antaranya akan melayani transportasi dalam kota. ”Dari 551 bus, setengahnya merupakan bantuan bus listrik dari Kemenhub,” kata Iswar.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Sumatera Utara Burhan Batubara mengatakan, penambahan koridor BRT harus diikuti dengan berbagai kebijakan Pemko Medan dan Pemprov Sumut agar masyarakat mau berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Pemko Medan itu sukses bukan ketika warganya mampu membeli mobil pribadi, tetapi jika warganya yang punya mobil pribadi ikhlas menggunakan angkutan publik. (Burhan Batubara)
Saat ini Kota Medan sudah dilayani bus Trans Metro Deli yang mempunyai lima koridor di dalam kota Medan. Selain itu, ada juga Bus Mebidang yang melayani Binjai-Medan-Lubuk Pakam. ”Namun, tingkat keterisiannya masih rendah. Kalau di China sudah dicanangkan kendaraan penumpang tanpa sopir, di Medan justru sopir tanpa penumpang yang terjadi,” kata Burhan.
Burhan menyebut, Pemko Medan perlu memperbaiki beberapa aspek agar pengguna angkutan massal semakin banyak. Hal itu, antara lain, peningkatan frekuensi perjalanan, perbaikan layanan, penerapan tarif yang kompetitif, angkutan pengumpan, dan kemudahan mendapat layanan.
”Hal yang paling penting adalah jangan lagi ada kebijakan yang memanjakan pengguna kendaraan pribadi seperti pembangunan tempat parkir di tengah kota dan tarif parkir yang murah,” kata Burhan.
Di tengah gencarnya pemerintah pusat membangun jaringan angkutan massal, kata Burhan, Pemko Medan justru membangun area parkir bawah tanah yang sangat luas di Lapangan Merdeka Medan. Padahal, jalan di sekeliling Lapangan Merdeka Medan adalah area pembangunan berorientasi transit (TOD). Saat ini, jalan lingkar Lapangan Merdeka menjadi fasilitas transit intermoda dan antarmoda.
”Pemko Medan itu sukses bukan ketika warganya mampu membeli mobil pribadi, tetapi jika warganya yang punya mobil pribadi ikhlas menggunakan angkutan publik,” kata Burhan.