Dongkrak Perekonomian, Investasi di Aceh Mesti Disesuaikan Potensi dan Tatanan Sosial
Pertumbuhan ekonomi Aceh dapat ditopang dengan investasi sesuai karakteristik potensi ekonomi dan tatanan sosial masyarakat setempat. Lokasi strategis Aceh mesti dioptimalkan, termasuk dengan membangun konektivitas.
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemberian kemudahan berinvestasi dinilai merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan sosial di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Investasi tersebut mesti disesuaikan dengan potensi sumber daya setempat dan juga tata sosial masyarakat Aceh yang menerapkan ekonomi syariah.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di Aceh per Maret 2023 sebesar 14,45 persen. Tingkat pengangguran terbuka per Februari 2023 tercatat 5,75 persen. Adapun perekonomian Aceh dengan memperhitungkan minyak dan gas bumi pada triwulan II-2023 sebesar 4,37 persen.
”(Pemerintah) Pusat mendorong daerah untuk mengembangkan ekonominya, mendorong supaya memberikan kemudahan-kemudahan investasi sehingga (perekonomian) di daerah itu tumbuh,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kamis (7/9/2023).
Wapres Amin menuturkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan media di sesi keterangan pers seusai acara pengukuhan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Baca juga: Program Kerakyatan Tekan Kemiskinan di Aceh
Melalui investasi yang masuk ke Aceh tersebut, Wapres Amin menuturkan, diharapkan akan terbuka lapangan pekerjaan dan berbagai kegiatan perekonomian. Pendapatan daerah pun akan kuat sehingga tingkat kemiskinan dan pengangguran akan dapat dikurangi. ”Saya kira ini memang saling berkelindan, antara peningkatan ekonomi dengan upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran,” kata Wapres Amin.
Saya kira ini memang saling berkelindan, antara peningkatan ekonomi dengan upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Menurut Wapres Amin, upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan ekonomi, termasuk memberikan kemudahan berusaha, adalah hal kunci yang mesti ada. ”Saya dengar Aceh sudah membuat itu. Pak Gubernur sudah mengeluarkan pergub (peraturan gubernur) yang isinya mempermudah iklim investasi,” ujarnya.
Wapres Amin mengatakan, pergub yang mempermudah iklim investasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Regulasi kemudahan investasi tersebut sudah diimplementasi dalam bentuk pergub yang diharapkan peraturan ini akan menarik investor masuk, baik dari lokal maupun mancanegara.
Baca juga: Izin Investasi di Aceh Selesai Satu Hari
Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki menuturkan, pertumbuhan ekonomi Aceh diharapkan terus naik dengan adanya dukungan pemerintah pusat. Dia menuturkan, bantuan dari pusat, seperti kredit usaha rakyat (KUR) yang bermanfaat untuk mengembangkan UMKM.
”Serta (kami) berusaha mempermudah iklim investasi yang ada di Aceh. Tentunya perlu dukungan semua masyarakat yang ada di sini dan semua stakeholders (pemangku kepentingan),” ujar Achmad Marzuki.
Dominasi UMKM
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dimintai pandangan menuturkan, Aceh merupakan daerah yang memiliki banyak potensi, mulai dari komoditas hingga destinasi wisata. Namun, perkembangan usaha di Aceh lebih banyak didominasi skala menengah, kecil, dan mikro.
Jadi, sedikit yang (skala) perusahaan-perusahaan besar. Artinya, ekonominya belum berkembang dalam skala besar sehingga kalau dikatakan perlu investasi besar, ya, perlu dan sangat dibutuhkan. Tapi, yang perlu diperhatikan adalah tatanan sosial mereka. Aceh berbeda dengan wilayah Indonesia yang lain, dia menerapkan hukum Islam.
”Jadi, sedikit yang (skala) perusahaan-perusahaan besar. Artinya, ekonominya belum berkembang dalam skala besar sehingga kalau dikatakan perlu investasi besar, ya, perlu dan sangat dibutuhkan. Tapi, yang perlu diperhatikan adalah tatanan sosial mereka. Aceh berbeda dengan wilayah Indonesia yang lain, dia menerapkan hukum Islam,” ujar Faisal.
Karena itu, Faisal melanjutkan, tatanan sosial juga mesti diperhatikan dalam hal investasi. Artinya, investasi di Aceh harus disesuaikan dengan potensi ekonomi dan juga tatanan sosialnya. Persoalan lainnya adalah menyangkut bagaimana mempercepat pertumbuhan ekonomi Aceh.
”Kalau kita lihat, dalam konteks geografis Indonesia, Aceh ini seperti di bawah bayang-bayang atau seperti di ujung. Tapi, kalau kita membuka wawasan, Aceh walaupun jauh dari Jakarta atau Jawa yang merupakan pusat ekonomi, tetapi sangat strategis karena justru lebih dekat ke negara-negara tetangga,” kata Faisal.
Baca juga: Kota Banda Aceh: ”Negeri Serambi Mekkah” di Ujung Utara Pulau Sumatera
Dibandingkan ke Jakarta, Faisal menuturkan, Banda Aceh lebih dekat ke ibu kota negara tetangga, seperti Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, Kolombo, dan kota-kota besar sebelah timur India. ”Jadi, sebetulnya, nilai strategis ini yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Bahkan, kalau dibandingkan dengan Sumatera Utara, Medan malah yang menjadi pusat ekonomi di Sumatera bagian utara,” katanya.
Dan, faktanya, Aceh banyak bergantung dengan Medan sebagai kota besar penyalur produk-produk dari luar dan juga tempat mengekspor produk-produk Aceh. ”Jadi, hub-nya ada di Medan. Dan mereka bergantung konektivitas transportasi ke Medan,” ujar Faisal.
Sekarang sedang dibangun jalan tol yang akan menghubungkan Banda Aceh menuju Sigli. ”Kalau jalan tol tersebut sudah dibangun sampai ke Medan, saya pikir efeknya terhadap perekonomian sangat signifikan, termasuk dalam mengundang investasi,” katanya.
Artinya, menurut Faisal, dari keuntungan lokasi yang strategis saja sebenarnya banyak yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan perekonomian Aceh. Hal ini akan terjadi kalau strategi pembangunannya lebih melihat secara lebih luas, tidak hanya nasional, tetapi juga regional dan bahkan global.
Baca juga: Pemprov Aceh Lanjutkan Pembangunan Jalan Antardaerah Senilai Rp 2,4 Triliun
Menurut Faisal, perlu pula dipikirkan kerja sama Aceh dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. ”Kami lihat wisatawan yang banyak ke Aceh itu juga adalah dari Malaysia. Jadi, potensinya ada. Kenapa mereka datang ke sana? Salah satunya, misalnya, karena Aceh menyediakan halal tourism. Ini, kan, sebenarnya demand-nya membesar atau meningkat di internasional. Kalau ini dimanfaatkan, akan dapat mempercepat pertumbuhan di Aceh,” katanya.
Sektor andalan
Pariwisata halal menjadi salah satu andalan Aceh. Dengan demikian, investasi yang datang ke Aceh juga dapat masuk ke sektor-sektor andalan tersebut. Setelah migas, menurut Faisal, perlu dicari sektor-sektor andalan baru yang tidak hanya bergantung pada komoditas. Hilirisasi pun mesti dilakukan sehingga Aceh tidak lagi mengekspor produk mentah atau komoditas yang banyak tersedia di Aceh.
Sementara itu, Wapres Amin pun meyakini kehadiran KDEKS Provinsi Aceh akan memacu laju pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Bumi Serambi Mekkah tersebut. Hal ini tidak terbatas pada penguatan keuangan syariah, tetapi juga pada sektor industri produk halal, dana sosial syariah, bisnis dan kewirausahaan, hingga peningkatan edukasi, literasi, dan sekaligus inklusi ekonomi syariah.
Wapres Amin pun menyampaikan sejumlah pesan kepada jajaran KDEKS yang telah dikukuhkan. ”Pertama, susun program serta kebijakan secara holistik pada semua sektor pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” ujarnya.
Selayaknya arsitek, Wapres Amin menuturkan, KDEKS mesti mampu merancang bangunan program dan kebijakan yang kokoh dan bagus. Hal ini dapat ditempuh dengan menggandeng partisipasi aktif semua pihak dalam mengoptimalkan kinerja sektor-sektor unggulan ekonomi dan keuangan syariah.
Kedua, KDEKS diminta mendorong investasi dan kolaborasi yang diwarnai kekhasan budaya Aceh. ”Pada sektor industri produk halal, misalnya, siapa yang tak kenal Kopi Gayo? Di balik kenikmatan Kopi Gayo, ada petani-petani kopi Aceh yang mau konsisten meningkatkan kualitas dan mengubah cara pandang produksi agar berorientasi pada ekspor,” kata Wapres Amin.
Baca juga: Warung Kopi, Roda Ekonomi Banda Aceh
Data realisasi ekspor produk kopi asal Aceh pada 2022 tercatat sebesar Rp 701 miliar dengan volume melebihi 7.000 ton. Kekayaan komoditas ekspor di wilayah Aceh dinilai perlu digali dan dipadukan dengan hilirisasi agar makin banyak produk halal khas Aceh yang mendunia. ”Secara khusus, saya minta segera dilakukan terobosan langkah sertifikasi halal seiring meningkatnya minat masyarakat global untuk mengonsumsi produk yang halal dan thayyib,” kata Wapres Amin.
Secara khusus, saya minta segera dilakukan terobosan langkah sertifikasi halal seiring meningkatnya minat masyarakat global untuk mengonsumsi produk yang halal dan ’thayyib’.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah membutuhkan investasi dan konsistensi. Hal ini semisal berupa dukungan sarana dan infrastruktur wilayah, pengembangan kapasitas UMKM, dan pengadopsian teknologi digital. ”Oleh sebab itu, kolaborasi lintas pemangku kepentingan perlu terus diperluas, termasuk kemitraan usaha besar dan UMKM,” ujar Wapres Amin.
Ketiga, Wapres Amin meminta KDEKS Provinsi Aceh untuk membudayakan inovasi dan kreativitas yang melipatgandakan nilai tambah dan kemanfaatan bagi umat. Pengembangan ekonomi syariah ditantang untuk dibarengi dengan peningkatan kualitas dan daya saing secara konkret. ”Untuk itu, inovasi pada sektor kuliner halal, gaya busana Muslim, dan destinasi pariwisata ramah Muslim sangat penting dan perlu segera dilakukan agar memberi nilai tambah yang berlipat ganda bagi ekonomi dan konsumen,” kata Wapres Amin.
Aceh pun dikenal dengan kerajinan tradisional yang menawan. Sentuhan motif khas Aceh pada busana Muslim, misalnya, mesti terus diperkenalkan secara kreatif dan inovatif di ajang mode lokal dan mancanegara.
Baca juga: Aceh Garap Potensi Wisata Muslim Dunia
Selain itu, Aceh juga dinobatkan sebagai Destinasi Wisata Budaya Halal terbaik di dunia pada 2019. Pembenahan pada pilar utama, yakni destinasi, pemasaran, industri, sumber daya manusia, dan kelembagaan, harus menjadi fokus perhatian agar potensi ini semakin berkembang. ”Segala proses inovasi dan kreasi ini mesti tetap menjunjung tinggi nilai-nilai khas dan keluhuran budaya rakyat Aceh,” kata Wapres Amin.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, menurut Wapres Amin, sejatinya merupakan ikhtiar menjawab beragam tantangan pembangunan nasional. Terkait dengan hal tersebut, ekonomi syariah mesti dijadikan jawaban atas berbagai permasalahan riil yang dihadapi umat, termasuk pemberantasan kemiskinan, tengkes, ataupun pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.