Dampak Banjir di Aceh Utara, 1.737 Hektar Sawah Tergenang
Sedikitnya 1.737 hektar sawah di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, terendam banjir selama beberapa hari terakhir. Sawah yang tergenang banjir itu terancam gagal panen.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Sedikitnya 1.737 hektar sawah di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, terendam banjir selama beberapa hari terakhir. Banjir terjadi akibat meluapnya beberapa sungai karena hujan deras. Sawah yang tergenang banjir itu terancam gagal panen atau mengalami penurunan kualitas panen.
Kepala Dinas Pertanian Aceh Utara Erwandi, Kamis (7/9/2023), mengatakan, banjir yang terjadi sepekan ini menyebabkan sawah-sawah milik petani tergenang. Ketinggian air di area sawah melebihi 1 meter. Sawah yang baru ditanami padi pun berubah menjadi seperti lautan.
Erwandi menyebut, usia tanam padi di sawah yang tergenang itu bervariasi, dari 15 hari hingga 60 hari. Di beberapa area, terdapat sawah yang tergenang lebih dari tiga hari sehingga potensi mengalami puso atau gagal panen kian besar.
”Sawah yang tergenang itu tersebar di 63 desa di enam kecamatan. Kami sedang mendata berapa kerugian petani,” kata Erwandi.
Enam kecamatan yang sawahnya tergenang banjir adalah Matang Kuli, Samudera, Syamtalira Bayu, Lhoksukon, Pirak Timur, dan Kuta Makmur. Daerah-daerah itu merupakan sentra produksi padi di Aceh Utara.
Selain menggenangi sawah, banjir yang terjadi sejak awal September 2023 juga merendam ribuan rumah warga di Aceh Utara. Warga yang terdampak banjir itu sempat mengungsi, tetapi kini sudah kembali ke rumah karena air telah surut.
Banjir yang melanda Aceh Utara itu disebabkan oleh meluapnya empat sungai atau krueng, yaitu Krueng Pase, Krueng Pirak, Krueng Keureuto, dan Krueng Peuto. Luapan terjadi akibat hujan deras yang mengguyur daerah tersebut selama beberapa hari.
Sawah yang tergenang itu tersebar di 63 desa di enam kecamatan. Kami sedang mendata berapa kerugian petani.
Banjir berulang
Banjir yang merendam lahan pertanian sudah berulang kali terjadi di Aceh Utara. Akibatnya, para petani pun menderita kerugian karena sawah mereka mengalami gagal panen.
Pada Oktober 2022, misalnya, 3.611 hektar sawah di Aceh Utara mengalami gagal panen karena terendam banjir. Jika potensi panen per hektar sebesar 5,7 ton, Aceh Utara telah kehilangan potensi produksi padi 20.582 ton dengan nilai sekitar Rp 115,263 miliar.
Petani menjadi pihak utama yang menanggung beban kerugian akibat banjir. Apalagi, hanya sedikit sawah di Aceh Utara yang masuk dalam perlindungan asuransi pertanian.
Dari total luas sawah di Aceh Utara yang mencapai 42.454 hektar, luas area yang masuk dalam perlindungan asuransi hanya 1.000 hektar. Dalam setahun, Aceh Utara mampu memproduksi 360.353 ton padi. Dari jumlah penduduk 614.640 jiwa, lebih dari separuhnya adalah petani.
Petani yang sawahnya yang tidak masuk dalam program asuransi hanya dapat menunggu bantuan dari pemerintah. Setelah banjir, pemerintah biasanya menyalurkan bantuan benih dan pupuk.
Namun, kerugian atas modal yang telah dikeluarkan, seperti biaya bajak sawah dan upah tanam, tidak diganti. Kondisi itu membuat perekonomian petani di Aceh Utara tidak kunjung membaik.
Kepala Desa Meuria, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Bukhari, mengatakan, sawah di desanya tidak masuk dalam program asuransi. Oleh karena itu, setiap terjadi gagal panen karena banjir, para petani di desa itu tidak pernah mendapatkan klaim asuransi.
Bukhari pun berharap sawah-sawah di desanya bisa masuk dalam program asuransi. Hal ini agar para petani bisa mendapat ganti rugi saat terjadi banjir.
Ketua Program Studi Magister Agroekoteknologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Laila Nazirah Nazirah, menuturkan, pemerintah daerah perlu mencari solusi jangka panjang agar petani tidak terus menjadi korban saat terjadi banjir.
Menurut Laila, selain mitigasi banjir, perlu dilakukan uji coba varietas padi yang lebih tangguh terhadap banjir. Hal itu untuk mengurangi risiko gagal panen akibat banjir.